
Islamia
Mengelola Alam dengan Perspektif Metafisik
Sebagai seorang Muslim, menjaga dan memelihara alam merupakan ibadah.
OLEH BUDI HANDRIANTO; Peneliti Insists, Sekprodi Doktor Pendidikan Islam UIKA Bogor
Kerusakan alam yang terjadi saat ini sudah sangat mengkhawatirkan keberadaan ras manusia. Bahkan, berbagai proyek dibuat agar bagaimana manusia bisa mencari planet lain yang tidak sekotor bumi ini untuk dihuni.
Bumi sekarang tengah sakit dan menderita, sebagaimana dilaporkan Economics of Land Degradation Initiative (ELDI), di antaranya kerusakan lingkungan yang terjadi sejak 2000 berakibat hilangnya 75 persen nilai ekonomis alam. Nilai ekonomis alam yang hilang itu diperkirakan bisa mencapai Rp 1 triliun per kilometer persegi atau Rp 20 juta per orang.
Selain itu, kerusakan 52 persen lahan pertanian di berbagai negara. Luas lahan di bumi yang dilanda kekeringan parah meningkat hingga dua kali lipat dari 1970-an hingga 2000-an dan sepertiga dari kawasan di bumi, kini rentan terhadap kerusakan lingkungan. Itu baru kerusakan bumi. Belum lagi kerusakan di lautan dan udara.
Berbagai upaya dilakukan agar bumi dan seisinya yang kita tempati ini bisa bertahan, kalaupun tidak bisa kembali ke kondisi semula. Berbagai konferensi internasional diselenggarakan, berbagai organisasi lingkungan hidup, baik pemerintah maupun NGO dibentuk, program-program penyelamatan lingkungan diimplementasikan, kajian teori ataupun riset diadakan, tapi kondisi alam justru makin tidak bersahabat.

Di negara-negara Barat yang pengelolaan lingkungan hidupnya lebih baik daripada negara berkembang (bisa kita saksikan betapa jernihnya Sungai Aare di Kota Bern Swiss ketika ramai pemberitaan hilangnya putra Pak Gubernur Ridwan Kamil di sungai tersebut). Namun, bencana alam di negara-negara maju tetap terjadi.
Terakhir, WHO melaporkan gelombang panas telah menyebabkan lebih dari 1.700 kematian di Semenanjung Iberia, tepatnya Portugal dan Spanyol. Bagaimana seharusnya mengatasi problem tersebut dan menjaga serta memelihara lingkungan hidup agar tidak semakin memburuk?
Problematik ilmu sekuler
Konsep ilmu lingkungan dan pandangan alam di Barat memang sekularistik dan ateistik. Alam semesta dipandang sebagai entitas yang mandiri atau realitas independen bahwa di luar alam semesta ini tidak ada apa-apa dan tidak ada siapa-siapa.
Maka itu, penanggulangan terhadap bencana dan kerusakan alam pun hanya dilakukan secara fisik, seperti mengurangi emisi gas karbon, pelarangan penggunaan pupuk atau obat kimia, melakukan treatment terhadap limbah kimia, pelarangan penebangan hutan, reboisasi, pencegahan pendangkalan sungai, dan sebagainya.
Tentu itu tidak salah karena sebagai bagian dari upaya untuk “menyehatkan” bumi kita ini kembali. Namun, kerja-kerja seperti ini tidak cukup dan tidak menyentuh substansi penyelesaian masalah.
Dalam Islam, konsep atau pandangan terhadap alam dan lingkungan hidup berbeda. Islam menganggap alam semesta, termasuk bumi yang kita diami ini adalah ciptaan dan dalam pemeliharaan Allah SWT.
Di balik alam semesta ada realitas yang lebih tinggi, yaitu Allah Dzat Sang Maha Pencipta (al-Khalq) dan Pemelihara (al-Hafidz). Allah yang mencipta alam semesta dan manusia diciptakan untuk menjadi khalifah (pengganti) Allah di muka bumi (QS 2:30). Artinya, jika Allah menjadi Dzat yang memelihara alam semesta, manusia sebagai khalifah-Nya pun harus memiliki sifat menjaga dan memelihara alam semesta ini, termasuk bumi.
