
Kabar Utama
Indonesia Bisa Jadi Penengah Rusia-Ukraina
Deeskalasi perang Ukraina-Rusia diperlukan sehingga kedua belah.
JAKARTA -- Rencana kunjungan Presiden Joko Widodo ke Ukraina dan Rusia dinilai bisa mendorong perdamaian kedua negara. Apalagi, Pemerintah Rusia telah menyatakan antusiasmenya untuk menyambut kedatangan Jokowi dan siap menghadiri KTT G-20 di Indonesia.
Kalangan ekonom menekankan, konflik antara Rusia dan Ukraina harus secepatnya diredam agar dampaknya terhadap perekonomian global tak makin besar. Menurut ekonom Center of Reform (Core) Indonesia, Yusuf Rendy, kunjungan Jokowi mampu menurunkan tensi terhadap proteksi dagang atau pembatasan ekspor yang dilakukan Rusia dan Ukraina.
Rendy menjelaskan, Indonesia juga bisa melobi Rusia agar jalur Laut Hitam tetap terbuka bagi pengiriman gandum Ukraina ke negara lainnya. “Deeskalasi perang Ukraina-Rusia diperlukan sehingga kedua belah pihak mau menahan diri terhadap agresi yang lebih membahayakan situasi geopolitik dan pemulihan ekonomi,” kata Rendy, Jumat (24/6).

Dia mengatakan, kunjungan Jokowi juga penting untuk memastikan Rusia dan Ukraina dapat hadir di forum G-20 meskipun status Ukraina adalah observer dan bukan anggota G-20. Tujuannya untuk mempertemukan dua kepala negara dan menunjukkan upaya Indonesia sebagai pemegang presidensi G-20.
“Indonesia bisa membantu negara Eropa keluar dari krisis energi dengan meningkatkan kerja sama via Ukraina untuk memasok kebutuhan energi yang diperlukan,” ucapnya.
Rencana kunjungan Jokowi juga menunjukkan peran Indonesia sebagai negara yang aktif meredam konflik global meskipun tidak memiliki kepentingan langsung dalam perang Ukraina-Rusia. Hal itu akan meningkatkan persepsi investor dan negara mitra dagang terhadap Indonesia sehingga mempercepat realisasi investasi yang masuk.
Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menilai misi damai yang dibawa oleh Indonesia akan menjadi semacam pintu bagi kedua negara untuk mempertimbangkan jalan damai sehingga dapat segera mengakhiri perang.
“Dengan asumsi kunjungan perdamaian ini berhasil, tentu ini akan secara tidak langsung berdampak pada lebih stabilnya kondisi perekonomian global, terutama melalui harga energi yang akan relatif lebih rendah dan juga harga pangan yang berada di posisi yang lebih rendah,” kata Bhima, kemarin.
Bhima menambahkan, rencana kunjungan Jokowi ke Ukraina dan Rusia menunjukkan politik bebas aktif yang selama ini dianut oleh Indonesia dengan tidak memihak kepentingan-kepentingan tertentu dalam sebuah konflik. Artinya, Indonesia berpeluang menjadi salah satu negara yang membawa misi damai bagi kedua negara yang tengah berperang.
“Kedua kondisi di atas tentu akan mengurangi potensi peningkatan inflasi yang sangat tinggi, terutama sepanjang sisa 2022,” ucapnya.
Bhima menyebutkan, jika angka inflasi bisa ditekan maka kebijakan-kebijakan lain pun bisa ditunda, seperti kebijakan bank sentral menaikkan suku bunga acuan. Itu tidak hanya berlaku di negara maju seperti Amerika Serikat, tetapi juga Indonesia.
“Bank Indonesia tentu tidak akan perlu terburu-buru dalam menaikkan suku bunga acuan jika inflasi berada pada level yang terkontrol. Kondisi ini tentu akan menguntungkan proses pemulihan ekonomi di dalam negeri mengingat suku bunga acuan masih akan berada pada level rendah, sehingga ongkos pembiayaan bagi pelaku usaha bisa tetap pada level yang akomodatif,” katanya.
Sesuai rencana, Presiden Jokowi akan bertemu dengan Presiden Rusia Vladimir Putin pada 30 Juni mendatang. Menurut Kremlin, pertemuan tersebut sangat penting. “Ini akan menjadi kunjungan yang sangat penting. Kami sedang mempersiapkannya,” kata seorang sumber di Pemerintah Rusia, seperti dikutip kantor berita TASS, pertengahan Juni lalu.
“Presiden Joko Widodo dari Indonesia akan mengunjungi Moskow pada 30 Juni,” katanya.
Sumber itu juga mengatakan, Indonesia merupakan mitra penting bagi Rusia serta telah menjaga hubungan bidang ekonomi dan politik secara intensif. Pada bagian lain, dia juga mengatakan, Putin telah diundang untuk menghadiri KTT G-20 yang tahun ini diketuai oleh Indonesia.

