Peserta mengikuti Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) dalam rangka Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) 2021 di Kampus Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), Jalan Dr Setiabudi, Kota Bandung, Selasa (13/4/2021). | REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA

Tajuk

Tunda Kebijakan Seleksi PTN

Kita dapat memaklumi bila banyak siswa kelas akhir di SLTA yang protes dengan kebijakan tersebut. Sebab, kebijakan Kemendikbudristek ditetapkan saat 'tahun ajaran baru' sudah di tengah jalan.

Satu hari setelah Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) meluncurkan Merdeka Belajar Episode ke-22: Transformasi Seleksi Masuk Perguruan Tinggi Negeri (PTN) berbagai penolakan bermunculan. Kebijakan yang mulai diterapkan pada 2023 tersebut ditolak olah para siswa.

Siswa yang menolak kebijakan Kemendikbudristek adalah mereka yang kini duduk di bangku akhir sekolah lanjutan tingkat atas (SLTA). Merekalah yang akan merasakan kebijakan baru tersebut. Protes siswa tersebut ramai di jagat maya. Salah satu yang mereka persoalkan adalah jalur Seleksi Bersama Masuk PTN (SBMPTN).

Seperti diketahui, dalam aturan baru tersebut Kemendikbudristek melakukan perubahan skema SBMPTN, dengan menggunakan istilah seleksi nasional berdasarkan tes. Seleksi pada jalur tersebut tidak lagi tes mata pelajaran.

Menurut Mendikbudristek Nadiem Makarim, dalam seleksi ini, tidak ada lagi tes mata pelajaran, tetapi hanya tes skolastik yang mengukur empat hal, yaitu potensi kognitif, penalaran matematika, literasi dalam bahasa Indonesia, dan literasi dalam bahasa Inggris.

Kita dapat memaklumi bila banyak siswa kelas akhir di SLTA yang protes dengan kebijakan tersebut. Sebab, kebijakan Kemendikbudristek ditetapkan saat 'tahun ajaran baru' sudah di tengah jalan. Keadaan ini membuat banyak siswa yang bingung. Dan mereka pun merasa dikorbankan.

 
Kebijakan Kemendikbudristek ditetapkan saat 'tahun ajaran baru' sudah di tengah jalan.
 
 

Sebab, tidak sedikit siswa yang telah mengikuti lembaga bimbingan belajar (bimbel) dan mengeluarkan biaya yang tidak sedikit. Kebijakan yang muncul tiba-tiba tersebut bukan tidak mungkin membuat siswa merasa percuma mengeluarkan biaya, tetapi ternyata pola belajar di bimbel tak lagi dibutuhkan.

Begitu pula, para siswa yang belajar mandiri tanpa bimbel juga merasa kecewa karena persiapan untuk mengikuti SBMPTN yang dilakukan sejak sebelum kelas 12 menjadi tak berarti. 

Seharusnya, Kemendikbudristek bila ingin kebijakan baru terkait seleksi PTN berlaku tahun 2023, kebijakan tersebut sudah harus dikeluarkan sebelum tahun ajaran baru dimulai. Dengan begitu, siswa, sekolah, guru, dan orang tua dapat mempersiapkan diri dengan kebijakan yang baru tersebut.

Kalau kebijakan ditetapkan di tengah tahun ajaran, siswa yang akan menjadi korban. Sebab, siswa harus beradaptasi dengan kebijakan yang baru tersebut karena dipaksakan untuk diterapkan kepada siswa pada tahun ajaran yang sama.

Kemendikbudristek seharusnya bisa belajar dari penghapusan kebijakan ujian nasional (UN). Kebijakan terkait UN diputuskan jauh-jauh hari. Penerapannya tidak langsung pada tahun ajaran saat kebijakan diputuskan. Jeda waktu yang panjang membuat siswa dan sekolah dapat menyesuaikan dengan kebijakan penghapusan UN.

 
Kemendikbudristek seharusnya bisa belajar dari penghapusan kebijakan ujian nasional (UN).
 
 

Kita mendesak Kemendikbudristek pun meniru pola kebijakan penghapusan UN dalam menerapkan kebijakan baru seleksi masuk PTN. Apa urgensi kebijakan baru tersebut harus diterapkan pada 2023, sementara sebelum ini tidak ada keluhan mendasar terkait dengan jalur SBMPTN.

Apalagi, keluhan masyarakat terkait dengan kuota yang terlalu besar untuk jalur mandiri, ternyata oleh Kemendikbudristek malah tidak dilakukan perubahan.

Kita berharap Kemendikbudristek melakukan sosialisasi terlebih dahulu sebelum menerapkan kebijakan yang baru. Tunda penerapan kebijakan baru ini hingga seleksi masuk PTN 2024, supaya siswa dapat mempersiapkan diri.

Menteri Nadiem Makarim dan jajarannya mesti membuka telinga lebar-lebar mendengar keluhan serta masukan dari berbagai kalangan. Terutama dari para siswa yang akan menjalani kebijakan yang ditetapkan tersebut. 

Setiap kebijakan baru memang akan melahirkan pro dan kontra. Namun, sosialisasi dari kebijakan baru tersebut menjadi harga mati yang tidak boleh diabaikan. Jangan pernah kebijakan yang berkaitan dengan siswa atau mahasiswa diputuskan di tengah jalan sehingga membuat mereka bingung melaksanakannya. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Hak Remisi Koruptor Diusulkan Dicabut

Sebanyak 23 napi korupsi serentak bebas bersyarat setelah mendapatkan remisi.

SELENGKAPNYA

Seleksi Masuk PTN Diubah

Skema baru seleksi masuk PTN akan mulai dilaksanakan pada 2023.

SELENGKAPNYA

Subsidi Transportasi Diserahkan ke Pemda 

Daerah diminta menganggarkan belanja wajib perlindungan sosial untuk periode Oktober-Desember 2022.

SELENGKAPNYA