Karena meyakini bahwa alam semesta ini dipelihara oleh Allah, pemeliharaan alam oleh manusia pun harus merujuk kepada petunjuk-Nya. Sebab, alam semesta dan firman-Nya adalah sama-sama berasal dari Dzat yang sama. Dalam terminologi klasik sering disebut keduanya adalah ayat-ayat Allah bahwa alam semesta adalah ayat al-kauniyah dan firman Allah sebagai ayat al-qauliyah.
Kita tahu bahwa kerusakan alam terjadi karena ulah manusia, bukan mahluk lain seperti hewan atau bahkan karena Tuhan sendiri secara langsung tanpa sebab. Firman-Nya. (QS ar-Rum: 41)
Kerusakan alam yang karena tangan manusia dalam ayat di atas maksudnya adalah kerusakan fisik yang mereka timbulkan, seperti mengeksploitasi alam secara berlebihan, mengotori udara, tanah dan air, penggunaan bahan-bahan berbahaya dan sebagainya--yang ini menjadi bahasan utama aktivis lingkungan di Barat dan kerusakan non-fisik yang mereka timbulkan, yaitu karena durhaka kepada Tuhan.
Dua-duanya menimbulkan kerusakan, terutama penyebab yang terakhir. Kita akan lebih memfokuskan pembahasan kepada penanggulangan alam karena faktor-faktor non-fisik. Penanggulangan secara fisik sudah banyak dilakukan oleh aktivis lingkungan di Barat, umat Islam tinggal ikut menerapkannya saja.
Penanggulangan kerusakan lingkungan karena manusia durhaka kepada Tuhan jarang dibahas dan dimasukkan di dalam program penanggulangan alam, termasuk oleh kaum muslimin sendiri. Mujahid, salah satu ahli tafsir generasi tabi’in menafsirkan ayat di atas bahwa apabila orang zalim berkuasa lalu ia berbuat zalim dan kerusakan, Allah akan menahan hujan karenanya, hingga hancurlah tanaman dan penghuninya.
Ibnu Katsir menyebut kerusakan itu berupa kekurangan buah-buahan dan tanam-tanaman disebabkan kemaksiatan. Abul ‘Aliyah berkata, “Barang siapa berbuat maksiat kepada Allah di muka bumi, berarti ia telah berbuat kerusakan padanya.”

Menjaga metafisika tanpa melupakan fisika
Allah telah menunjukkan kepada kita bahwa kerusakan itu karena ulah manusia berupa kemaksiatan, tetapi kadang manusia tidak sadar bahkan cenderung menolaknya. Bagi yang sehari-hari bergelut dengan alam bebas, niscaya hal semacam ini tampak terang benderang baginya.
Sebagai contoh, di dunia perkebunan kelapa sawit, serangan serangan ulat api (Setothosea asigna) sampai tingkatan outbreak (massal dan masif) yang terjadi pada tanaman sawit, bisa dideteksi ada praktik kemaksiatan di daerah sana.
Memang, hama dan penyakit tanaman selalu ada, tapi terkendali jumlahnya jika keadaan normal. Jika ada “apa-apa” di sana, kemunculan hama ulat api, ulat kantong (Metisa plana), tikus, landak, ataupun penyakit, seperti jamur ganoderma sp (kankernya tanaman sawit), akan terlihat melonjak dan tidak terkendali.
Saat kemaksiatan itu kemudian diberantas, hama dan penyakit tanaman kembali normal. Terlihat nyata sekali bedanya. Para praktisi sawit sudah mengalaminya bertahun-tahun, tapi ada yang tidak mengaitkannya secara spiritual.
Alam semesta sebagaimana juga Aquran, juga termasuk ayat-ayat Allah. Jika ada tingkah laku kita yang menyalahi aturan-Nya, alam pun bereaksi. Alam, jangan disangka sekadar benda mati. Dalam kategori ilmu fisika, batu termasuk benda mati.
Namun, menurut Alquran, semua yang di alam raya, termasuk bumi dan seisinya, bertasbih kepada Allah. Hanya kita tidak tahu bagaimana mereka bertasbih (QS al-Israa’: 44)
Alam semesta sendiri merupakan makhluk yang hidup. Dan semua makhluk itu tunduk serta patuh kepada Allah. Diriwayatkan, ketika ada orang zalim yang lewat dan angin sejuk menerpanya, sang angin sebenarnya tidak ridha memberikan kenikmatan itu pada orang zalim tersebut.
