Konsultasi Telehealth | Pexels/Edward Jenner

Inovasi

Makin Terbiasa Berobat Daring 

Dalam dua tahun terakhir, pengguna telehealth telah meningkat sekitar 40 kali lipat.

Sebelum pandemi terjadi, terbatasnya akses kesehatan di luar kota besar masih menjadi tantangan industri kesehatan Tanah Air. Ketidakmerataan fasilitas kesehatan daerah dibanding kota besar, jumlah dokter spesialis, ketersediaan stok obat dan jumlah apotek, hingga biaya pengobatan masih menjadi tantangan tersendiri, bagi masyarakat daerah.

Selain itu, kondisi geografis Indonesia yang terdiri dari negara kepulauan, juga kerap menjadi penghalang bagi infrastruktur untuk menjangkau masyarakat secara merata. Perjalanan laut belasan jam yang masih harus dilalui untuk bisa mendapatkan pelayanan kesehatan rumah sakit, kerap terjadi bukan hanya bagi masyarakat di wilayah 3T (Terdepan, Terpencil dan Tertinggal), namun juga masyarakat yang tinggal di sekitar Pulau Jawa.

Kini, penetrasi teknologi yang terakselerasi di masa pandemi berpotensi membawa dampak besar dalam berbagai bidang penghidupan. Salah satunya, membuka transformasi akses layanan kesehatan melalui.

Dalam acara Digitalisasi Nusantara Expo & Summit 2022 yang digelar di Solo pekan lalu, Ketua Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI), dr Moh Adib Khumaidi SpOT menyampaikan, pandemi tidak hanya menjadi krisis bagi dunia kesehatan, namun juga pembelajaran akan pentingnya akses kesehatan yang mudah dan merata di Indonesia.

Pada prinsipnya, kata dia, transformasi digital di bidang kesehatan merupakan kebutuhan masyarakat secara global. “Indonesia pun  beruntung memiliki ekosistem teknologi yang kuat, sehingga dapat dimanfaatkan untuk mendekatkan akses layanan kesehatan kepada masyarakat, termasuk di daerah,” ujarnya.

Di saat aktivitas masyarakat dibatasi akibat pandemi, teknologi di sektor kesehatan telah menjadi solusi bagi masyarakat mendapatkan akses layanan kesehatan. Salah satunya, adalah konsultasi jarak jauh, terutama bagi masyarakat di kota tier dua dan tiga.

Integrasi Apotek

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Halodoc (@halodoc)

Tak hanya kemudahan akses konsultasi dengan dokter, ketersediaan dan integrasi apotek dengan telehealth juga berperan dalam memberikan layanan kesehatan berkualitas. Dalam kesempatan yang sama, Apt Drs Nurul Falah Eddy Pariang selaku ketua ikatan apoteker Indonesia, menjelaskan, layanan telehealth, telah membuat masyarakat yang tinggal di daerah sekalipun merasa terbantu. “Apotek dan telehealth pun lantas menjadi sinergi baru yang harus dilakukan. Sehingga akses layanan kesehatan berkualitas di sejumlah daerah tidak lagi terhalang oleh jarak,” katanya.

Lebih lanjut, Halodoc sebagai platform layanan kesehatan, juga melihat peningkatan penggunaan telehealth oleh masyarakat di luar Pulau Jawa. Di antaranya Maluku, Kepulauan Riau, Kalimantan, Bangka Belitung, Nusa Tenggara Timur, dan Papua.

Co-Founder dan CEO Halodoc, Jonathan Sudharta mengatakan, ekosistem telehealth yang dapat diakses kapanpun dan dimanapun, memang mampu menjembatani kebutuhan masyarakat akan layanan kesehatan. “Telehealth kini memungkinkan masyarakat di berbagai daerah bahkan Papua, untuk berkonsultasi dengan dokter spesialis dari kota besar, seperti Jakarta,” ujarnya.

Menurut Jonathan, dengan misi menyederhanakan akses layanan kesehatan di berbagai daerah, Halodoc berkomitmen terus memperluas pemanfaatan teknologi di luar kota besar. Langkah ini, diharapkan dapat menjadi solusi di tengah terbatasnya akses kesehatan bagi masyarakat di wilayah terpencil di Indonesia.

Perluasan pemanfaatan telehealth hingga ke daerah juga menjadi salah satu wujud komitmen pemerintah dalam percepatan proses transformasi digital di layanan kesehatan Indonesia. Deputy Chief DTO Kementerian Kesehatan RI, Agus Rachmanto menjelaskan, telehealth kini semakin berperan krusial karena pandemi.

Sebelum pandemi, telehealth masih terbilang asing karena dokter dan pasien lebih memilih pertemuan tatap muka. Namun pandemi telah membuat kebutuhan berubah.

Mulai dari cara dokter berkonsultasi dengan pasien, hingga cara menebus resep obat yang kini dapat dilakukan secara elektronik, telah menjadi momen perubahan. Baik dari sisi masyarakat maupun pelaku industri kesehatan pun kini makin menyadari manfaat pemanfaatan teknologi telehealth untuk perbaikan layanan kesehatan di masa depan. 

