Perkembangan industri robot (ilustrasi) | EFE

Inovasi

Dua Sisi Teknologi Robotik

Tak selamanya kehadiran robot menjadi ancaman bagi manusia.

Di tengah derasnya arus digitalisasi, percakapan tentang robot yang dibenami teknologi kecerdasan buatan (AI) selalu memiliki daya tarik tersendiri. Euforia perkembangan robot yang diciptakan dengan berbagai tujuan, selalu dibayangi oleh kekhawatiran akan masa depan persaingan dengan manusia.

Hal ini juga yang mewarnai dinamika pengembangan teknologi robot di dunia kuliner. Dikutip dari Inverse, Rabu (18/5), seorang profesor di Departemen Teknik Cambridge, Inggris, Fumiya Iida bersama timnya, tengah mengembangkan robot yang fungsi difokuskan pada berbagai pekerjaan dapur.

Proyek yang digagas Iida ini, terasa makin menarik, karena meski robot tak memiliki indera perasa. Namun mereka ternyata bisa dikembangkan untuk mempersiapkan berbagai resep masakan.

Selain itu, mereka juga bisa membalik burger, merakit pizza, dan membuat sup. “Orang-orang sudah makan banyak makanan yang diproduksi mesin di mana-mana, tetapi masih sulit untuk bersaing dengan koki manusia yang baik,” jelas Iida.

Iida dan tim pun berpikir untuk mengajari robot menilai rasa asin dan tekstur hidangan pada titik yang berbeda, dalam sebuah proses memasak. Langkah ini, menjadi bagian dari upaya untuk membangun robot yang dapat menyiapkan makanan secara komersial. Kemudian, bukan tak mungkin pula akan mengungguli juru masak andal di masa depan.

Makin Berkarakter

Arah pengembangan robot yang makin progresif juga nampak dalam cuplikan kreasi terbaru dari perusahaan robotika Engineered Arts. Perusahaan asal Inggris ini, memperkenalkan robot berkulit abu-abu bernama Ameca.

Video tentang Ameca sempat menjadi viral Desember tahun lalu, dengan klip yang menunjukkan android dengan batang logam terbuka dan ekspresi wajah realistis yang menakutkan. Ameca pun nampak dengan leluasa berinteraksi dengan para peneliti.

Dalam satu video, Ameca mengerutkan kening ketika seorang karyawan di luar layar mengulurkan tangan untuk menyentuh hidungnya. Ameca, dalam deru motor listrik, juga dengan mulus meraih tangan karyawan itu agar jari karyawan tidak lagi menyentuh hidungnya.

Konversasi di dunia maya pun bergulir. Video tersebut, menunjukkan, bahwa robot ternyata kini sudah mampu menetapkan batas antara dirinya dan manusia. Sebuah dorongan yang ironisnya, juga sangat manusiawi.

Emosi-emosi, seperti rasa ingin tahu, ketakutan dan kegembiraan setelah melihat interaksi Ameca dengan seorang karyawan ini, kemudian menjadi salah satu karakter utama dari para robot yang diproduksi oleh Engineered Arts.

Didirikan sejak 2005, perusahaan kini telah mampu menghasilkan uang dengan menjual robotnya untuk tujuan hiburan dan pendidikan. Robot-robot dari Engineered Arts, biasanya digunakan oleh para akademisi untuk penelitian.

Selain itu, strategi pemasaran sebuah perusahaan, juga kerap memanfaatkan robot untuk berbagai aksi publisitas. Mereka pun menempatkan robot-robot di museum, bandara, serta mal untuk menyambut pengunjung. “Di mana pun Anda memiliki banyak orang untuk berinteraksi, kini robot mulai bisa ditemui di sana,” kata CEO Engineered Arts Will Jackson, dilansir dari The Verge, pekan lalu.

Dalam waktu dekat, Engineered Arts ingin melengkapi robotnya dengan perangkat lunak chatbot yang lebih canggih. Upgrade ini, memungkinkan para robot besutannya, merespons pertanyaan dengan lancar tanpa bimbingan manusia.

