Internasional
Akal-Akalan Pembersihan Etnis di Gaza Lewat Rafah
Israel membuka perbatasan Rafah bagi warga Gaza yang keluar saja.
TEL AVIV – Pemerintah Zionis Israel mengumumkan bahwa penyeberangan Rafah, di perbatasan Mesir-Gaza, akan dibuka dalam beberapa hari mendatang. Namun pembukaan itu hanya bagi warga Palestina yang ingin meninggalkan Gaza dan tak mengizinkan arus kembali.
Dalam postingan di X, Koordinasi Kegiatan Pemerintah Israel di Wilayah (COGAT) memposting bahwa pintu keluar melalui penyeberangan akan difasilitasi dengan koordinasi dengan Mesir setelah mereka yang ingin keluar mendapatkan persetujuan keamanan dari Israel dan di bawah pengawasan misi Uni Eropa.
Koordinator Kegiatan Pemerintah Israel di Wilayah Teritorial mengatakan tindakan tersebut “sesuai dengan perjanjian gencatan senjata dan arahan eselon politik.” Tidak ada rincian kapan warga Palestina yang meninggalkan Gaza akan dapat kembali ke Jalur Gaza melalui penyeberangan tersebut.
Koresponden Aljazirah menganalisis, sulit untuk melihat pernyataan mengenai penyeberangan Rafah ini sebagai sesuatu yang dimaksudkan untuk memulihkan kebebasan bergerak bagi warga Palestina. Yang terjadi sedianya adalah pembatasan.
Hal ini bertujuan untuk mengurangi mobilitas warga Palestina karena hal ini tidak menjamin kepulangan mereka setelah dipaksa keluar dari Gaza, karena harus melarikan diri dari aksi genosida yang sedang berlangsung selama dua tahun terakhir. Ini justru mempercepat proses pengurangan populasi di Jalur Gaza.
Sebagai pengingat, poin nomor delapan dari ketentuan gencatan senjata secara eksklusif berbicara tentang pembukaan kembali jalur penyeberangan Rafah. Pembukaan itu memungkinkan orang-orang yang terdampar di luar Gaza untuk kembali dan mereka yang ingin pergi atau berkumpul kembali dengan keluarga mereka diberikan kebebasan bergerak.
Pelapor Khusus PBB untuk wilayah Palestina yang diduduki Francesca Albanese berulang kali mengingatkan, serangan Israel yang sedang berlangsung di Kota Gaza bertujuan untuk membuat daerah tersebut tidak dapat dihuni sebagai bagian dari rencana pembersihan etnis yang lebih luas.
Berbicara pada konferensi pers di Jenewa beberapa waktu lalu, Albanese serangan terhadap Kota Gaza telah menyebabkan ratusan ribu orang mengungsi. “Israel melakukan pengeboman menggunakan senjata yang tidak konvensional… mencoba mengevakuasi secara paksa 800.000 warga Palestina yang mencari perlindungan di sana. Mengapa? Karena ini adalah bagian terakhir dari Gaza yang harus dibuat tidak dapat dihuni sebelum melakukan pembersihan etnis di wilayah tersebut. Dan mungkin saja mereka akan pindah ke Tepi Barat,” katanya.
Dia menekankan serangan tersebut bukan untuk mengamankan wilayah, namun untuk menghapus kelangsungan hidup penduduk. "Ini sudah terjadi saat ini. Ini bukan peristiwa yang tidak pasti atau akan terjadi di masa depan... menghancurkan seluruh lingkungan, sisa-sisa bangunan tempat orang mencari perlindungan," katanya.
Menyebut operasi tersebut “melanggar hukum,” pelapor tersebut mengatakan Israel tidak memiliki dasar hukum untuk melanjutkan kehadiran militernya di Gaza. Dia mengutip pendapat nasihat Mahkamah Internasional yang mewajibkan Israel untuk membongkar permukiman, menarik pasukan, berhenti mengeksploitasi sumber daya Palestina, membayar ganti rugi, dan memfasilitasi pemulangan warga Palestina yang terlantar.
Albanese memperingatkan bahwa beberapa negara berusaha mengalihkan fokus dari kewajiban hukum ini, tanpa menyebutkan negara mana saja yang akan terkena dampaknya.
Sedangkan juru bicara PBB Stephane Dujarric mengatakan Kantor Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) dan mitranya berupaya meningkatkan bantuan bagi warga sipil, terutama anak-anak, di Gaza yang “sangat menderita” selama perang.
“Kami terus menyerukan pembukaan semua penyeberangan dan koridor perbatasan yang tersedia – termasuk agar pasien dapat mencari pengobatan di Tepi Barat – dan menekankan perlunya akses tanpa hambatan bagi tim medis darurat internasional untuk memasuki Gaza,” tambahnya.
Dia menambahkan bahwa dalam dua hari terakhir saja, hampir dua lusin keluarga Palestina telah mengungsi dari rumah mereka di Tepi Barat yang diduduki, yang diubah menjadi pos militer.
Pelanggaran gencatan senjata
Sementara, Israel terus melakukan pelanggaran gencatan senjata di Gaza. Pada Selasa, serangan drone Israel kemarin menewaskan jurnalis foto Mahmoud Wadi di pusat Khan Younis. Wadi telah menggunakan drone untuk mendokumentasikan kehancuran di Gaza.
Dalam sebuah video yang diposting di Instagram, reporter yang terbunuh itu dibaringkan dengan rompi pers di atasnya sementara para pelayat berkumpul di sekitar jenazah.
Pada Rabu, setidaknya dua orang syahid akibat tembakan Israel di luar garis kuning di lingkungan Zeitoun di Kota Gaza, kata seorang sumber di Rumah Sakit al-Ahli.
Sejak perjanjian gencatan senjata pada 10 Oktober, Israel telah melanggarnya setidaknya 591 kali melalui serangan udara, artileri, dan penembakan langsung yang berkelanjutan, lapor Kantor Media Pemerintah di Gaza.
Rinciannya, terjadi penembakan terhadap warga sipil sebanyak 164 kali. Pasukan Israel juga menggerebek kawasan pemukiman di luar “garis kuning” sebanyak 25 kali.
Militer Israel juga melakukan pemboman dan serangan udara sebanyak 280 kali dan menghancurkan properti warga Gaza sebanyak 118 kali. Pasukan penjajah juga menahan 35 warga Palestina dari Gaza selama sebulan terakhir Israel juga terus memblokir bantuan kemanusiaan penting dan menghancurkan rumah-rumah serta infrastruktur di Jalur Gaza.
Setidaknya 70.117 orang telah terbunuh di seluruh Gaza sejak dimulainya perang Israel di daerah kantong yang terkepung pada Oktober 2023. Selain itu, 170.999 orang lainnya terluka.
Kementerian Kesehatan Gaza melaporkan bahwa lima jenazah, termasuk empat kematian baru dan satu jenazah dipulihkan, serta 13 orang terluka dibawa ke rumah sakit di seluruh Gaza dalam 48 jam terakhir. Sejak gencatan senjata, sedikitnya 360 orang syahid , 922 luka-luka, dan 617 jenazah berhasil ditemukan.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
