
Islamia
Ramadhan dan Keutamaannya
Para salaf sholeh menghabiskan waktunya di bulan Ramadhan dengan memperbanyak membaca Alquran.
SETIAWAN BIN LAHURI, Universitas Darussalam Gontor
Bulan Ramadhan menjadi bulan istimewa karena memiliki keutamaan atau fadhilah yang tidak dimiliki oleh bulan lain. Di antara keutamaan bulan Ramadhan seperti yang dijelaskan oleh para ulama adalah:
Pertama, Ramadhan sebagai bulan tobat. Ibnu Qayyim dalam Madarij al-Salikin menegaskan pentingnya bulan Ramadhan untuk memperbanyak istighfar. Ramadhan adalah waktu di mana doa-doa dikabulkan oleh Allah SWT (Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Madarij Al-Salikin, Jilid 1, hal. 206).
Imam Al-Nawawi menyebutkan bahwa tobat dilakukan dengan tiga tahapan: (i) berjanji tidak lagi melakukan maksiat, (ii) menyesal atas dosa yang diperbuat (iii) berniat dengan sungguh-sungguh untuk tidak mengulangi lagi. (Al-Nawawi, Riyadh Al-Shalihin, hal. 24).
Kedua, Ramadhan adalah jalan menuju surga. Hadis yang diriwayatkan oleh Al-Syaikhani dari Sahal bin Sa’ad, menjelaskan bahwa di surga ada sebuah pintu yang dinamakan Al-Rayyan.
Kelak di hari kiamat, yang diizinkan untuk melewati pintu khusus itu hanya mereka yang berpuasa pada bulan Ramadhan. (H. Al-Bukhari: 1904 dan Muslim: 163). Selain hadis tersebut, terdapat beberapa hadis yang menjelaskan puasa bulan Ramadhan sebagai pelindung dari api neraka.
Ketiga, Ramadhan sebagai bulan membaca Alquran. Para salaf sholeh menghabiskan waktunya di bulan Ramadhan dengan memperbanyak membaca Alquran. Ada yang mampu mengkhatamkan Alquran dalam 3 hari. Ada juga yang mengkhatamkan Alquran dalam 7 hari dan seterusnya.
Beberapa riwayat disebutkan bahwa Al-Imam Al-Syafii mampu mengkhatamkan Alquran di bulan Ramadhan, di luar bacaan shalat sebanyak 60 kali. Disebutkan juga bahwa Malik bin Anas pada bulan Ramadhan meninggalkan membaca hadis dan berkumpul dengan para ulama, agar bisa fokus dalam membaca Alquran.
Sufyan Al-Tsauri meninggalkan beberapa amalan ibadah agar bisa membaca Alquran. Demikian juga Aisyah, Ra yang menghabiskan Sebagian besar harinya di bulan Ramadhan untuk membaca Al-Qur’an. (Ibnu Rajab Al-Hanbali, Lathaif Al-Ma’arif fima li Mawasim Al-‘Aam min Wadzaif, hal. 318).

Keempat, Ramadhan adalah bulan dikabulkannya doa. Kombinasi antara kemuliaan bulan Ramadhan dan kondisi puasa seorang muslim menjadikan bulan ini menjadi bulan mustajab.
Al-Imam Al-Nawawi menjelaskan bahwa sebaik-baik waktu berdoa di bulan Ramadhan adalah ketika sedang dalam kondisi berpuasa. (Abu Zakaria Muhyiddin Al Nawawi, Al-Majmu’ Syarh Al-Muhaddzab).
Imam al-Tirmidzi dan Ibnu Majah dari Abu Hurairah meriwayatkan, Rasulullah SAW bersabda: Ada 3 orang yang doanya tidak akan ditolak: (i) seorang yang sedang berpuasa sampai ia berbuka, (ii) seorang pemimpin yang adil dan (iii) seorang yang terdzalimi.
Hadis lain menyebutkan bahwa waktu mustajab adalah saat berbuka puasa juga di malam hari; di tengah malam atau sepanjang malam. Hadis-hadis tersebut memberikan penegasan bahwa waktu kapan pun di bulan Ramadhan adalah waktu mustajab untuk dikabulkannya doa-doa.