Dalam hadis juga disebutkan, “Sesungguhnya apabila seorang yang jahat mati, niscaya para hamba, kota-kota, pepohonan, dan binatang-binatang melata merasakan ketenangan.” (HR Bukhari).

Rasulullah SAW pun menunjukkan hal ini. Pernah beliau bersama para sahabat melewati daerah, tempat dulu kaum Tsamud diazab Allah. Nabi melarang sahabat meminum airnya, menimba sumur-sumurnya, hingga beliau memerintahkan agar menggunakan air yang mereka bawa untuk mengadon gandum. Hal ini karena kemaksiatan yang dilakukan kaum Tsamud ini telah memberikan pengaruh negatif kepada kondisi air di sana.
Jadi, kemaksiatan membuat alam semesta menjadi rusak. Solusi memperbaiki kerusakan alam, sekaligus memakmurkannya kembali bisa dilakukan dengan menegakkan keadilan. Itulah janji Allah sesuai firman-Nya, “Dan sekiranya penduduk negeri beriman dan bertakwa, pasti Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi…” (QS al-A’raf: 98).
Banyak kisah yang menyebutkan betapa bumi berada dalam kemakmuran jika diperintah oleh pimpinan yang adil. Imam Ahmad meriwayatkan, “Telah ditemukan dalam gudang milik Bani Umayyah sebutir gandum yang besarnya seperti sebutir kurma. Gandum itu ditemukan dalam sebuah kantung yang bertuliskan, ‘Biji gandum ini tumbuh pada masa keadilan ditegakkan’.” Mungkin masa keadilan tersebut terjadi pada saat Khalifah Umar bin Abdul Aziz. Wallahu a’lam.
Mengelola dan memelihara alam merupakan tugas umat manusia. Bumi dan alam semesta ini merupakan rumah bagi manusia dan tumbuhan serta hewan yang menghiasinya dan benda-benda lain, yang Allah taruh untuk kesejahteraan manusia. Selain konsekuensi logis menempati “rumah” yang harus dirawat, sebagai seorang Muslim, menjaga dan memelihara alam merupakan ibadah.

Bahkan, ibadah yang bermakna jariyah (pahalanya terus mengalir). Nabi SAW bersabda, “Muslim mana saja yang menanam sebuah pohon lalu ada orang atau hewan yang memakan dari pohon tersebut, niscaya akan dituliskan baginya sebagai pahala sedekah.” (HR Bukhari).
Nabi SAW juga menyebutkan, menyingkirkan rintangan di jalan termasuk bagian dari iman, jangan kencing di tempat yang airnya tidak mengalir atau ada lubang hewan, mengalirkan air, menggali sumur, atau menanam kurma termasuk di antara amal yang pahalanya terus mengalir, dan masih banyak lagi anjuran beliau untuk memelihara lingkungan.
Maka itu, sebagai seorang Muslim, kita mestinya lebih serius dalam memelihara dan mengelola lingkungan dibandingkan umat lain. Umat Islam mempunyai dua “kaki” yang harus dijaga, yaitu hal-hal yang bersifat fisik dan metafisik.
Dengan mengelola kedua hal tersebut secara managable maka alam semesta ini akan menjadi negeri yang makmur, adil, dan sejahtera. Gemah ripah loh jinawi tata tentrem kerto raharjo. Dalam bahasa Alquran, menjadi negeri yang baldatun thayyibatun wa rubbun ghafur.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Sayyid Husein Mutahar, Kiprah Habib, dan Paskibraka
Sayyid Husein Mutahar tercatat sebagai yang turut membidani lahirnya Paskibraka.
SELENGKAPNYABagaimana Suasana Proklamasi pada 1945?
Ada sepasukan Barisan Pelopor dari Panjaringan yang datang terlambat dan meminta agar pembacaan proklamasi diulangi kembali.
SELENGKAPNYASaat Liga Arab Perjuangkan Kemerdekaan RI
Ada peranan diplomat Mesir dalam peristiwa bersejarah itu.
SELENGKAPNYA