Presiden Joko Widodo (tengah) berbincang dengan warga selepas membagikan BLT minyak goreng di Kota Cirebon, Jawa Barat, Rabu (13/4/2022). | ANTARA FOTO/Dedhez Anggara

Tajuk

Efektivitas Bongkar Pasang Kebijakan

Bongkar pasang kebijakan migor adalah contoh nyata.

Presiden Joko Widodo mengumumkan kebijakan pelarangan ekspor minyak goreng ataupun crude palm oil (CPO) pada Jumat pekan lalu. Kebijakan tersebut diambil dalam rapat terbatas kabinet di Istana. Kita mengerti bahwa ini adalah buntut dari krisis minyak goreng (migor), yang sudah berlangsung empat bulan lebih.

Ada dua dimensi yang bisa kita cermati dari beleid terkini pemerintah itu. Pertama, perihal penyusunan kebijakan publiknya. Kedua, soal efektivitas dari kebijakan itu. Yang pertama, pemerintah sudah melakukan bongkar pasang kebijakan migor berkali-kali. Tercatat ada delapan kebijakan menyangkut migor yang dikeluarkan sejak November 2021. Itu artinya, hanya dalam lima bulan, sudah terjadi tambal sulam delapan kebijakan migor.

Kebijakan pertama pada November 2021 soal program migor kemasan sederhana sebanyak 1,1 juta liter. Pada 19 Januari, didorong oleh lonjakan harga CPO di pasar internasional, Kemendag menetapkan kebijakan satu harga migor Rp 14 ribu per liter. Efeknya, migor kemasan mulai menghilang di pasaran. Pada 27 Januari, pemerintah merilis beleid kewajiban pasar domestik bagi pengekspor migor sebesar 20 persen untuk CPO ataupun CPO olahan.

Keempat, melihat perkembangan di pasar yang tidak merespons, Kemendag merilis lagi kebijakan harga eceran tertinggi (HET) migor sebesar Rp 11.500 per liter, dengan rentang antara migor kemasan sederhana Rp 13.500 per liter dan migor kemasan premium Rp 14 ribu per liter. Kelima, kebijakan HET malah dicabut. Migor dikembalikan ke harga pasar. Pasokan migor kemasan kembali normal, mendadak. Harganya tetap mahal. Pemerintah memilih untuk mengatur migor curah dan mematok harganya di Rp 14 ribu.

 
Ada dua dimensi yang bisa kita cermati dari beleid terkini pemerintah itu. Pertama, perihal penyusunan kebijakan publiknya. Kedua, soal efektivitas dari kebijakan itu.
 
 

Kebijakan keenam yang dirilis adalah Presiden Jokowi menggelontorkan Bantuan Langsung Tunai (BLT) untuk 20,5 juta keluarga miskin dan kelompok pedagang. Per keluarga diberikan dana Rp 300 ribu yang bisa dibelikan migor ataupun barang lain.

Belum sebulan dari kebijakan BLT migor itu efektif, Kejaksaan Agung menangkap dan menahan Dirjen Perdagangan Luar Negeri Kemendag dan tiga orang dari korporasi migor, dengan dugaan gratifikasi untuk kebijakan ekspor migor.

Sampai di sini kita harus menggarisbawahi bahwa sejak awal Januari, problem utama migor adalah harga yang mendadak meroket. Bukan pasokan yang menghilang. Sepekan dari penangkapan itu, Presiden Jokowi kembali berpidato lagi soal migor. Kebijakan kedelapan itu adalah pelarangan total ekspor migor dan CPO dan turunannya, per 28 April.

Bongkar pasang kebijakan migor adalah contoh nyata, bagaimana pemerintah tergopoh-gopoh, tidak tegas, dan tidak strategis dalam menguasai persoalan ini. Permasalahan utamanya adalah soal harga. Namun, berbagai beleid yang dirilis justru tidak tepat sasaran. Kebijakan yang diambil tidak memperhitungkan respons industri.

 
Bongkar pasang kebijakan migor adalah contoh nyata, bagaimana pemerintah tergopoh-gopoh, tidak tegas, dan tidak strategis dalam menguasai persoalan ini. 
 
 

Sebagai regulator, kewibawaan Kemendag malah melorot di depan kelompok industri sawit dan migor itu. Kemendag gagal meyakinkan pelaku industri soal keberpihakan pada rakyat, bukan pada korporasi. Benarlah yang disampaikan Menteri BUMN Erick Thohir bahwa dalam situasi seperti ini, korporasi migor dan sawit harusnya berpihak pada rakyat.

Kebijakan pelarangan ekspor oleh Presiden Jokowi berpotensi juga gagal mengatasi persoalan utama migor. Apalagi, sejak Jumat sampai Senin, pemerintah belum merilis perincian kebijakan itu.

Pelaku industri dibuat bingung walaupun sebagian sudah menyatakan mendukung. Rakyat dibuat menunggu, apakah ada efek nyata dari pidato Presiden itu. Apa jangan-jangan sebelum 28 April kebijakan pelarangan itu bisa dicabut kembali?

Di sini kemudian letak pentingnya pidato Presiden kemarin. Apakah pidato itu bisa menurunkan harga migor? Ini yang ditunggu oleh 'emak-emak' dan para pedagang. Kita tentu berharap harus bisa dong. Presiden yang berpidato kok sampai tidak dituruti oleh kelompok industri?

Kata kuncinya adalah kepemimpinan dan ketegasan. Bisakah ini mengubah perilaku industri migor? Tebersit juga skeptisisme bahwa harga migor akan tetap tinggi. Ini berarti bulan depan kita akan melihat pemerintah bongkar pasang kebijakan lagi. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Larangan Ekspor Minyak Goreng Diyakini Efektif

Kebijakan larangan ekspor minyak goreng diharapkan bisa mengakhiri rentetan panjang polemik.

SELENGKAPNYA

KPPU: Tidak Semua Perusahaan Minyak Goreng Kooperatif

KPPU sudah melayangkan 37 panggilan pemeriksaan terkait minyak goreng.

SELENGKAPNYA

Presiden Larang Ekspor Minyak Goreng

Larangan ekspor bahan baku minyak goreng dan minyak goreng diberlakukan hingga waktu tertentu.

SELENGKAPNYA