Sinergi Layanan BPJS

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Good Doctor (@gooddoctor.id)

Sejak pandemi Covid-19, tingkat adopsi telehealth di Indonesia dan dunia tumbuh pesat. Managing Director di Good Doctor Technology Indonesia, Danu Wicaksana dalam sesi diskusi daring Selular Congress 200, akhir Maret lalu, menjelaskan, dari sisi investasi, sektor telehealthjuga mengalami peningkatan pesat.

Dibandingkan pada 2019, nilai investasi yang bergulir di sektor ini tumbuh hingga dua kali lipat, dengan perolehan investasi hingga 14.6 miliar dolar Amerika Serikat (AS). “Dalam dua tahun terakhir, pengguna telehealth telah meningkat sekitar 40 kali lipat,” ujarnya.

Menurutnya, Covid-19 telah mengubah pandangan industri teknologi perawatan kesehatan. Termasuk juga, mendorong beberapa perubahan perilaku konsumen, penyedia layanan kesehatan dan badan regulasi.

 "Perubahan perilaku konsumen terlihat dari pengguna telehealth yang meningkat dari 11 persen di 2019 menjadi 76 persen di 2021. Dari perspektif penyedia layanan kesehatan, mereka kini berpacu dengan waktu untuk membangun layanan telehealth baru atau menganjurkan penggunaan layanan telehealth yang sudah tersedia," Danu menjelaskan.

Paradigma bahwa telehealth akan menggantikan layanan kesehatan konvensional, Danu meyakini, juga perlahan sudah mulai berubah. Karena dalam perjalanannya saat ini, layanan kesehatan secara daring, telah membantu mengkover 50 persen gejala atau konsultasi dari masyarakat.

Sementara sisanya, pasien masih harus mengunjungi layanan kesehatan secara luring. Misalnya, untuk mengunjungi laboratorium, mengambil darah, atau melakukan layanan rontgen.

Danu menyampaikan, ke depan, Good Doctor akan terus berupaya membuat platform kesehatan ini menyatu dengan ekosistem kesehatan. Mulai dari, memungkinkan platform terintegrasi dengan layanan asuransi kesehatan, hingga BPJS

Selain itu, memperkuat layanan business to business juga terus diupayakan. Hal ini, dapat dilakukan dengan kolaborasi pemberian layanan kesehatan untuk organisasi atau perusahaan tertentu.

Dengan begitu, karyawan yang sedang mengalami gangguan kesehatan, akan dapat lebih mudah mengakses layanan kesehatan. Hal ini, merupakan lanjutan dari konsep business to government yang sebelumnya telah dilakukan Good Doctor, melalui pemberian obat Covid-19 kepada pasien yang menjalani isoman. 

Diagnosa lewat Smartphone

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Alodokter (@alodokter_id)

Perkembangan teknologi kecerdasan buatan (AI) kini terus bekembang di layanan kesehatan. Pekan lalu, Alodokter mengumumkan peluncuran teknologi terobosan terbaru pada aplikasinya.

Hanya dengan mendeteksi suara batuk, aplikasi ini dapat mendiagnosis enam kondisi paru-paru yang berbeda. Antara lain infeksi paru, asma, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK), ISPA, batuk rejan, dan bronkitis.

Tingkat akurasi diagnosisnya berkisar dari 87-97 persen, yang berarti sama akuratnya dengan pemeriksaan konvensional. Pengalaman diagnosis ini dikembangkan bekerja sama dengan ResApp, perusahaan teknologi diagnosis kesehatan digital dari Australia.

“Yang membuat teknologi ini berbeda adalah pasien tidak memerlukan gawai tambahan, cukup gunakan smartphone yang dimiliki,” kata Suci Arumsari, Presiden Direktur Alodokter dalam keterangan pers yang diterima Republika,

Pasien, lanjut dia, hanya perlu batuk di dekat smartphone, kemudian dalam beberapa detik, dokter akan bisa langsung mengetahui diagnosis secara otomatis dari sistem. Jenis teknologi diagnosis berbasis smartphone ini adalah terobosan baru untuk telemedisin karena tidak membutuhkan perangkat tambahan.

Menurut Suci, dengan adanya teknologi ini, dokter jadi lebih mudah untuk mendiagnosis lebih banyak penyakit dan memberikan perawatan secara lebih efisien dari jarak jauh. Termasuk juga, membantu pasien menangani permasalahan kesehatan dengan lebih cepat tanpa perlu keluar rumah.

Teknologi ini dikembangkan dengan cara mencocokkan ciri-ciri dari suara batuk dengan diagnosis klinis. Teknologi ini juga telah disertifikasi oleh Kementerian Kesehatan Republik Indonesia dan terakreditasi untuk digunakan di Eropa dan Australia.  

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Fenomena Flexing Dalam Pandangan Syariah

Agar penjelasan tentang flexing ini lengkap, akan dijelaskan dalam pointers adab.

SELENGKAPNYA

Lelaki Buta yang Mencintai Rasulullah SAW

Meski tidak dianugerahi penglihatan, Ibnu Ummi Maktum mendapat keistimewaan berupa kecintaan terhadap agama meski nyawa taruhannya.

SELENGKAPNYA

Paradoks Dunia Antroposen

Manusia di dunia antroposen adalah titik sentral dari relasi alam dan lingkungannya.

SELENGKAPNYA