
Opini
Bahasa Arab Jadi Bekal Berharga ke Jerman dan Cina
Bahasa Arab menjadi alat memahami sumber ajaran Islam dan kebanggaan sebagai Muslim.
ZAKIYAH ARIFAH; Alumnus KMI Pondok Modern Darussalam Gontor (1998)
Dosen UIN Maulana Malik Ibrahim (Maliki) Dr. Zakiyah Arifa tidak pernah menyangka, Bahasa Arab bisa membawanya terbang ke Jerman, jalan-jalan ke Belanda, Perancis, lalu terbang ke Tunisia dan China. Bahasa Arab sangat universal, tak melulu berkaitan dengan Arab Saudi dan Timur Tengah.
Semua bermula dari program penelitian kolaboratif yang digelar oleh Kemenag. Alumni Pesantren Putri Pondok Modern Gontor Mantingan Ngawi ini bersama tim dari UIN Maliki, termasuk salah satu yang lolos program yang dilaksanakan perdana pada 2012 itu. Negara tujuan yang mereka ajukan awalnya adalah Arab Saudi, untuk melakukan penelitian di salah satu kampus yang ada di Kota Riyadh.
“Saat wawancara proposal, di mana salah satu reviewernya adalah Prof. Azyumardi Azra meminta kami pindah negara, bukan negara Arab. Disuruh mencari negara maju, supaya tahu bagaimana pembelajaran Bahasa Arab di sana dan membuka wacana baru,” kata Zakiyah.
Menindaklanjuti permintaan tersebut, Zakiyah pun mencari negara maju mana kah yang memiliki universitas dengan pembelajaran Bahasa Arab yang bagus. Berbekal informasi dari alumni Gontor senior ditambah pencarian di internet, ia menemukan Insitute of Oriental Studies di University of Leipzig yang memiliki kelas Bahasa Arab sejak tahun 1600 masehi, bahkan sebelum adanya perang dunia. Ia mencari nama profesor yang juga Direktur Institute of Oriental Studies Prof Dr Eckehard Schul dan menghubunginya lewat surat elektronik.
Zakiyah mendapat respons bagus dan sang profesor pun terbuka untuk berdiskusi tentang pembelajaran Bahasa Arab. “Beliau menanyakan funding kami dari mana dan langsung membahas teknis berangkat ke Jerman,” ucap anak kedua dari empat bersaudara ini.
Dari tak kenal huruf hijaiyah, sebulan bisa bahasa Arab
Selama di Jerman yang disesuaikan dengan kelas perdana mahasiswa baru di akhir September hingga November, Zakiyah dan tim melakukan observasi pembelajaran Bahasa Arab dari sejak awal mahasiswa baru mengikuti orientasi di kelas, serta mengobservasi tahapan demi tahapan proses belajar mahasiswa sehingga mereka bisa berbahasa Arab dengan baik.
Menurut Zakiyah, 80 persen dari mahasiswa Bahasa Arab adalah non muslim yang benar-benar belajar dari nol, termasuk mengenal huruf hijaiyah. Mereka berminat belajar bahasa ini karena memang tertarik, ada juga yang bercita-cita menjadi diplomat dan penerjemah, termasuk yang merencanakan bisnis dan kerjasama dengan negara-negara di Timur Tengah untuk masa depannya. Mereka tidak belajar Bahasa Arab karena agama.
“Ada juga yang belajar Bahasa Arab karena bekerja di bidang jurnalistik dan mempersiapkan diri untuk ditempatkan di negara dengan Arab. Ada juga pegawai di Kedutaan,” urainya.
Selama melakukan observasi di bulan pertama, Zakiyah dibuat takjub dengan semangat dan motivasi tinggi mahasiswa dalam belajar. Dari yang awalnya nol tidak bisa baca dan menulis huruf arab, sebulan kemudian mereka sudah bisa menulis dan mempergunakan Bahasa Arab. Rahasia pembelajaran itu, kata Zakiyah, dosen tidak semata mengajarkan Bahasa Arab dikelas, tapi lebih menekankan bagaimana cara-cara belajar bahasa yang memiliki banyak bentuk kata kerja ini, sehingga mahasiswa tidak hanya belajar di kelas tapi juga di luar kelas.
“Bahkan porsi belajar mandiri di luar kelas ini porsinya lebih banyak,” tandasnya.
Bukan hanya itu saja, para mahasiswa terlihat menulis kalimat Arab dengan menggunakan buku strimin yang membantu mereka untuk lebih mudah menulis karena ada kotak-kotaknya di tiap lembar kertas. Cara lain belajar di luar kelas adalah dengan sistem tandem partner¸ di mana mahasiswa sengaja mencari teman untuk belajar bahasa bersama-sama. Karena itu, lanjutnya, ia banyak menemui flyer pencarian partner belajar bahasa yang ditempel di papan pengumuman kampus.
“Di sana kan banyak mahasiswa asing, jadi lebih mudah mencari tandem. Misalnya, ada mahasiswa Mesir, Maroko atau dari negara dengan Bahasa Arab lain yang ingin belajar Bahasa Jerman. Nah, mahasiswa Jerman yang ambil program studi Bahasa Arab ini bisa menjadi tandem untuk belajar.
Praktik dan komunikasi langsung memang menjadi cara terbaik untuk belajar dan mengasah kemampuan berbahasa kita, itu kenapa dulu di pondok kita wajib berbahasa Arab atau Inggris setiap hari, ya supaya bisa lebih cepat menguasai kedua bahasa itu,” terang Zakiyah panjang lebar.
