Petugas Panitia Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) menyambut jamaah calon haji kloter pertama dari embarkasi Solo setibanya di Bandar Udara Internasional Amir Muhammad bin Abdul Aziz (AMMA), Madinah, Sabtu (3/6/2022). | ANTARA FOTO/HO/Media Center Haji 2022/aww.

Jurnal Haji

Suhati dan Lelahnya Antrean Imigrasi

Sembilan jam perjalanan di pesawat ditambah proses imigrasi yang melelahkan.

OLEH A SYALABY ICHSAN dari Madinah, Arab Saudi

Tangis Zainal pecah. Warga Kampung Hutan, RT 16/05, Ragunan, Pasar Minggu, Jakarta Selatan, itu kembali berurai air mata saat Republika dan para jurnalis dari Media Center Haji (MCH) mencoba menghiburnya di ruang tunggu Terminal Haji Bandara Mohammed bin Abdul Aziz (AMAA), Madinah, Sabtu (4/6).

Dia tak mengira jika istrinya, Suhati binti Rahmat Ali, dipanggil Sang Khalik di Kota Rasulullah itu. Sambil menutupi wajahnya, Zainal meminta maaf karena tak bisa menemani almarhumah menuntaskan haji. “Ya Allah, maafkan saya, Bu,” ujar Zainal lirih.

Tangis Zainal mengharukan kami. Betapa tidak, Suhati tercatat menjadi jamaah pertama yang wafat pada musim haji 1443/2022 ini di Tanah Suci. Jamaah dari Embarkasi JKG (Jakarta-Pondok Gede) Kloter JKG 1 ini tiba di bandara pada Sabtu sekitar pukul 11.00 waktu Arab Saudi. Kedatangan mereka hanya berselisih dua jam dari para jamaah Embarkasi Solo (SOC), kloter pertama yang tiba di Madinah.

 
Sambil menutupi wajahnya, Zainal meminta maaf karena tak bisa menemani almarhumah menuntaskan haji. 
 
 

Zainal pun tidak menduga jika istrinya akan wafat di bandara. Padahal, kata Zainal, Suhati masih sempat berbincang dan bercanda dengannya saat tiba dari pesawat. Keterangan dari dr Agus Sultoni, ketua Pos Kesehatan Daker Bandara PPIH Arab Saudi, juga menjelaskan demikian. Suhati terbilang sehat saat masih di Indonesia.

Namun, berdasarkan keterangan pihak bandara, Suhati meninggal dunia akibat gangguan irama jantung. Agus pun mengakui, Suhati yang memang sudah berusia di atas 60 tahun punya riwayat jantung dan hiperlipidemia (istilah medis untuk kondisi kolesterol tinggi). Kondisi itu memang tidak menimbulkan gejala, tetapi meningkatkan risiko penyakit jantung dan strok.

Faktor kelelahan setelah turun dari pesawat, kemudian antre di imigrasi, bisa menjadi kemungkinan lain pemicu meninggalnya Suhati. Terlebih, berdasarkan keterangan dari daker bandara, antrean berikut proses imigrasi di Bandara AMAA memakan waktu hingga dua jam. Suhati pun diketahui sempat pingsan saat mengantre untuk ke meja imigrasi.

Saya memang fakir akan pengetahuan medis. Meski demikian, saya pun merasakan lelah saat baru tiba di Bandara Internasional King Abdul Aziz, Jeddah, pada 1 Juni lalu. Memasuki pintu bandara, bawaan saya terbilang sederhana, sekadar tas ransel dan tas selempang untuk petugas haji.

Saya dan rombongan PPIH disambut oleh petugas imigrasi berseragam militer. Kami pun harus mengantre untuk menjalankan proses imigrasi di bandara. Baru lima menit berdiri, sebagian antrean dipindahkan ke pos imigrasi yang terletak sebelahnya. Kemungkinan untuk memecah kerumunan.

 
Faktor kelelahan setelah turun dari pesawat, kemudian antre di imigrasi, bisa menjadi kemungkinan lain pemicu meninggalnya Suhati. 
 
 

Meja yang disiapkan saat saya mengantre memang cukup banyak. Ada tujuh atau delapan meja yang melayani proses imigrasi. Hanya saja, ada satu meja yang bermasalah sehingga tak ada petugas yang mengoperasikannya. Otomatis, kami harus mengantre lebih lama. Para petugas pun memberi instruksi hanya dengan bahasa nonverbal, yaitu jentikan jari atau gerakan tangan. Petugas imigrasi ini jauh dari kesan ramah. 

Tak ada senyum dalam penyambutan mereka. Mereka berbicara seperlunya saja. Beruntung ada petugas RI dari konsulat jenderal setempat yang hilir mudik ke pos imigrasi. Adanya mereka membuat saya agak tenang. Saat tiba di meja, petugas meminta paspor beserta print out nomor visa. Dia pun mengambil sidik jari kanan dan kiri. Proses itu akhirnya saya lalui dengan lancar. Selanjutnya, saya menunggu koper di dalam.

Saya membayangkan proses itu dilalui oleh Suhati dan jamaah Indonesia lainnya yang berangkat haji tahun ini. Sembilan jam perjalanan di pesawat ditambah proses imigrasi yang melelahkan harus dilalui para jamaah yang sebagian besar sudah uzur ini.

Terlebih, tidak sedikit jamaah haji kita yang baru pertama kali naik pesawat dan pergi ke luar negeri. Beberapa bahkan masih canggung berbahasa Indonesia. Mereka masih asing dengan proses imigrasi.

 
Tak ada senyum dalam penyambutan mereka. Mereka berbicara seperlunya saja.
 
 

Adanya fast track sebenarnya menjadi harapan kita untuk meminimalkan peristiwa seperti yang dialami almarhumah Suhati. Jalur cepat itu memindahkan proses imigrasi di Arab Saudi ke Indonesia. Setidaknya, jamaah yang tiba di bandara Jeddah atau Madinah bisa langsung berangkat ke pemondokan masing-masing. 

Sayangnya, kita masih harus menunggu fast track hingga tanggal 9 Juni. Pihak Saudi butuh persiapan untuk melakukan verifikasi data di Indonesia. Cengkareng pun menjadi tempat satu-satunya fasilitas fast track bisa dinikmati. Semoga jalur cepat ini bisa segera terealisasi.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Menguji Dominasi Inggris atas Hungaria

Pelatih Inggris Gareth Southgate diragukan bisa menurunkan skuad terbaiknya melawan Hungaria.

SELENGKAPNYA

Bagaimana Pembagian Waris dari Ahli Waris yang Menghilang?

Ulama berbeda pendapat tentang penjelasan ahli waris yang menghilang.

SELENGKAPNYA

Bersiap 2024

Kepentingan sebagai partai yang sedang berkuasa di pemerintahan sudah pasti akan dipelihara dan dijaga betul oleh PDIP.

SELENGKAPNYA