Seorang anak kampung Arborek meniup kulit Bia alat musik khas Papua di pantai Kampung Arborek, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat, Rabu (27/10/2021). | ANTARA FOTO/Olha Mulalinda

Nasional

Pemekaran ‘Memaksa’ Revisi UU Pemilu

Jika tak ada revisi UU Pemilu, Presiden harus menerbitkan perppu.

JAKARTA -- Pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Provinsi Papua Selatan, RUU tentang Provinsi Papua Tengah, dan RUU tentang Provinsi Papua Pegunungan berpotensi mengubah UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu). Sebab, jika RUU tersebut disahkan menjadi UU, pembentukan ketiga provinsi akan terealisasi.

Dalam pembahasannya, panitia kerja menggunakan daftar inventaris masalah (DIM) dari draf RUU Provinsi Papua Selatan yang kemudian disesuaikan dengan dua RUU lainnya. Dalam pasal 15 ayat 1 draf ketiga RUU daerah otonomi baru (DOB) Papua dijelaskan, jumlah kursi untuk Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Tengah, dan Provinsi Papua Pegunungan ditetapkan sebanyak tiga kursi.

Imbasnya, Provinsi Papua Selatan, Provinsi Papua Tengah, dan Provinsi Papua Pegunungan wajib memiliki wakilnya di DPR sesuai dengan daerah pemilihannya (dapil). Direktur Jenderal Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri), Bahtiar, menjelaskan, dalam Pasal 186 UU Pemilu diatur ihwal jumlah anggota DPR yang sudah ditetapkan sebanyak 575, artinya jumlah tersebut tak boleh ditambah.

Adapun jumlah kursi di DPR untuk dapil Papua saat ini adalah sebanyak 10 kursi dan dapil Papua Barat sebanyak tiga kursi. "Masalah untuk DPR dan DPD karena itu tidak dijangkau oleh hukum pilkada atau hukum lainnya. Undang-Undang Pemilu sudah telanjur mengunci jumlah anggota DPR RI 575 dan jumlah anggota DPR dari Papua hanya 10 kursi," ujar Bahtiar, Rabu (22/6) malam.

Sementara itu, dalam Pasal 187 ayat 2 UU Pemilu diatur bahwa jumlah kursi di setiap dapil paling sedikit adalah tiga kursi dan maksimal 10 kursi. Jika pembentukan tiga DOB baru Papua itu terealisasi, setidaknya ada sembilan kursi baru di DPR untuk mengakomodasi ketiga provinsi baru tersebut.

Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej menuturkan, butuh aturan atau pasal peralihan sebagai substansi baru dalam ketiga RUU tersebut. Menurut dia, aturan peralihan sebagai substansi baru, pengisian jumlah kursi DPR, DPD, DPRD provinsi, dan penetapan dapil diatur lebih lanjut dalam Undang-Undang Pemilu.

"Artinya, dengan ketentuan ini, Yang Mulia, memerintahkan kepada pemerintah dan DPR untuk mau tidak mau merevisi Undang-Undang Pemilu," ujarnya.

photo
Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej (kiri) mengikuti rapat kerja dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (15/11/2021).
 

Jika DPR dan pemerintah tak melakukan revisi UU Pemilu, konsekuensinya adalah Presiden harus menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu). Peneliti dari Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi), Lucius Karus, menilai revisi UU Pemilu untuk mengakomodasi pemekaran tiga daerah otonomi baru (DOB) Papua akan mengganggu persiapan Pemilu 2024.

"Dari sisi proses legislatif, saya kira peluang itu semakin tipis mengingat tahapan Pemilu 2024 sudah mulai berjalan. Perubahan pada UU Pemilu bisa mengganggu tahapan yang sudah disiapkan penyelenggara pemilu," ujar Lucius saat dihubungi, Kamis (23/6). 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Doa ‘Malu-Malu’ Si Kembar di Tanah Suci

Pergi haji merupakan mimpi dari Mariano dan Mariana sejak 11 tahun silam.

SELENGKAPNYA

Syariat, Hakikat, Makrifat

Islam berada di urutan paling bawah, disusul iman, baru kemudian ihsan.

SELENGKAPNYA

Paloh: Nasdem-PKS Belum Koalisi

Poros Nasdem-PKS-Demokrat berpeluang mengusung Anies-AHY.

SELENGKAPNYA