Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana saat menyampaikan keterangan pers terkait dugaan aliran dana terlarang yang dilakukan lembaga filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT) di kantor PPATK, Jakarta, Rabu (6/7/2022). | Republika/Thoudy Badai

Nasional

Revisi UU PUB akan Diusulkan dalam Prolegnas

UU PUB juga belum mengatur besarnya dana operasional yang diizinkan.

JAKARTA -- Perbaikan terhadap Undang-Undang 9 Tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang dan Barang (UU PUB) disebut akan kedepankan asas transparansi. Anggota Komisi VIII DPR dari Fraksi Partai Demokrat, Nanang Samodra, mengaku UU PUB sudah tidak relevan diterapkan saat ini.

Ia menyatakan setuju DPR untuk merevisi UU ini sebagai upaya perbaikan. “Betul saya setuju UU Nomor 9 Tahun 1961 tentang Pengumpulan Uang dan Barang perlu disempurnakan karena sudah tidak relevan lagi. Terutama, terkait dengan hal belum mengedepankan asas transparansi," kata Nanang kepada Republika, Selasa (12/7). 

Selain itu, menurut dia, sanksi yang diterapkan dalam UU tersebut dinilai terlalu rendah, yaitu hanya tiga bulan dan Rp 10 ribu. UU PUB juga belum mengatur besarnya dana operasional yang diizinkan. "Belum diatur mengenai mekanisme pelaporan dan pertanggungjawaban," ujarnya. 

photo
Mantan Presiden Aksi Cepat Tanggap (ACT) Ahyudin (tengah) menjawab pertanyaan wartawan usai menjalani pemeriksaan di Bareskrim Mabes Polri, Jakarta, Senin (11/7/2022). - (ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/wsj.)

UU PUB diketahui belum masuk Prolegnas 2020-2024. Politikus Partai Demokrat itu mengatakan, Komisi VIII berencana untuk dapat memasukkan revisi UU PUB ke dalam prolegnas. "Namun, karena belum masuk dalam program lima tahunan, maka seusai reses segera akan kita usulkan tambahan RUU tersebut," ungkapnya. 

Anggota Komisi VIII DPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Luqman Hakim, juga menilai UU PUB tidak lagi relevan dengan perkembangan situasi saat ini dan ke depan. Ia mendorong agar undang-undang tersebut bisa segera direvisi. "Perlu disempurnakan regulasi yang mengatur pengumpulan donasi masyarakat, baik berupa uang maupun barang," kata Luqman kepada Republika, Senin (11/7). 

Luqman menilai aspek akuntabilitas perlu diatur dalam perbaikan UU PUB nantinya. Selain itu, perlu juga diperkuat kontrol publik dan pemerintah. "Salah satunya masalah akuntabilitas. Hal lainnya, masalah lainnya, mekanisme kontrol publik dan pemerintah, perlu norma yang kuat," ujarnya.

Sebelumnya, pakar hukum tata negara, Bivitri Susanti, menilai pemerintah dan DPR perlu segera merevisi UU PUB. Undang-undang tersebut belum direvisi sejak 1961. Revisi perlu dilakukan dangan munculnya momentum kasus dugaan penyelewengan dana publik oleh lembaga Aksi Cepat Tanggap (ACT). 

"Nah, momentum ini pemerintah dan DPR segera buru-buru koreksi undang-undangnya dibuat sistemnya lebih akuntabel, jadi kita tidak pakai cara lama yang potensi filantropi yang luar biasa besar dari masyarakat ini betul-betul bisa juga negara bisa hadir untuk itu," ujarnya.

Bivitri juga membandingkan UU Pengumpulan Uang dan Barang dengan UU Zakat yang dinilai lebih akuntabel karena baru dilakukan perubahan pada 2011. Sementara, UU Pengumpulan Uang dan Barang belum mengangkat aspek akuntabilitas tersebut.

"Beberapa kawan dulu bergiat di salah satu riset filantropi Indonesia untuk mendorong adanya perubahan undang-undang ini dan sudah banyak kami berikan, tapi nyangkut terus di DPR. Saya kurang paham mengapa ini alasan politiknya dan ini mudah-mudahan lanjut lagi," katanya menegaskan.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Setelah Lili Mundur, Lalu Apa?

Dewas KPK tidak bisa menyidang eks pimpinan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban itu.

SELENGKAPNYA

Indonesia Memulai Perjuangan di FIBA Asia Cup

Indonesia bergabung di Grup A bersama Arab Saudi, Yordania, dan Australia.

SELENGKAPNYA

Sri Lanka Vakum Kekuasaan

Para pemimpin oposisi terus berunding untuk membentuk pemerintahan alternatif.

SELENGKAPNYA