Lukisan Perang Badar | Wikipedia

Laporan Utama

Saat Nabi Harus Berperang

Nabi berperang kemudian menang

Peperangan menjadi salah satu alur sirah yang tersurat selama Rasulullah SAW hidup. Sebagai pengikutnya, kita tak hanya akan mereguk ilmu strategi perang dan kisah-kisah kepahlawanan.

Di dalam perang tersebut, Rasulullah bahkan mengajarkan kepada kita tentang adab dan etika saat menghadapi musuh. Padahal, kode etik perang menjadi sesuatu yang musykil dilakukan pada zaman itu mengingat manusia baru melakukannya pada era peperangan modern.

Tak hanya itu, kita juga akan mendapatkan hikmah bagaimana manusia berupaya saling membela dan mempertahankan diri dalam perjuangan jihad fisabilillah. Kaum Muslimin sudah ingin mengangkat senjata saat Islam ditindas di Makkah.

Para sahabat pun meminta izin kepada Rasulullah untuk berperang. Hanya saja, Nabi SAW menjawab dengan bijak, “Bersabarlah, karena sesungguhnya aku tidak diperintahkan untuk berperang.”

Saat Nabi SAW berada di Madinah, kondisi umat Islam terus diancam kafir Quraisy. Nabi SAW pun membalas dengan mengirim pasukan sa’riyah untuk mengganggu kafilah dagang Quraisy. Kondisi tersebut melahirkan bentrok pertama antara kaum Muslimin dengan Quraisy yang bertajuk Perang Badar. 

Kaum Muslimin berhasil memenangkan peperangan yang dikomandoi sendiri Rasulullah dengan gemilang. Setelah itu, beragam perang dilakoni kaum Muslimin baik yang bersifat defensif atau bertahan dan ofensif atau menyerang.

Beberapa perang tersebut yakni Perang Uhud, Perang Bani Qainuqa, Perang Khandaq, Perang Bani An-Nadhir, Perang Dzat-Ar-Riqa, Perang Khaibar, Fathu Makkah, hingga Perang Tabuk. 

Saat melakoni perang, nabi SAW memotivasi pasukan Muslimin dengan pendekatan spiritual. Penggemblengan spiritual dilakukan bagi pasukan  Muslimin untuk membangkitkan mental dan meningkatkan semangat juang mereka.

Saat hendak berperang, mereka tidak diperkenalkan kata kalah. Mereka akan menang atau meraih tiket ke surga dengan mati syahid. Itulah yang mendorong prajurit Muslim berani bertempur di medan laga. 

Diantara sabda Rasulullah yang memotivasi para sahabat untuk berjihad adalah, “Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya. Kalaulah beberapa orang yang beriman merasa tidak nyaman jika menyimpang dariku sedangkan aku tidak memiliki alasan untuk memaksa mereka melakukannya, maka aku tidak mau tertinggal dari satu batalyon pun yang berjuang di jalan Allah. Demi Dzat yang jiwaku berada di tangan-Nya, sungguh aku berharap terbunuh di jalan Allah kemudian hidup kembali kemudian terbunuh dan hidup kembali kemudian terbunuh dan hidup kembali, kemudian hidup dan terbunuh kembali.” 

Selain itu, Nabi menerapkan strategi pelatihan militer untuk menyiapkan tentara-tentara Muslim. Setiap Muslim harus mempunyai fisik  prima dan ketangkasan dalam berperang. Segenap ilmu-ilmu kewiraan diajarkan nabi yang juga menjadi sunnah seperti memanah, bergulat, berenang, hingga berkuda. Strategi ini melahirkan banyaknya tentara tangguh yang siap membela panji-panji Allah dan Rasul-Nya. 

Tidak memaksa

Dalam Islam, tujuan perang bukanlah untuk memaksakan dakwah, tetapi dalam rangka meraih kebebasan berdakwah. Bukankah mengembangkan Islam dengan kekerasan adalah "paksaan", sedangkan paksaan menurut hukum Islam terlarang? “Tidak ada paksaan untuk (memasuki) agama (Islam); sesungguhnya telah jelas jalan yang benar daripada jalan yang sesat.” (QS al-Baqarah: 256).

Hukum asal dari menumpahkan darah manusia bahkan menjadi haram. Padahal, pertumpahan darah kerap terjadi dalam perang. Pertumpahan darah hanya dibolehkan dalam rangka qisas sebagai hukuman bagi pelaku pembunuhan.

Sebaliknya, orang yang dekat dengan perdamaian maka dia mendapatkan kemuliaan. “Bahwa barang siapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan  di muka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barang siapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya.“ (QS al-Maidah: 32). 

Meski secara naluriah perang dibenci manusia, Allah SWT menetapkan kaum Muslimin untuk berperang. Di dalam Islam, perang bertujuan melindungi "aqidah" dan mengamankan kemerdekaan mengembangkannya di tengah-tengah ummat manusia, di samping untuk menolak serangan luar terhadap Madinah. (QS al-Baqarah: 190).

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Adi Hidayat (Official) (@adihidayatofficial)

Karena itu, dalam Islam perang bersifat pertahanan. Kaum muslimin tidak boleh memulai permusuhan dan peperangan, kecuali kalau memang telah dipaksakan untuk berperang. Karena perang sebenarnya adalah suatu kemuliaan dan kehormatan dalam rangka mencari pembebasan.

Tentara Islam tidak boleh melakukan penyimpangan dari garis kemuliaan. Mereka terikat dengan keharusan memelihara janji, mengobati orang luka dan sakit, menyantuni tawanan dan tidak boleh menganiyaya apalagi membunuh atau mengganggu rakyat yang tidak terlibat dalam peperangan.

Perang hanya ditujukan kepada mereka yang ikut berperang saja (QS al-Baqarah: 194).

Dalam teorinya, bangsa yang tiada mempunyai angkatan perang yang kuat akan menjadi mangsa bangsa lain yang kuat karena bangsa yang lemah itu tidak ditakuti dan tidak disegani. Karena itu, maka tujuan perang adalah dalam rangka mempertahankan diri dari upaya musuh untuk menguasai.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Ponsel Lipat Makin Menarik Minat 

IDC mencatat pengapalan smartphone berkonsep ponsel lipat mencapai 7,1 juta unit pada 2021.

SELENGKAPNYA

Teguh dalam Kebenaran

Salah satu hikmah surah Ali Imran adalah renungan tentang keteguhan hati.

SELENGKAPNYA

Merindukan Pemimpin Advokatif

Pemimpin advokatif selalu hadir untuk melayani rakyatnya.

SELENGKAPNYA