“Kami tentu akan hadir," ujarnya seraya menambahkan bahwa format kehadiran Putin akan ditentukan kemudian.
Menteri Luar Negeri Retno Marsudi pada Rabu (22/6) mengatakan, Presiden Jokowi akan melakukan pertemuan dengan Presiden Vladimir Putin dan Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy dalam kunjungan ke kedua negara tersebut pada akhir Juni. Jokowi akan menjadi pemimpin negara Asia pertama yang mengunjungi kedua negara itu sejak Rusia melancarkan hal yang mereka sebut sebagai "operasi khusus" di Ukraina.

Anggota Komisi I DPR dari Fraksi PKS, Sukamta, mendukung langkah Presiden untuk bertemu Zelenskyy dan Putin. "Semoga Indonesia akan kembali memainkan peran signifikan dalam ikut serta menjaga perdamaian dunia karena perang ini membawa dampak negatif bagi kita semua," kata Sukamta dalam keterangannya, kemarin.
Sukamta memaparkan, puluhan ribu warga sipil tewas karena perang tersebut. Jutaan warga Ukraina juga menjadi pengungsi. "Dampak perang dirasakan oleh kita semua, juga khususnya oleh negara berkembang dan berpenghasilan rendah," ujarnya.
Ia menambahkan, harga barang-barang makin mahal. Di beberapa negara, inflasi meningkat tajam. Negara-negara Afrika sangat terpengaruh oleh krisis karena perang tersebut. Harga gandum, minyak goreng, bahan bakar, dan pupuk makin melonjak.
Konflik kali ini juga berdampak pada meningkatnya ancaman krisis pangan dan energi global. "Karenanya, Indonesia juga penting untuk membawa misi tentang pangan dan energi," ujar Wakil Ketua Fraksi PKS ini.

Sukamta yang juga merupakan ketua DPP PKS Bidang Pembinaan dan Pengembangan Luar Negeri ini menjelaskan, pihaknya sejak awal mendorong agar Indonesia bisa memainkan peran konkret dalam menghentikan peperangan dan mewujudkan perdamaian antarnegara yang bertikai. Kunjungan Presiden Jokowi ini merupakan langkah konkret tersebut yang tentunya tidak terlepas dari tanggung jawab Indonesia yang saat ini memegang presidensi G-20.
"Ini tanggung jawab berat karena diemban pada situasi yang tidak mudah, pandemi belum resmi berakhir, dan terjadinya perang Ukraina-Rusia," tutur Sukamta.
Menurut doktor lulusan Manchester, Inggris, ini, kondisi tersebut menjadi tantangan yang sangat menarik untuk dihadapi Indonesia. Kepemimpinan Indonesia mendapatkan ruang dan momentum yang mungkin akan dikenang 20-30 tahun yang akan datang bahwa Indonesia ketika memegang presidensi G-20 mampu menjadi penengah Rusia dan Ukraina. Ini momentum bagi Indonesia untuk bisa mendamaikan negara-negara yang bertikai.
Puluhan Paspampres Bersenjata Lengkap Kawal Jokowi di Kiev
Paspampres menyiapkan tim penyelamatan yang biasanya saat kegiatan tertentu tidak diikutsertakan.
SELENGKAPNYAGempita Holding Industri Pertahanan
Industri pertahanan nasional mampu menopang dimensi ekonomi satu negara.
SELENGKAPNYASelamat Datang, Ronaldinho!
Ronaldinho dijadwalkan akan mendarat di Indonesia pada Jumat (24/6) hari ini.
SELENGKAPNYA