
Laporan Utama
Majelis Taklim Sumber Islamisasi di Nusantara
Majelis taklim itu khas Indonesia yang dibentuk berabad-abad silam dan terus berjalan hingga kini.
OLEH ANDRIAN SAPUTRA
Majelis taklim telah mewarnai perkembangan Islam di Indonesia. Secara bahasa, majelis berarti tempat duduk, sedangkan taklim (ta'lim) berarti pengajaran. Dengan demikian, majelis taklim bermakna tempat pengajaran.
Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Prof Sukron Kamil, mengatakan, majelis taklim merupakan lembaga pengajaran Islam yang bersifat informal dilaksanakan teratur dengan materi pengajaran tersendiri. Figur utama majelis taklim adalah ulama, kiai, atau ustaz. Mereka menyampaikan narasi keislaman kepada khalayak.
Pada masa Kekhalifahan Bani Umayyah, kata majelis ditujukan untuk menyebut tempat yang digunakan orang-orang untuk mendialogkan berbagai hal, salah satunya berkaitan dengan sastra. Majelis taklim juga tidak persis dengan Kuttab, yakni semacam pendidikan dasar untuk anak-anak usia dini. Kata halaqah meski memiliki kedekatan makna dengan majelis taklim, menurut Prof Sukron, diksi tersebut lebih pada tarbiyah yang bersifat pengasuhan.
View this post on Instagram
"Majelis taklim itu khas Indonesia yang dibentuk berabad-abad silam dan terus berjalan hingga hari ini. Pengajarannya bersifat informal dan diberikan kepada mereka yang sudah dewasa. Kalau kepada yang masih muda, lebih sistematis itu kan disebut pesantren," kata Prof Sukron kepada Republika beberapa hari lalu.
Namun, majelis taklim bukan saja sebatas tempat pengajaran agama. Lebih dari itu, kini majelis taklim telah menjadi bentuk pembinaan sosial. Menurut Prof Sukron, itu terlihat dari program-program majelis taklim yang terorganisasi dan memberi dampak pada sosial kemasyarakatan, misalnya saja dengan melakukan penggalangan bantuan sosial, mengadakan arisan kelompok majelis taklim, dan lainnya.
Penulis buku Genealogi Intelektual Ulama Betawi dan Kepala Lembaga Peradaban Luhur, Ustaz Rakhmad Zailani Kiki, mengatakan, majelis taklim merupakan institusi pendidikan Islam tertua yang hadir sejak Rasulullah mulai mendakwahkan Islam di Kota Makkah secara sembunyi-sembunyi, bertempat di rumah seorang sahabat bernama Arqam bin Abil al-Aqram al-Mahzumi.
Karena itu, majelis taklim Rasulullah tersebut dikenal dalam sejarah Islam dengan nama Darul Arqam, artinya rumahnya Arqam. Majelis taklim kemudian diadakan di Kota Madinah sejak Rasulullah hijrah ke Madinah yang bertempat di Masjid Nabawi. Ini kemudian diteruskan oleh para sahabat, tabiin, tabiit tabiin, dan generasi sesudahnya sampai dakwah Islam masuk ke nusantara.

Karena itu, menurut Ustaz Kiki, para pendakwah Islam yang datang ke nusantara yang juga merupakan produk dari majelis taklim dari Kota Makkah, Madinah, dan kota-kota Islam lainnya dapat dipastikan juga membuat majelis taklim untuk pendidikan umat Islam dengan bertempat di masjid, mushala atau langgar, rumah, dan di berbagai tempat lainnya yang memungkinkan diselenggarakannya majelis taklim.
Menurut Ustaz Kiki, berdasarkan catatan sejarah menunjukkan bahwa Islam pertama kali masuk ke nusantara pada adab ke-7 atau ke-8 dengan temuan perkampungan Islam di sekitar Selat Malaka. Karena itu, menurut dia, di perkampungan itu juga berdiri masjid yang di dalamnya diselenggarakan majelis taklim.
Bukti sejarah masuknya agama Islam di Indonesia terjadi pada abad ke-7 Masehi ditunjukkan oleh berita Cina dari zaman Dinasti Tang. Catatan tersebut menerangkan bahwa pada 674 M, di pantai barat Sumatra telah terdapat perkampungan bernama Barus atau Fansur, yang dihuni oleh orang-orang Arab yang memeluk Islam.