Jackson pun mengatakan, langkah selanjutnya untuk Ameca adalah versi berjalan. Dia menunjukkan sepasang prototipe kaki logam, menekuk dan melenturkan lutut.

Jackson mengungkapkan, karya tersebut justru pada akhirnya mengingatkan dia pada keindahan alam. Semakin dia mencoba untuk menciptakan kembali tubuh manusia, semakin besar rasa “kagum dan heran” yang ia miliki. Hal ini juga sekaligus meningkatkan kesadarannya tentang seberapa jauh kecerdikan manusia harus bersaing dengan teknologi di masa depan. 

Tak Selamanya Jadi Pesaing

Narasi keberadaan robot yang berpotensi mengancam kehidupan manusia, tak selamanya menjadi kenyataan. Dalam beberapa kondisi yang terjadi saat ini, keberadaan robot banyak juga yang dijadikan solusi untuk berbagai masalah mendesak yang tengah dihadapi masyarakat di berbagai belahan dunia.

Saat ini robot telah menjadi bagian dari tenaga kerja lapangan. Fieldwork Robotics dari Universitas Plymouth di Inggris, telah secara komersial menggunakan robot pemetik raspberry di dua lokasi di Portugal.

Dikutip dari IoT World Today, Rabu (18/5), robot otonom tersebut memiliki empat lengan untuk memetik. Robot ini juga menggunakan sensor dan gripper untuk mengurangi selip ketika sedang menunaikan tugasnya.

Hasil kerjanya pun tak main-main. Setiap robot mampu mengumpulkan lebih dari 25 ribu raspberry dalam sehari. Jumlah ini, unggul jauh dibandingkan dengan tingkat pengambilan manusia yang berada di level rata-rata 15 ribu dalam satu hari kerja dalam delapan jam waktu.

Tim juga bekerja untuk memangkas biaya desain dengan mengadaptasi bahan yang digunakan untuk robot. Diluncurkan pada 2016, Fieldwork diciptakan untuk mengembangkan dan mengkomersialkan robot otonom untuk mengisi kesenjangan produktivitas dan bekerja bersama manusia.

Dengan populasi global yang akan meledak di tahun-tahun mendatang, lini produk produsen robot ini, ditujukan untuk menjadi solusi meningkatnya permintaan makanan. Isu ini, makin terasa urgensinya dengan situasi kurangnya lahan dan tenaga kerja.

CEO Fieldwork Robotics Rui Andres menjelaskan, Inggris saat ini, menghadapi kekurangan sekitar 90 ribu pemanen. Situasi ini berpotensi berdampak pada ketersediaan pangan. “Tujuan kami adalah unuk  membantu petani memanen semua yang mereka hasilkan. Termasuk juga, menjaga limbah seminimal mungkin, dan memastikan mereka dapat beroperasi secara berkelanjutan," ujarnya.

Fieldwork Robotics saat ini, memiliki dua jenis robot yang telah dikomersialisasi. Pertama, robot pemanen berbentuk vertikal yang dapat disesuaikan tingginya agar sesuai dengan berbagai tanaman buah. Kemudian, ada pula platform horizontal yang dapat digunakan di berbagai lingkungan pertanian tanpa pengawasan manusia. Dengan ditenagai kecerdasan buatan (AI), robot-robot ini dapat menilai kematangan tanaman buah dan sayuran, hingga menentukan waktu panen secara presisi.

 
Android adalah istilah untuk robot berbentuk manusia. Kata ini, berasal dari bahasa Yunani kuno andro untuk “manusia” dan eides untuk “bentuk.”
 
 

 

 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Cerita Jenazah di Tempat Sampah

para tokoh setempat kemudian menunjukkan lokasi tempat pembuangan jenazah. Orang-orang mengikuti Nabi Musa dari belakang.

SELENGKAPNYA

Antara Etika dan Ilmu

Banyak ulama menyampaikan untaian nasihat perihal pentingnya adab sebelum ilmu.

SELENGKAPNYA

Masjid Al Rawdah, Pesona New Gothic Nan Unik

Bicara tentang toleransi, lokasi Masjid Al Rawdah menyimbolkan hal itu.

SELENGKAPNYA