Oni Sahroni | Daan Yahya | Republika

Konsultasi Syariah

Fenomena Flexing Dalam Pandangan Syariah

Agar penjelasan tentang flexing ini lengkap, akan dijelaskan dalam pointers adab.

DIASUH OLEH USTAZ DR ONI SAHRONI; Anggota Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia

Dalam bahasa Inggris, flexing berarti 'pamer'. Perilaku flexing dipahami sebagai sikap konsumtif yang mencolok, menghabiskan uang untuk membeli barang-barang mewah dan layanan premium demi menunjukkan status atau kemampuan finansial.

Misalnya, membeli kendaraan mewah dan mengunggahnya di akun-akun media sosialnya.

Agar penjelasan tentang flexing ini lengkap, akan dijelaskan dalam pointers adab. Bahwa di antara adab-adab saat memiliki aset/kekayaan adalah:

(1) Karena Allah SWT saat bekerja dan mengelola aset dengan; (a) Menempatkan harta sebagai sarana untuk beribadah kepada Allah SWT dengan optimal dan memaksimalkan kontribusi sosialnya untuk khalayak. (b) Harta adalah karunia Allah SWT. Manusia dengan segala kemampuan dan totalitasnya hanya berikhtiar untuk menemukan rezeki yang sudah disediakan Allah untuknya hingga ia bersyukur.

(c) Harta adalah amanah yang harus dipertanggungjawabkan di depan Allah SWT. Sebagaimana firman Allah SWT, “Harta dan anak-anak adalah perhiasan kehidupan dunia, tetapi amalan-amalan yang kekal lagi saleh adalah lebih baik pahalanya di sisi Tuhanmu serta lebih baik untuk menjadi harapan” (QS al-Kahf: 46).

(2) Totalitas agar berkecukupan itu menjadi keniscayaan dan tuntutan syariat Islam ini. Sebagaimana hadits Rasulullah SAW: “... yang lebih baik dari makanan hasil usaha tangannya sendiri (HR Bukhari).

(3) Memenuhi kebutuhan dasarnya sesuai dengan standar (kebutuhan primer dan sekunder). Sebagaimana firman Allah SWT: “... dan janganlah kamu berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang berlebih-lebihan (QS al-An'am: 141). (4) Sederhana dan tidak berlebih-lebihan ini bagian dari adab seorang Muslim dan Muslimah. Sebagaimana hadis Rasulullah SAW: 

“Sesungguhnya kesederhanaan sebagian dari iman” (HR Abu Dawud).

(3). Saat ingin mengunggah kekayaannya di ruang publik seperti akun media sosial, masing-masing bertanya, apakah ada kebutuhan ataukah sekadar pamer? Tentu yang paling mengetahui motifnya adalah diri sendiri. Seseorang ingin menjual rumahnya dan diunggah di media supaya pasar tahu dan rumahnya terjual itu menjadi sesuatu yang lumrah karena ada kebutuhan pemasaran.

Namun, jika tidak ada kebutuhan atau hanya sekadar pamer semata, itu bukan bagian dari adab-adab Islami. Baik adab mengelola aset maupun adab bermedia sosial.

 
Jika tidak ada kebutuhan atau hanya sekadar pamer semata, itu bukan bagian dari adab-adab Islami. Baik adab mengelola aset maupun adab bermedia sosial.
 
 

Sebagaimana hadis Rasulullah SAW: “Barang siapa yang pamer kepada orang lain dengan perbuatannya, Allah akan memamerkannya di hadapan makhluk-Nya dan menjadikannya terhina dan direndahkan” (HR. Ahmad).

Dan karena flexing yang dilakukan di tengah kondisi ekonomi masyarakat yang menurun dan jumlah angka dhuafa yang tinggi akan melukai perasaan mereka serta membuka pintu hasad (dengki) masyarakat. Sesuatu yang merugikan pemilik aset dan harta.

(4). Sesungguhnya memiliki banyak aset dan kekayaan itu bagian dari tuntunan syariah, tetapi tidak untuk ditampilkan/menjadi performa dan style yang glamor. Sejatinya kekayaan tersebut dimiliki agar seluruh kebutuhan keuangannya dapat terpenuhi, bisa berbagi kepada orang lain.

Sejatinya dengan harta berlimpah dan aset berkecukupan, sedekah, dan kontribusi sosialnya pun banyak dan terlihat nyata serta performa yang sederhana (tidak berlebihan). 

(5). Adapun yang harus ditunaikan adalah berzakat dan kontribusi sosial. Semakin meningkat kemampuan finansialnya dan kekayaanya, semakin besar zakat dan kontribusi sosialnya. Sebagaimana yang dicontohkan oleh banyak para sahabat hartawan, seperti Utsman bin Affan yang bagi sebagian para sahabatnya tidak diketahui sebagai seorang hartawan karena performa style-nya yang sedehana.

Namun, kemudian ia diketahui sebagai hartawan beraset berlimpah karena infaknya yang banyak dan donasinya yang besar. Wallahu a'lam.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Jadilah Pribadi Dermawan

Allah SWT menegaskan bahwa apa yang seorang hamba bagikan sebenarnya itu untuk dirinya sendiri

SELENGKAPNYA

Paradoks Dunia Antroposen

Manusia di dunia antroposen adalah titik sentral dari relasi alam dan lingkungannya.

SELENGKAPNYA

Pelabuhan Merak Makin Padat

Sebanyak 1,15 juta kendaraan telah meninggalkan wilayah Jabotabek.

SELENGKAPNYA