Majelis taklim, menurut Ustaz Kiki, tetap menjadi satu-satunya lembaga pendidikan Islam di era bermunculan kerajaan-kerajaan Islam di berbagai daerah di Indonesia sampai munculnya Pondok Pesantren Syekh Qura di Karawang pada abad ke-14 dan disusul pondok pesantren-pondok pesantren lainnya, terutama yang didirikan oleh Wali Songo dan murid-muridnya.
"Majelis taklim di Indonesia mulai populer lagi di nusantara, di Indonesia sejak abad ke-19, yaitu era gelombang kedua arus migrasi orang-orang Hadhrami, Yaman, kaum Alawiyin yang dikenal dengan sebutan syarif atau habib untuk kalangan prianya dan syarifah untuk kalangan perempuannya, ke pulau-pulau besar di Indonesia," kata Ustaz Kiki.
Ustaz Kiki mengatakan, kaum Alawiyyin, khususnya para ulamanya, memilih majelis taklim sebagai lembaga pendidikan Islam untuk membina dan mendidik umat daripada pondok pesantren. Karena, hal itu lebih memudahkan mereka dalam transformasi ilmu, terlebih untuk menghindari pengawasan penjajah Belanda yang masih merasa terancam dengan perlawanan umat Islam yang dipimpin para kiai dari pondok pesantren-pondok pesantren, utamanya di Pulau Jawa.
Di Batavia, Ustaz Kiki menjelaskan, muncul majelis taklim yang terkenal yang didirikan oleh seorang habib terkenal, yaitu Habib Ali bin Abdurrahman al-Habsyi (Habib Ali Kwitang), yang majelis taklimnya terkenal dengan nama Majelis Taklim Kwitang.

Dari hasil penelitian Ridwan Saidi dan Alwi Shahab bahwa majelis taklim tersebut adalah yang pertama kali beraktivitas pada 20 April 1870 merupakan yang tertua di Betawi. Setelah Habib Ali Kwitang wafat, majelisnya diteruskan oleh anaknya, Habib Muhammad al-Habsyi, dan kemudian dilanjutkan oleh cucunya, Habib Abdurrahman al-Habsyi.
Dari Majelis Taklim Habib Ali Kwitang inilah muncul ulama-ulama besar Betawi, seperti KH Abdullah Syafi'ie (pendiri Perguruan Islam Asy-Syafi'iiyyah) dan KH Tohir Rohili (pendiri Perguruan Islam Ath-Thahiriyah). Keduanya kemudian juga mendirikan majelis taklim, yaitu Majelis Taklim Asy-Syafi’iyah di Bali Matraman, Jakarta Selatan, dan Majelis Taklim Thahiriyah di Jalan Kampung Melayu Besar, Jakarta Selatan.
Kedua majelis taklim ini kemudian berkembang pesat sehingga memiliki perguruan Islam, mulai dari tingkat taman kanak-kanak sampai perguruan tinggi. Dalam perkembangannya, kedua majelis taklim tersebut lebih menonjol kepesertaannya dari kalangan ibu-ibu atau perempuan dan dipimpin oleh anak-anak perempuan mereka.

Umat Islam di DKI Jakarta, terutama kalangan Muslimat, tidak asing dengan nama Dr H Tuti Alawiyah AS (penerus Majelis Taklim Asy-Syafi'iiyah) dan Dr Hj Suryani Thahir (penerus Majelis Taklim Ath-Thahiriyah/As-Suryaniyah Ath-Thahiriyah).
Dengan demikian, menurut Ustaz Kiki, majelis taklim kitab di Jakarta atau Betawi merupakan institusi pendidikan yang memiliki fungsi strategis dalam memaksimalkan masjid sebagai tempat pendidikan umat. Hal ini dikarenakan, sebagian besar majelis taklim dari dahulu sampai sekarang, khususnya di Betawi, menjadikan masjid sebagai tempat aktivitasnya dan sangat berperan penting dalam melahirkan ulama Betawi yang mumpuni dalam bidangnya.
"Sampai hari ini, majelis taklim masih menjadi lembaga pendidikan Islam yang populer di Indoensia walaupun sudah ada lembaga pendidikan Islam lainnya, seperti pondok pesantren dan madrasah," katanya.
Majelis Taklim Perkokoh Persatuan
Keberadaan majelis taklim yang terus tumbuh subur sejak kemerdekaan Indonesia telah membawa pengaruh besar terhadap pembangunan nasional. Ribuan majelis taklim yang tersebar di berbagai wilayah tidak hanya sebatas menjadi wadah bagi umat Muslim menimba ilmu agama.
Namun, lebih dari itu, keberadaan majelis taklim yang tersebar di berbagai daerah makin memperkokoh persatuan umat Islam. Misalnya, dengan terbentuknya Badan Kontak Majelis Taklim (BKMT) pada 1 Januari 1981, yakni sebuah organisasi yang menjadi wadah ribuan majelis taklim. Organisasi ini juga memungkinkan setiap majelis taklim saling berbagi program untuk pengembangan majelis taklim.

