
Kronik
Ade Irma Suryani: Anak Periang Korban G30S
Walaupun Ade luka parah, tapi dia tidak pingsan sama sekali.
Tulisan ini disadur dari Harian Republika edisi 28 September 1997
Tiga puluh tujuh tahun yang lalu, lahirlah seorang gadis mungil bernama Ade Irma Suryani. Dia dilahirkan di Jakarta, tanggal 19 Februari 1960. Anak bungsu Jenderal Abdul Haris Nasution dan Ibu Johana Sunarti ini tumbuh menjadi anak yang periang dan cerdas.
Sayang, hidupnya tak lama. Dia meninggal saat berusia lima tahun. Ia menjadi korban keganasan Gerakan 30 September 1965/Partai Komunis Indonesia (G30S/PKI) bersama enam pahlawan revolusi lainnya.
Menurut kakaknya, Ibu Hendriati Sahara Nasution Nurdin, Ade termasuk anak periang, tapi suka cemberut. Dia senang sekali menari. "Wah, kalau Ade menari lincah sekali," kata Kak Yanti --panggilan akrabnya Ibu Hendriati.
Ade juga suka menyanyi. Lagu kesukaannya berjudul Burung Tantina. Selain itu, Ade yang suka baju warna merah muda dan hijau ini sering menirukan gaya ibunya. "Dia suka pakai kebaya, pakai lipstik dan berselop tinggi. Lucu deh orangnya," cerita Kak Yanti. Selisih usia dengan adiknya sekitar delapan tahun.
Ketika berusia dua tahun, Ade sudah bisa makan sendiri lho. Sejak itu, Ade tidak mau disuapi. Makanan kesukaannya sayur bening bayam. "Mama dan papa selalu mendidik kami disiplin dan hidup sederhana," ujar Kak Yanti.
Menurut Ibu Mardiyah, adik kandung Jenderal Nasution, Ade itu anak yang cerdas dan suka menolong siapa saja. "Misalnya, setelah neneknya operasi mata, dialah yang selalu membantu dan menggandeng neneknya berjalan-jalan," kata Mardiyah. Ade pernah bilang padanya bahwa ia ingin menjadi dokter.

Nama Ade Irma mengingatkan semua orang Indonesia terhadap peristiwa yang terjadi pada masa lalu, yaitu G30S/PKI. Teman-teman tentu pernah mendengarkan peristiwa itu?
Pada tanggal 30 September 1965, terbentuklah gerakan G30S di bawah pimpinan Letnan Kolonel Untung. Mereka ingin merebut kekuasaan pemerintah Indonesia dan membentuk Dewan Revolusi Indonesia. Mereka ingin menjadikan negara Indonesia menjadi negara komunis.
Tahukah kalian, peristiwa itu digerakkan Partai Komunis Indonesia, sehingga dikenal dengan nama G30S/PKI. Mereka berniat menculik tujuh orang perwira tinggi TNI AD yang dianggap dapat menggagalkan rencana mereka.
Siapa saja para jenderal yang akan diculik? Mereka adalah: Jenderal AH Nasution, Letnan Jenderal Ahmad Jani, Mayor Jenderal Soeprapto, Mayor Jenderal MT Haryono, Mayor Jenderal S Parman, Brigadir Jenderal DI Panjaitan, dan Brigadir Jenderal Soetoyo Siswomiharjo.
Nah, tanggal 1 Oktober 1965 dini hari mulailah mereka melakukan operasi penculikan. Para penculik berpakaian cakrabirawa --pasukan kehormatan pengawal presiden. Sebagian besar di antara mereka memang anggota pasukan Cakrabirawa.

Pasukan penculik tiba di kediaman Pak Nas (panggilan akrab Jenderal Nasution) sekitar pukul 04.30 WIB. Pak Nas dan Bu Nas pada saat itu sedang tidur. Tiba-tiba, tor, tor, tor... para anggota Cakrabirawa membuka paksa pintu masuk kamar tidur dan kamar kerja Pak Nas. Ade yang tidur bersama kedua orangtuanya terbangun juga.
