
Analisis
Ruang Fiskal
Kesinambungan fiskal saat ini lebih penting dari pencapaian sasaran inflasi.
Oleh IMAN SUGEMA
OLEH IMAN SUGEMA
Salah satu masalah yang diwariskan oleh Covid-19 adalah semakin sempitnya ruang fiskal. Beban pembayaran utang yang meningkat secara drastis merupakan masalah yang umum terjadi pada negara-negara yang mengadopsi defisit anggaran secara jor-joran selama masa Covid-19 yang lalu.
Saat itu defisit sangat diperlukan selain untuk menutupi merosotnya penerimaan negara juga untuk menyediakan jaring pengaman sosial dan bantalan bagi dunia usaha yang sedang lesu.
Indonesia waktu itu relatif konservatif dalam hal defisit anggaran, yaitu hanya sekitar tujuh persen dari produk domestik bruto (PDB). Negara-negara maju di Amerika Utara dan Eropa Barat sangat jor-joran menciptakan defisit di kisaran 15 sampai 35 persen dari PDB.
Namun demikian angka tujuh persen tersebut tetap melampaui ambang batas yang diperkenankan oleh undang-undang, yakni tiga persen. Di samping itu, angka tersebut kurang lebih sekitar setengah dari penerimaan negara. Anggaran itu tentu merupakan angka darurat. Kalau tidak meminjam, dari mana lagi kita bisa menyediakan jaring pengaman?
Indonesia waktu itu relatif konservatif dalam hal defisit anggaran, yaitu hanya sekitar tujuh persen dari produk domestik bruto (PDB).NAMA TOKOH
Walaupun defisit anggaran bisa dikelola sehemat mungkin, tetapi setiap negara kelak harus mempertimbangkan dampak buruknya dalam jangka menengah dan panjang.
Mengambil utang adalah strategi untuk buying time. Kita menyediakan bantalan terhadap guncangan jangka pendek yang berskala besar dan kemudian menyebarkan masalah ke masa depan. Artinya strategi ini akan terbukti tepat bila kita mampu menyelesaikan masalah yang menyertainya di masa depan.
Hal pokok yang harus kita pecahkan dalam jangka menengah adalah bagaimana membuktikan kemampuan membayar bunga utang yang mendadak membengkak. Sementara ini, hampir semua negara menghadapi masalah yang kurang lebih mirip.
Sementara beban bunga membengkak, penerimaan negara dari pajak belum juga pulih. Indonesia sedikit agak tertolong karena harga berbagai komoditas ekspor mendadak melesat. Kita tinggal menyeimbangkan windfall ini dengan beban subsidi.
Walaupun defisit anggaran bisa dikelola sehemat mungkin, tetapi setiap negara kelak harus mempertimbangkan dampak buruknya dalam jangka menengah dan panjang.
Kesulitan membayar bunga pada umumnya diatasi dengan cara menerbitkan utang baru. Semacam gali lubang tutup lubang. Karena itu, defisit anggaran akan menjadi fenomena yang umum di tataran global dalam lima sampai sepuluh tahun ke depan.
Kalau bukan dari utang, lantas dari mana lagi sumber pembiayaannya?
Karena hal ini maka di sebagian besar negara defisit anggaran akan sulit untuk dikembalikan ke level normal seperti sebelum pandemi. Angka defisit yang lebih tinggi akan merupakan new normal dalam kebijakan fiskal. Bukan karena terlalu berbahaya untuk menurunkan defisit secara drastis tetapi memang tidak ada pilihan lain.
Hal ini menjadi sebuah keharusan sampai penerimaan pajak sudah kembali normal. Dari hal ini kita bisa paham bahwa kebijakan fiskal telah tersandera oleh beban yang diciptakan semasa pandemi.
Angka defisit yang lebih tinggi akan merupakan new normal dalam kebijakan fiskal. Bukan karena terlalu berbahaya untuk menurunkan defisit secara drastis tetapi memang tidak ada pilihan lain.
Tidaklah mudah untuk mengembalikan ruang fiskal seperti sedia kala. Satu-satunya cara adalah dengan mengelola defisit sampai batas di mana pemberi utang masih mau memberikan kepercayan. Karena kepercayan berada di tangan kreditur dan investor, maka satu-satunya cara adalah menunjukkan pengelolaan perekonomian makro secara lebih prudent.
Tampaknya itulah tantangan terbesar otoritas fiskal di semua negara dalam beberapa taken ke depan. Indonesia tidak terkecuali.
Bagaimana dengan otoritas moneter. Tampaknya otoritas moneter juga tersandera oleh kewajiban untuk sedapat mungkin menjaga ruang fiskal tetap sehat. Caranya adalah sedapat menekan suku bunga nominal serendah mungkin.
Kata serendah mungkin harus digarisbawahi karena itu tidak berarti bahwa suku bunga bank sentral tidak boleh dinaikkan. Boleh naik, tetapi suku bunga riil harus dijaga tetap rendah.
Kata serendah mungkin harus digarisbawahi karena itu tidak berarti bahwa suku bunga bank sentral tidak boleh dinaikkan. Boleh naik, tetapi suku bunga riil harus dijaga tetap rendah.
Salah satu cara untuk mengurangi beban riil utang negara adalah dengan cara membiarkan inflasi terjadi. Artinya kita harus paham bahwa inflation targeting bukan lagi merupakan tujuan utama pengelolaan moneter. Kesinambungan fiskal saat ini lebih penting dari pencapaian sasaran inflasi.
Bank sentral harus secara sadar membiarkan inflasi berada di atas target. Bukan berarti bahwa bank sentral gagal dalam mencapai target tetapi ada kepentingan lain yang jauh lebih mendesak. Tanpa uluran tangan bank sentral, akan menjadi lebih sulit bagi otoritas fiskal untuk menjaga kinerja makro ekonomi.
Selamat datang new normal.
Kenali Prioritas dari Konsep Diri
Sumber dari ketidakpuasan seseorang berasal dari ketidakpercayaan terhadap diri sendiri.
SELENGKAPNYASiapkan Liburan Nyaman untuk Keluarga
Rangkaian aktivitas bermain bisa membantu tumbuh kembang anak.
SELENGKAPNYA