Karena itu, menurut Ketua Pusat Dakwah dan Perbaikan Akhlak Bangsa Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Masyhuril Khamis, majelis taklim telah mempersatukan seluruh umat. Peran Majelis Taklim sangat dominan sebagai lembaga kajian nonformal yang tumbuh seiring peradaban bangsa ini.
"Peran serta guru, kiai, nyai, ustaz, dalam mengasuh majelis taklim sangat penting terutama pada upaya meningkatkan pemahaman agama dan untuk merekat ukhuwah Islamiyah, ukhuwah wathaniyah, dan ukhuwah insaniyah," kata kiai Masyhuril kepada Republika, beberapa hari lalu.
Kiai Masyhuril yang juga ketua umum Pengurus Besar Al Jamiyatul Washliyah menilai, kegiatan majelis taklim berbasis masyarakat baik melalui masjid dan kelompok-kelompok pengajian sangat efektif dalam mewarnai dakwah di Tanah Air.
Menurut Kiai Masyhuril majelis taklim telah mewarnai nilai-nilai spiritual umat. Bahkan, majelis taklim mewarnai nilai heroik kejuangan, termasuk menggerakkan semangat merebut kemerdekaan dan mengisinya.
Nilai akidah dan akhlak serta disempurnakan dengan ilmu syariah dan kajian ilmu lainnya menjadi materi penting yang membuat majelis taklim dapat menjadi tempat membina umat dan tempat bertanya jamaahnya. Kiai Masyhuril berharap majelis taklim semakin inovatif dalam mengemas konten-konten dakwah terlebih dengan perkembangan teknologi.
View this post on Instagram
Menurutnya, perkembangan majelis taklim saat ini diharapkan lebih inovatif dan kreatif terutama dalam mengayomi kondisi jamaah yang saat ini serba instan. Karena itu, metode kajian harus menyesuaikan dangan kondisi kekinian.
"Penggunaan media sosial dan media elektronik lainnya sebaiknya menjadi alternatif untuk pengembangan majelis taklim. Prospek majelis taklim masih tetap menjadi kebutuhan umat, apabila metode, dan materi taklim dapat menjawab kebutuhan umat, termasuk untuk generasi muda kita," katanya.
Ketua PBNU KH Ahmad Fahrur Rozi atau akrab disapa Gus Fahrur mengatakan, majelis taklim merupakan salah satu lembaga pendidikan keagamaan non formal khas Islam yang tumbuh subur di tengah-tengah masyarakat sejak lama. Majelis taklim yang kerap diselenggarakan di masjid dan mushala atau tempat lainnya telah mendorong masyarakat untuk berpartisipasi dalam pembangunan bangsa.
Melalui majelis taklim, papar Kiai Fahrur, masyarakat dapat mendapatkan pencerahan, bimbingan, dan penguasaan materi keagamaan yang baik dan benar untuk kemaslahatan berbangsa dan bernegara, mendorong partisipasi masyarakat dalam pembangunan.
"Keberadaan lembaga ini sangat efektif menjadi salah satu sarana pembinaan moral spiritual masyarakat untuk menambah pengetahuan keislaman dan meningkatkan kualitas sumber daya Muslim yang beriman dan bertakwa kepada Allah SWT," katanya.
Saat ini, Kiai Fahrur menilai, perkembangan majelis taklim perlu difasilitasi pemerintah agar terarah dan menghindari dai yang tidak kompeten atau radikal.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Puluhan Ribu Majelis Taklim Tersebar di Seluruh Indonesia
Majelis taklim dapat memberikan sumbangsih pemikiran positif bagi pembinaan umat.
SELENGKAPNYAMuhammad Natsir: Pahlawan dan Pendidik Teladan
Tidak banyak orang mengenal Muhammad Natsir sebagai guru dan pendidik sejati.
SELENGKAPNYAArab Saudi Perlonggar Kebijakan Umrah
Saudi juga telah mempermudah penerbitan visa dan menambah masa tinggal visa umrah menjadi 90 hari.
SELENGKAPNYA