Ketika Pak Nas mau keluar dari kamar, ia diberondong peluru oleh para anggota Cakrabirawa yang sudah berada di depan kamarnya. Pintu kamar Pak Nas langsung ditutup kembali.
Mardiyah, adik perempuan Pak Nas, yang tidur di kamar sebelahnya langsung terbangun. Ia menuju ke kamar Pak Nas lewat pintu samping kamar dan menggendong Ade untuk diselamatkan ke tempat lain.
Tapi karena gugup, Mardiyah membuka pintu di mana anggota Cakrabirawa telah menunggu. Begitu pintu terbuka, anggota Cakrabirawa terus menembakkan pistolnya, sehingga mengenai Ade.
Sementara itu, kakaknya Ade (Kak Yanti) yang tidur bersama pengasuh Ade mengira bahwa pendingin ruangan di rumahnya meledak. Ia langsung melompat dari jendela rumahnya yang sekitar dua meter tingginya. Kak Yanti lalu lari menuju tempat tinggal Piere Andries Tendean, ajudan ayahnya, yang di samping rumahnya.
"Saya bilang pada Om Piere (panggilan akrabnya Piere Andries Tendean) bahwa AC di rumah meledak. Om Piere lalu keluar. Tapi apa yang terjadi?
"Dia dibentak-bentak oleh para tentara yang ada di luar, lalu diseret ke truk," tutur Kak Yanti.
Piere akhirnya juga meninggal dibunuh oleh para gerombolan G30S/PKI dan dimasukkan ke dalam Lubang Buaya, Jakarta bersama enam jenderal lainnya. "Wuih menakutkan sekali peristiwa itu," kenang Kak Yanti yang waktu itu masih berusia 13 tahun.

Lalu bagaimana nasib Ade? Ade yang terkena berondongan peluru langsung digendong oleh ibunya dan dibawa ke rumah sakit RSPAD. Saat itu Bu Nas memohon pada Pak Nas agar segera menyelamatkan diri karena Pak Nas-lah yang sebenarnya mau dikhianati dan dibunuh. Waktu itu Pak Nas bertugas sebagai menteri koordinator Pertahanan dan Keamanan.
"Walaupun Ade luka parah, tapi dia tidak pingsan sama sekali lho. Malahan masih banyak bicara dan menghibur saya, 'kakak jangan menangis'," cerita Kak Yanti, kakak Ade satu-satunya.
Karena paru-paru, hati, dan empedunya pecah, Ade harus dioperasi. Namun, sejak itu sakit Ade bertambah parah. Ade sempat dirawat di rumah sakit selama enam hari.
Tapi, karena sakitnya makin parah, akhirnya pada pukul 19.00 WIB, 6 Oktober 1965 Ade pergi untuk selama-lamanya. Ribuan pelajar dan masyarakat Jakarta turut mengantar pemakaman jenazah Ade di makam blok P, Kebayoran Baru, tanggal 7 Oktober 1965.
Sebenarnya pemerintah menawarkan agar Ade dikebumikan di makam Pahlawan Kalibata. Tapi, Pak Nas dan Bu Nas memutuskan Ade dimakamkan di tengah-tengah rakyat saja, yaitu di Blok P. Waktu itu ada jaminan dari Pemda DKI Jakarta bahwa makam Blok P tidak akan digusur.
Dipertahankan sebagai monumen
Di tengah-tengah Taman Pemakaman Umum (TPU) Blok P, Kebayoran Baru, Jakarta tinggallah satu makam seorang gadis mungil, Ade Irma Suryani. Putri Jenderal (Purn) Abdul Haris Nasution ini merupakan satu-satunya anak kecil yang menjadi korban keganasan Gerakan 30S/PKI.
