
Arsitektur
Masjid Agung al-Falah, Seribu Tiang di Jambi
Masjid Agung al-Falah ini terbuka, dalam arti tidak bertembok ataupun pintu.
OLEH HASANUL RIZQA
Umumnya, setiap daerah memiliki bangunan yang menunjukkan kekhasan. Di Jambi, terdapat Masjid Agung al-Falah yang menjadi kebanggaan masyarakat setempat. Tempat ibadah yang beralamat di Jalan Sultan Thaha, Legok, Telanaipura, Kota Jambi, itu dijuluki sebagai Masjid Seribu Tiang.
Sebab, ada begitu banyak tiang yang menyanggap atap bangunan tersebut. Kalau dihitung, jumlahnya memang tidak mencapai seribu tiang. Total ada 232 tiang putih yang berjejer menopang langit-langit Masjid Agung al-Falah.
Sebanyak 40 tiang di antaranya tampak lebih besar ketimbang yang lain. Tiang-tiang tembaga itu memiliki keliling kira-kira dua pelukan orang dewasa. Letaknya berada tepat di tengah masjid. Mereka memang khusus didirikan untuk menunjang kubah. Warnanya yang emas merepresentasikan gaya arsitektur Melayu. Wujudnya berbeda dari 192 tiang lainnya yang putih polos.

Penyebutan “seribu tiang” diberikan karena dari kejauhan Masjid Agung al-Falah tampak memiliki begitu banyak tiang. Sisi-sisi bangunan utamanya tidak ditutupi dengan tembok. Alhasil, penampakan tiang-tiang putih itu menimbulkan kesan, bahkan sebelum jamaah sampai ke dalamnya.
Keberadaan ratusan tiang itu dilatari alasan teknis dan sekaligus estetika. Langit-langit masjid tersebut berbahan dasar beton. Maka dari itu, arsitek Masjid Agung al-Falah sengaja memperbanyak jumlah tiang agar bagian tersebut dapat tersangga dengan lebih baik.
Dari segi keindahan, ketiadaan tembok dan pintu pada masjid tersebut membuat tiang-tiang itu tampak lebih kentara dari luar. Alih-alih kesan sempit, keberadaan ratusan tiang itu menimbulkan visualisasi keterbukaan dan keteduhan. Memasuki masjid ini, jamaah seakan-akan berada di tengah rimbunnya pepohonan.
Aliran angin yang sejuk datang dengan bebasnya dari luar sehingga menambah kuat kesan tersebut. Jamaah setempat tidak lagi memerlukan pengondisi udara (air conditioner).
Meski tanpa tembok, Anda tidak perlu khawatir. Keamanan masjid tidak menjadi masalah yang utama. Sebab, pihak takmir Masjid Agung al-Falah memiliki tim sekuriti yang selalu berjaga 24 jam sehari. Selain itu, tempat ibadah tersebut biasanya ramai oleh pengunjung, khususnya sebelum periode pandemi Covid-19.

Masjid Seribu Tiang bukanlah semacam bangunan cagar budaya dari abad silam. Fasilitas umum umat Islam ini mulai dibangun pada awal tahun 1971. Presiden kedua RI, Soeharto, meresmikannya sekira sembilan tahun kemudian, tepatnya pada 29 September 1980.
Bagaimanapun, ada sejarah di balik lokasi tempat masjid itu berada. Tanah tersebut dahulunya merupakan pusat kompleks Kerajaan Melayu Jambi, terutama selama masa pemerintahan Sultan Thaha Syaifuddin. Pada 1885, Belanda datang dan menguasai daerah itu sepenuhnya. Kompeni lantas mendirikan sebuah benteng pertahanan di atas lahan tersebut.
Sejak Indonesia merdeka, tanah itu difungsikan untuk kebutuhan militer. Barulah pada 1960-an, tokoh-tokoh masyarakat Jambi mewacanakan berdirinya sebuah masjid raya. Setelah bermusyawarah, mereka menyepakati lokasi pembangunan tempat ibadah itu. Maka, asrama TNI yang terlebih dahulu berdiri di sana kemudian dipindahkan. Di atas lahan yang kosong itu, dibangunlah Masjid Agung al-Falah.
Secara keseluruhan, kompleks peribadahan ini terletak di area seluas 2,7 hektare. Dari luas lahan tersebut, masjidnya dibangun dengan bentuk bujur sangkar berukuran 80x80 meter persegi. Total luas bangunannya mencapai 6.400 meter persegi. Kapasitasnya diperkirakan bisa menampung lebih dari 10 ribu orang jamaah.

Eloknya masjid ini juga dipercantik dengan berbagai ornamen. Di sisi bagian terbawah kubah dan berdekatan dengan tiang penyangga, terdapat hiasan kaligrafi berwarna kuning emas. Tulisan-tulisan indah itu dibuat mengitari seluruh bagian sisi terbawah kubah.
Hiasan inilah yang memberikan kesan sangat kental adanya adopsi masjid tradisional di Jawa. Tak lupa juga untuk memberikan aura keanggunan, sebuah lampu tipe chandelier menggantung di tengah langit-langit.
Lampu gantung memiliki tentakel yang melengkung ke atas layaknya hewan gurita. Inilah keindahan lain yang tersaji di bagian interior masjid. Sisi mihrab juga tidak kalah bagusnya. Inilah satu-satunya hamparan vertikal yang ada pada interior masjid.

Namun, bagian itu bukanlah berbentuk tembok. Hamparan vertikal yang tampak di sini adalah ukiran yang terbuat dari bahan kayu. Warna merah kekuningan. Bersejajar dengan ukiran kayu itu terdapat warna kuning emas.
Pada bagian mihrab itu terdapat dua buah pilar besar yang dilengkapi dengan hiasan bermotif flora. Pada bagian atas dinding mihrab ini terdapat lengkungan kuningan. Di atas lempengan tersebut tersaji ukiran kaligrafi.
Semua yang tersaji di bagian mihrab ini merupakan pengayaan bentuk atau hasil renovasi dari masjid tersebut pada 2008. Terlepas dari ornamen yang menghiasi bagian interior, Masjid Agung al-Falah sesungguhnya ingin menjadikannya sebagai tempat yang terbuka kepada para jamaah.
Jaringan Ulama Penyulut Api Perlawanan Kolonial
Melalui jaringan ulama Indonesia itulah api perlawanan terhadap kolonial semakin besar dinyalakan.
SELENGKAPNYATeungku Fakinah: Perempuan, Ulama, dan Panglima
Teungku Fakinah membuat kampanye perang kepada para wanita setelah suaminya gugur dalam perang.
SELENGKAPNYATragedi Kemanusiaan
Manakala manusia berbuat kerusakan, kehancuran yang ditimbulkannya sangatlah dahsyat.
SELENGKAPNYA