Terdakwa Edy Mulyadi hadir di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Selasa (10/5/2022). Edy menjalani sidang dalam kasus ujaran kebencian atas dasar suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). | Rizky Suryarandika/Republika

Kisah Dalam Negeri

Cekcok Hingga Nyaris Baku Hantam di Sidang ‘Jin Buang Anak’

Keduanya beradu argumen dengan nada tinggi di depan pintu ruang sidang.

OLE RIZKY SURYARANDIKA

Terdakwa perkara ujaran kebencian, ‘jin buang anak’ Edy Mulyadi, sempat terlibat cekcok dengan salah satu Jaksa Penuntut Umum (JPU). Keduanya beradu argumen dengan nada tinggi di depan pintu ruang sidang Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat pada Selasa (24/5) saat sesi istirahat.

Awal mula insiden ini saat Edy meminta izin kepada Majelis Hakim pada pukul 12.30 WIB untuk menskors sidang karena ingin melaksanakan shalat. Permintaan itu dikabulkan oleh Majelis Hakim yang meminta semua peserta sidang, termasuk Edy kembali ke ruangan pada pukul 13.00 WIB.

Baru saja meninggalkan ruang sidang, Edy langsung meladeni wartawan untuk sesi wawancara. Salah seorang JPU pada kasus itu nampak keberatan dengan tindakan Edy. Sang JPU meneriaki Edy agar segera shalat dan secepatnya kembali ke ruang sidang.

"Katanya izin bilang mau shalat, ya shalat dong jangan di sini," kata JPU yang menolak namanya disebutkan itu.

photo
Terdakwa Edy Mulyadi hadir di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat pada Selasa (10/5/2022). Edy menjalani sidang dalam kasus ujaran kebencian atas dasar suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA). - (Rizky Suryarandika/Republika)

Edy dan JPU tersebut terlibat adu mulut sekitar 8 menit hingga dilerai oleh petugas keamanan PN Jakarta Pusat dan tim pengacara Edy. Sebagian pendukung Edy yang hadir di sidang tampak mengelilingi Edy agar tak bisa dibawa secepatnya oleh tim JPU.

Tetapi, salah satu petugas Kejaksaan memperkeruh situasi dengan berupaya menarik Edy agar meninggalkan kerumunan. Namun, upaya itu mendapat reaksi keras dari Edy dan pendukungnya yang melakukan perlawanan atas upaya penarikan itu.

"Ini hak saya (wawancara), sudah, sudah," kata Edy saat hendak ditarik dari kerumunan.

"JPU sangat bernafsu melabeli saya bukan wartawan ya, melabeli saya dengan dalih tidak ditemukan dalam situs Dewan Pers. Ini nih sama saja kalau nyari status wartawan bukan Dewan Pers, tetapi di organisasi wartawan," ujar Edy.

Setelah mengungkapkan pernyataannya kepada awak media, Edy lantas meninggalkan lokasi untuk menunaikan shalat. Edy dikawal oleh tim Kejaksaan dan kepolisian.

photo
Pegiat media sosial, Edy Mulyadi melambaikan tangan saat tiba di Bareskrim Polri, Jakarta, Senin (31/1/2022). Edy diperiksa atas dugaan kasus ujaran kebencian berkaitan dengan pernyataannya tentang pemindahan Ibu Kota Negara (IKN). - (ANTARAFOTO/Adam Bariq)

Eks calon legislatif itu ditetapkan sebagai tersangka oleh penyidik Bareskrim Polri pada akhir Januari 2022. Kasus yang menjerat Edy bermula dari pernyataannya soal lokasi Ibu Kota Negara (IKN) di Kalimantan yang dia ibaratkan sebagai tempat ‘jin buang anak’. Pernyataan Edy sontak memancing reaksi keras sebagian warga Kalimatan.

Salah satu tim kuasa hukum Edy, Sari, menyampaikan konten yang dibuat kliennya merupakan produk pers. Ia tak sepakat bahwa konten itu bisa dijerat hukuman pidana.

Hal tersebut disampaikan Sari dalam sidang dengan agenda pembacaan eksepsi Selasa (24/5) siang. Sari berkukuh bahwa pernyataan kliennya merupakan bagian dari kebebasan berpendapat.

"Konten terdakwa itu produk pers. Edy Mulyadi tercatat di Dewan Pers. FNN perusahaan pers yang tercatat. Bang Edy channe/ di Youtube produk resmi FNN," kata Sari dalam persidangan itu.

photo
Aliansi Gerakan Solidaritas Pemuda Mahasiswa Kalimantan Tengah membakar kardus yang terdapat gambar wajah Edy Mulyadi saat berunjuk rasa di Jalan Tjilik Riwut, Palangkaraya, Kalimantan Tengah, Jumat (28/1/2022). Dalam aksi tersebut mereka meminta Polda Kalimantan Tengah untuk mendorong Polri agar memproses secara cepat kasus hukum dugaan ujaran kebencian oleh Edy Mulyadi yang telah menghina Pulau Kalimantan terkait lokasi Ibu Kota Negara (IKN) baru. - (ANTARA FOTO/Makna Zaezar/wsj.)

Sari menuding JPU tidak cermat dan jelas saat menyusun dakwaan. Ia menyatakan dakwaan JPU salah bila merujuk locus delicti atau tempat terjadinya kejadian pidana dan tempus delicti atau waktu terjadinya tindak pidana.

"Kesalahan JPU tidak cermat dan jelas dalam dakwaan. Locus delicti salah dan salah dalam tempus delicti karena (pernyataan) dibuat dalam waktu yang sangat berbeda dalam dakwaan," ujar Sari.

Sari juga memandang JPU secara faktual telah lalai saat membuat dakwaan. Kemudian, Sari meyakini unsur-unsur delik yang ditujukan kepada Edy Mulyadi tidak lengkap. Atas dasar itulah, menurutnya, surat dakwaan JPU pantas ditolak oleh Majelis Hakim.

"Dakwaan tidak cermat dan tidak jelas karena harusnya merumuskan unsur-unsur delik yang didakwakan. Surat dakwaan tidak lengkap. Itu artinya surat dakwaan batal demi hukum," ucap Sari.

Sebelumnya, tim JPU mendakwa Edy Mulyadi melanggar Pasal 14 ayat (1) UU RI No 1/1946 tentang Peraturan Hukum Pidana subsider Pasal 14 ayat (2) UU RI No 1/1946 atau kedua Pasal 45A ayat (2) juncto Pasal 28 ayat (2) UU RI No 19/2016 tentang Perubahan atas UU RI No 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik atau Ketiga Pasal 156 KUHP.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Oksigen Persaudaraan

Ajaran agama telah mengajarkan perlunya silaturahim.

SELENGKAPNYA