Meski belajar mandiri, mahasiswa di Leipzig terbiasa menentukan sendiri waktu dan target belajar, sesuai dengan apa yang diajarkan dosen di kelas, sehingga proses belajar mandiri mereka tidak setengah-setengah. Tapi dilakukan secara rutin dan kontinyu.
Tidak heran jika alumnis program studi Bahasa Arab di Leipzig ini banyak menjadi penerjemah internasional setelah lulus. Prof Schulz sendiri juga menjadi penerjemah diplomasi kedutaan. Misalnya, ketika Presiden Jerman mau berkunjung ke Iraq dan negara Arab lain, ia ikut mendampingi sebagai penerjemah sang presiden. Buku Bahasa Arab karya Prof Schulz pun juga
Selama di Jerman, ia memanfaatkan waktu untuk jalan-jalan ke negara tetangga, ke Belanda dan Perancis. “Siapa sangka, saya ke benua Eropa karena Bahasa Arab. Itu juga pengalaman ke luar negeri pertama saya, setelah sebelumnya sempat gagal mau ke Malaysia padahal sudah beli tiket,” kata Zakiyah.
Belajar dan kuliah di luar negeri menjadi cita-cita terpendam Zakiyah. Namun terkadang perjalanan hidup tak sesuai dengan harapan, meski pada akhirnya seringnya skenario Allah lebih indah.
Saat ia gagal kuliah S2 dan S3 di luar negeri, ada jalan lain yang terbuka dari arah tak disangka-sangka. “Saya pikir akan ke negara di Timur Tengah dulu, karena yang saya pelajari Bahasa Arab, ternyata ke Eropa,” ujarnya.
Sesudah Jerman, berturut-turut ia mendapatkan kesempatan penelitian dan short course Bahasa Arab dan Islamic Studies di Tunisia, kemudian terbang ke China untuk mengikuti short course Bahasa Mandarin di Ninshia Language International College. Ia belajar Mandarin karena diamanahi jabatan sebagai Ketua Chinese Language and Culture Center (CLCC) UIN Maliki Malang.
“Belajarnya Mandarin, tapi komunikasi dengan dosen dan mahasiswa di sana dengan Bahasa Arab, karena di kampus tersebut memang ada pembelajaran Bahasa Arab,” ungkapnya.
2019, Zakiyah kembali ke China untuk melakukan penelitian kolaboratif dari Kemenag tentang pembelajaran bahasa di Xi’an International Studies University. Ada puluhan bahasa yang diajarkan di kampus ini, termasuk Bahasa Arab, Jepang, Korea, dan Bahasa Indonesia yang masuk di bawah Fakultas Asia Timur.
Sebenarnya, tahun 2020 lalu ia mendapat kesempatan terbang ke Riyadh dan mengikuti conference dan kelas selama satu bulan. Tapi karena pandemi, kegiatan dibuat online. “Target sesudah ini Postdoc atau penelitian kolaboratif lain di luar Kemenag,” kata Zakiyah.
Menulis Buku Bahasa Arab
Sebelum melanglang ke berbagai negara, Dr. Zakiyah Arifa juga berkontribusi dalam pembelajaran Bahasa Arab di tanah air lewat buku pelajaran Bahasa Arab untuk SMA yang ditulis bersama alumni Gontor Putri lainnya, Nadia Afidati, M.Pd. Buku itu ditulis tahun 2007 untuk kelas 1 SMA, lalu dilanjutkan menulis buku untuk siswa kelas 2 dan kelas 3.
Buku ini banyak menjadi pegangan para guru SMA di seluruh Indonesia, karena dianggap mampu menghadirkan materi yang dibutuhkan dalam pembelajaran sesuai dengan kurikulum pendidikan kala itu, lebih nyaman dipakai dan praktis.
“Alhamdulillah, saya bersyukur karena kami juga di bawah bimbingan Ustadz Fuad dalam proses penulisan buku ini,” kata Zakiyah.
Ustadz Fuad yang dimaksud Zakiyah adalah Ahmad Fuad Effendy, alumni Gontor yang juga pakar Bahasa Arab di Indonesia dan menjadi satu-satunya perwakilan dari Asia Pasifik sebagai anggota Dewan Pembina di King Abdullah bin Abdul Aziz International Center Saudi Arabia.
“Buku itu hadir karena permintaan. Banyak guru yang mengeluh dan menyampaikan ke Ustadz Fuad untuk menulis buku yang praktis sesuai teori pembelajaran kekinian dan bagaimana prinsip-prinsip pembelajarannya. Eh, sama Ustadz Fuad diamanahkan ke saya dan Nadia untuk mewujudkan buku itu,” ujar Zakiyah.
Saat ini Zakiyah juga mendirikan Aria Learning Center sebagai wadah untuk belajar, berdiskusi, maupun penelitian untuk para akademisi. “Semoga di masa mendatang Arifa Learning Center bisa menjadi wadah bagi peneliti-peneliti muda, tim peneliti dan penulis untuk bisa mengaktualisasikan dirinta di sini,” kata perempuan yang baru saja menjadi pembicara di International Women’s Day yang diselenggarakan oleh Liga Women Arab bersama pembicara dari Qatar, Yordania dan negara Arab lain.
Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.
Takaranmu Adalah Apa Yang Kamu Cari
Setiap orang yang hendak belajar di Gontor akan ditanyakan, ke Gontor apa yang kau cari.
SELENGKAPNYARuh Pondok Bernama Keikhlasan
Keikhlasan menjadi energi yang mewarnai seluruh aktivitas Pondok Modern Darussalam Gontor
SELENGKAPNYA