Terdakwa kasus dugaan pembunuhan Handi Saputra dan Salsabila, Kolonel Infanteri Priyanto saat menjalani sidang lanjutan di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Jakarta Timur, Kamis (7/4/2022). | Flori Sidebang/Republika

Nasional

Kolonel Priyanto Divonis Seumur Hidup

Kepribadian terdakwa dinilai dapat membahayakan orang lain.

JAKARTA -- Majelis hakim Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta menjatuhkan vonis seumur hidup terhadap Kolonel Infanteri Priyanto. Prajurit TNI Angkatan Darat itu dinilai terbukti melakukan pembunuhan berencana terhadap Handi Saputra dan Salsabila, dua remaja yang mengalami kecelakaan lalu lintas di Nagreg, Jawa Barat pada Desember 2021.

"Menjatuhkan pidana pokok penjara seumur hidup. Pidana tambahan dipecat dari dinas militer," kata Hakim Ketua, Brigjen TNI Faridah Faisal saat membacakan putusan dalam persidangan tersebut, Selasa (7/6).  

Kasus ini bermula dari Kolonel Priyanto dan dua anak buahnya, Kopda Andreas Dwi Atmoko dan Koptu Ahmad Sholeh menabrak Handi dan Salsa di Nagreg, Jawa Barat pada awal Desember 2021. Setelah terlibat kecelakaan itu, mereka tidak membawa korban tersebut ke rumah sakit, tetapi justru membuang tubuh Handi dan Salsa di Sungai Serayu, Jawa Tengah. Rekam medis menyatakan Salsa dibuang dalam kondisi meninggal dunia, sedangkan Handi masih hidup.

Faridah mengungkapkan, Priyanto terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pembunuhan berencana secara bersama-sama, penculikan, menghilangkan mayat dengan maksud sembunyikan kematian. Faridah menuturkan, yang meringankan hukuman Priyanto di antaranya telah berdinas sekitar 28 tahun dan belum pernah dipidana maupun dijatuhkan hukuman disiplin. Terdakwa juga menyesal atas perbuatannya.

photo
Terdakwa kasus meninggalnya dua remaja sipil di Nagreg, Jawa Barat, Kolonel Infanteri Priyanto (kiri) saat memberikan tanggapannya dalam sidang lanjutan di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Jakarta Timur, Kamis (31/3/2022). - (Flori Sidebang/Republika)

Di sisi lain, yang memberatkannya adalah Priyanto selaku prajurit berpangkat kolonel dididik untuk melindungi kelangsungan hidup negara dan masyarakat. Bukan untuk membunuh rakyat yang tidak berdosa. "Bahwa perbuatan terdakwa telah merusak citra TNI Angkatan Darat ,khususnya kesatuan terdakwa di masyarakat," ujarnya.

Faridah melanjutkan, perbuatan Priyanto termasuk berat sehingga mempengaruhi kondisi psikologis masyarakat, terkhusus para keluarga korban. Karena itu, hukuman terdakwa harus setimpal dengan perbuatan yang dilakukannya.

"Perbuatan dan cara terdakwa menghabisi nyawa korban dilakukan dengan kejam dan sangat bertentangan dengan hak asasi manusia, sikap dan kepribadian terdakwa yang menganggap remeh dan tidak menghargai hak asasi manusia dapat membahayakan orang lain," kata dia.

Priyanto dan Oditur Militer Tinggi II Jakarta memiliki waktu selama tujuh hari untuk menyatakan sikap menerima putusan atau mengajukan banding. Priyanto menyatakan bakal menggunakan haknya untuk berpikir dan berdiskusi terlebih dahulu dengan tim penasihat hukum. "Kami nyatakan pikir-pikir," kata dia.

Keputusan yang sama diajukan Oditur Militer Tinggi II Jakarta. "Pikir-pikir, Yang Mulia," jawab Oditur Militer Tinggi II Jakarta, Kolonel Sus Wirdel Boy.

Pada hari yang sama, Majelis hakim Pengadilan Militer II-09 Bandung memvonis enam bulan penjara kepada Kopda Andreas Dwi Atmoko.  Ia dinilai lalai yang mengakibatkan dua korban mengalami kecelakaan lalu lintas dan meninggal dunia.

"Memidana terdakwa dengan penjara enam bulan," kata Hakim Ketua, Kolonel Chk Masykur seperti dikutip dalam amar putusan, Selasa (7/6). Vonis tersebut lebih ringan dari tuntutan oditur militer Bandung yang menuntut 10 bulan penjara.

Hakim menyatakan terdakwa masih muda dan bisa dibina kembali untuk dapat menjadi prajurit yang lebih baik. Terdakwa juga dinilai sudah memiliki niat menolong para korban. Sementara, satu terdakwa lainnya, Koptu Ahmad Sholeh belum mendapatkan vonis.

photo
Sidang kasus pembunuhan dua remaja sipil di Nagreg, Jawa Barat, dengan terdakwa Kolonel Infanteri Priyanto. Empat orang saksi diperiksa dalam sidang yang digelar di Pengadilan Militer Tinggi II Jakarta, Jakarta Timur, Kamis (24/3/2022). - (Flori Sidebang/Republika)

Terima saja

Orang tua korban Handi Saputra, Etes Hidayatullah (54 tahun) mengatakan, pihak keluarga menerima vonis berat untuk Priyanto. "Ya puas enggak puas. Kita mengikuti hukum yang ada saja. Kita kan negara hukum, tidak bisa lebih," kata Etes di kediamannya, Desa Cijolang, Kecamatan Limbangan, Garut, kemarin.

Ia mengungkapkan, istrinya semula ingin terdakwa dijatuhi hukuman mati. Namun, pihaknya tetap menerima vonis itu. Hanya saja, Etes ingin ada keluarga dari pihak terdakwa yang datang langsung untuk meminta maaf. "Selama ini, dari keluarga tiga terdakwa tidak ada yang ke sini. Kalau datang, kami akan terima saja. Silahkan. Keluarganya kan itu tidak tahu apa-apa," kata dia.

Ia berharap, almarhum anaknya dapat tenang dan diterima iman dan Islam-nya. Sebab, almarhum anaknya merupakan korban kezaliman. n bayu adji p ed: ilham tirta

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Ganjar Diminta Santai Tunggu Mega

Politikus PDIP meminta Ganjar bersikap santai terkait Pilpres 2024.

SELENGKAPNYA

TNI AD Janji Transpran dalam Proses Hukum Sertu AFTJ

Kejadian itu dipicu saling senggol saat acara hiburan digelar usai resepsi.

SELENGKAPNYA

Jaksa Kasasi Pengurangan Hukuman Terdakwa ASABRI

Kejaksaan tidak menjelaskan alasan pengajuan kasasi terhadap hukuman Jimmy Sutopo

SELENGKAPNYA