
Fikih Muslimah
Wali Nikah, Hukumnya Sunah atau Wajib?
Adanya wali merupakan salah satu dari tiga syarat akad nikah.
OLEH IMAS DAMAYANTI
Adanya wali merupakan salah satu dari tiga syarat akad nikah. Adapun demi keabsahan pernikahan, terdapat pula syarat-syarat yang dibebankan kepada wali nikah. Namun, apa hukumnya ada wali nikah dalam pernikahan?
Ibnu Rusyd dalam kitab Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtashid menjelaskan, para ulama saling berselisih pendapat apakah wali termasuk syarat sah nikah atau tidak. Menurut Imam Malik, yang dikutip oleh Asyhab, sesungguhnya tidak ada nikah tanpa wali dan sesungguhnya wali adalah salah satu syarat sah nikah. Imam Syafii setuju dengan pendapat tersebut.
Sedangkan menurut Imam Abu Hanifah, Zufar, asy-Syu'bi, dan az-Zuhri, boleh hukumnya seorang wanita melakukan akad tanpa wali asalkan calon suaminya sekufu dan sepadan. Sementara Imam Dawud membedakan antara wanita yang berstatus gadis dengan wanita yang berstatus sudah janda.

Menurut Imam Dawud, untuk wanita yang masih berstatus gadis disyaratkan harus ada wali dan untuk wanita yang berstatus janda tidak disyaratkan ada wali. Ibnu Qasim mengutip versi pendapat yang keempat dari Imam Malik tentang masalah wali, persyaratan wali hukumnya sunah, bukan fardhu.
Sebab, menurut Imam Malik, waris mewarisi antara pasangan suami istri tanpa perlu syarat wali. Seorang wanita boleh diwakilkan kepada seorang lelaki untuk menikahkannya.
Namun, Imam Malik juga menganjurkan agar seorang janda meminta kepada walinya untuk menikahkan dirinya. Ini artinya, menurut Imam Malik, dalam pernikahan wali hanya sebagai syarat kesempurnaan saja, bukan syarat sah.
Silang pendapat ini karena tidak ada satu pun ayat atau hadis yang secara tegas mensyaratkan adanya wali dalam pernikahan, apalagi berupa nash yang menyatakan demikian. Bahkan, ayat-ayat dan hadis-hadis yang biasa dijadikan argumen oleh para ulama yang mensyaratkan wali masih mengandung kemungkinan-kemungkinan.
Silang pendapat ini karena tidak ada satu pun ayat atau hadis yang secara tegas mensyaratkan adanya wali dalam pernikahan.
Begitu juga ayat-ayat dan hadis-hadis yang biasa dijadikan dasar oleh para ulama yang tidak mensyaratkan wali juga mengandung kemungkinan-kemungkinan. Selain itu, hadis tersebut kesahihannya juga diperselisihkan oleh para ulama, kecuali hadis Ibnu Abbas.
Di antara alasan yang paling jelas mengacu pada Alquran tentang disyaratkannya wali dalam firman Allah di surah al-Baqarah ayat 232, "Apabila kamu hendak menalak istri-istrimu, lalu habis masa iddahnya, maka janganlah kamu menghalangi mereka nikah lagi dengan calon suaminya."
Kata “mereka” dalam ayat tersebut ditujukan kepada para wali. Jika dianggap tidak memiliki hak perwalian, tentu mereka tidak dilarang untuk menghalanginya. Dalam firman Allah surah al-Baqarah ayat 221 disebutkan, “Janganlah kamu menikahi wanita-wanita musyrik, sebelum kamu beriman.”
Kata “mereka” dalam ayat tersebut ditujukan kepada para wali. Dan di antara hadis-hadis terkenal yang dijadikan dasar oleh mereka ialah hadir yang diriwayatkan az-Zuhri bersumber dari Urwah dari Sayyidah Aisyah yang berkata bahwa Rasulullah bersabda, "Setiap wanita yang menikah tanpa izin walinya, maka nikahnya batal, maka nikahnya batal, maka nikahnya batal. Dan kalau ia sudah digauli, maka maskawinnya adalah berdasarkan apa yang telah didapat darinya. Dan kalau mereka berselisih, maka penguasa adalah wali wanita yang tidak punya wali sama sekali."
Adapun ulama yang berpendapat tidak mensyaratkan wali mengemukakan dalil dari Alquran surah al-Baqarah ayat 234, “Tiada dosa bagimu (para wali) membiarkan mereka berbuat terhadap diri mereka menurut yang patut." Berdasarkan pandangan mereka, ayat ini merupakan dalil bahwa seorang wanita boleh menikahkan dirinya sendiri.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Tiba di Madinah, Jamaah Diimbau Taat Prokes
Belum ada wacana tes acak Covid-19 bagi jamaah Indonesia di Tanah Suci.
SELENGKAPNYAKebijakan Suku Bunga Dukung Pemulihan
BI akan memperkuat upaya stabilisasi nilai tukar rupiah.
SELENGKAPNYA