Menurut berita-berita di koran, makam Ade semula akan turut digusur bersama dengan makam lainnya di TPU Blok P yang berjumlah 4.625 makam. TPU tersebut akan diubah menjadi kantor wali kota Jakarta Selatan. Barangkali kalian juga pernah membaca.

Namun, akhirnya makam Ade tak jadi digusur. Hal itu diungkap Gubernur DKI Jakarta Surjadi Soedirdja saat berkunjung ke rumah Nasution Selasa lalu (16/9). Menurut Surjadi, makam Ade tetap di situ. Mengapa? Karena makam tersebut menjadi monumen sejarah yang harus dirawat dan dipertahankan.
Sebelumnya, rencana penggusuran makam Ade sempat menimbulkan berbagai reaksi yang ditulis di koran-koran lo. Masyarakat maupun tokoh masyarakat banyak yang tidak setuju bila makam Ade digusur. Sementara itu, Kepala Dinas Tata Pemakaman Umum DKI Jakarta Sjafril Zainuddin mengatakan rencana pembangunan kantor wali kota itu harus berjalan terus.
MUI DKI Jakarta berharap agar makam Ade dipertahankan sebagai monumen. "Monumen ini akan selalu mengingatkan kita bahwa kebiadaban PKI telah merenggut nyawa gadis lima tahun yang belum punya dosa," kata Muchtar Natsir, ketua I MUI DKI Jakarta.
Bagaimana tanggapan keluarga almarhumah Ade dengan rencana penggusuran TPU Blok P? Pak Nas saat menjenguk makam Ade putri bungsunya tanggal 10 September lalu sempat menangis.
Saat itu Pak Nas berkata lirih, "Yah, kalau memang makam Ade hendak dibongkar juga, saya minta pembongkarannya dilakukan tanggal 6 Oktober mendatang, seperti hari meninggalnya."
Seandainya makam Ade jadi dibongkar, ibu saya pernah bilang bahwa dia sendiri yang akan menggendong makam Ade.
"Seandainya makam Ade jadi dibongkar, ibu saya pernah bilang bahwa dia sendiri yang akan menggendong makam Ade. Ibu akan menangis sepuas-puasnya di makam itu. Padahal Ibu itu orangnya kuat. Dia pantang menangis di depan umum. Waktu Ade meninggal saja, Ibu sangat tabah," kata Kak Yanti.
Ia merasa lega makam adiknya tidak jadi dibongkar. "Mudah-mudahan pemerintah benar-benar mau memugar dan merawat makam Ade," kata Kak Yanti. Menurut Kakak Ade ini, sejak tahun 1980-an makam Ade dibiarkan telantar, tidak pernah diurus pemerintah. Lagi pula kalau mau menuju ke makam Ade sulit. Tanah di sekelilingnya sudah dibongkar.
Keluarga Ade selalu berkunjung ke makam tersebut sedikitnya dua kali dalam setahun, yaitu pada hari ulang tahun Ade tanggal 19 Februari dan hari meninggalnya, tanggal 6 Oktober. "Saya lega dan bangga ketika Pemda DKI Jakarta tidak jadi memindahkan makam anak saya," Pak Nas mengungkapkan perasaan tersebut di ruang tamu rumahnya ketika menerima Surjadi. Saat itu Pak Nas didampingi istrinya dan anaknya.
Sumber: NRI
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Taklukkan 77 Gunung pada Usia 16 Tahun
Khansa mulai fokus mendaki gunung saat berusia 8 tahun
SELENGKAPNYAPengorbanan 40 Ribu Jiwa di Sulawesi
Mereka menjadi korban kekejaman Westerling yang dikenal sebagai peristiwa Korban 40.000 Jiwa.
SELENGKAPNYARaden Saleh: Sayyid, Maestro, Pemberontak
Raden Saleh mewariskan sebuah masjid mungil di Dresden, Jerman
SELENGKAPNYA