Kelima, Ramadhan sebagai bulan kesabaran. Ibnu Rajab menyebutkan bahwa implementasi kesabaran yang paling utama adalah puasa, karena puasa mencakup tiga komponen kesabaran: (i) yaitu sabar untuk selalu tunduk dan patuh kepada Allah SWT (ii) sabar untuk tidak berbuat maksiat dan (iii) sabar untuk selalu meninggalkan hawa nafsu, di saat diri manusia selalu mengejarnya. (Ibnu Rajab, Jami’u Al-Ulum wa Al-Hikam, 2:649).
Keenam, Ramadhan adalah bulan Iktikaf. Iktikaf bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah, dengan meninggalkan fenomena kenikmatan duniawi. Ia juga merupakan usaha untuk mengosongkan hati dan pikirannya hanya untuk Allah SWT, dan upaya meninggalkan hal-hal yang bersifat duniawi untuk mencapai kebersamaan dengan Allah SWT.
Dalam kitab Zad Al-Ma’ad dijelaskan bahwa target iktikaf di bulan Ramadhan adalah mendekatkan diri kepada Allah, menjauhkan diri dari urusan dan kesibukan duniawi dan mengerahkan jiwa dan pikiran hanya kepada Allah SWT. (Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Zad Al-Ma’ad fi Hadyi Khairi Al-Ibad, Jilid 2, hal. 87).
Ketujuh, Ramadhan adalah bulan penanaman akhlaq karimah. Ibnu Qayyim menjelaskan bahwa puasa Ramadhan adalah ruang kendali seorang muslim dan tempat berlatih untuk pembentukan akhlaq karimah.
Selain itu, puasa Ramadhan menjadi sarana menjauhkan diri dari tindakan tidak terpuji: pengendalian diri dan kontrol terhadap hawa nafsu. Ramadhan juga menjadi sarana untuk mencapai ihsan: derajat tertinggi dari agama Islam, sebuah hubungan personal antara hamba dengan Sang Pencipta. (Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, Zad Al-Ma’ad, Jilid. 2, hal. 92).
Kedelapan, Ramadhan adalah bulan kebaikan kepada kaum duafa. Rasa lapar dan dahaga ketika berpuasa akan menumbuhkan rasa empati kepada fakir miskin dan kaum duafa. Empati tersebut kemudian mendorongnya untuk membantu mereka yang tidak mampu.
Puasa Ramadhan dapat menumbuhkan jiwa kedermawanan seorang muslim dan mendorong terwujudnya saling tolong menolong dalam kebaikan, mendahulukan kepentingan orang lain daripada diri sendiri dan saling menghormati.
Kebaikan dalam bulan Ramadhan dengan jelas digambarkan oleh Al-Dzahabi, bahwa Hammad bin Abi Sulaiman setiap hari memberikan makanan kepada 50 fakir miskin. Pada malam Idhul Fitri, beliau memberikan mereka sebuah baju dan mereka semua diberi uang 100 dirham. (Syamsu Al-Din Al-Dzahabi, Sair A’lam Al-Nubala, Jilid. 5, hal. 234).
Kesembilan, Ramadhan adalah bulan solidaritas. Solidaritas muncul dari perilaku saling memberi dan saling membantu sesama muslim. Menyediakan makanan untuk buka puasa dan sahur, mengeluarkan zakat dan sedekah di bulan Ramadhan, santunan kepada kaum mustad’afin dsb, dan mendorong tumbuhnya persatuan dan solidaritas sesama muslim. Seorang muslim berlomba dalam kebaikan dan membantu orang lain selama bulan Ramadhan, dalam rangka mendapatkan pahala berlimpah.
Kesepuluh, Ramadhan sebagai bulan kemenangan. Bulan Ramadhan melahirkan jiwa perjuangan dan militansi dalam diri seorang muslim.
Kesepuluh, Ramadhan sebagai bulan kemenangan. Bulan Ramadhan melahirkan jiwa perjuangan dan militansi dalam diri seorang muslim. Sejarah mencatat bahwa kemenangan besar terjadi di bulan Ramadhan.
Perang Badar, penaklukan kota Mekah, penaklukan kota Andalusia terjadi di bulan Ramadhan. (Abdurrahman Al-Hajji, Al-Tarikh Al-Andalusi, hal. 43). Selain perang dalam bentuk fisik, puasa bulan Ramadhan juga diharapkan dapat memberikan kemenangan dari perang melawan hawa nafsu.
Diantaranya perang melawan riya (gemar pamer), perang melawan godaan syaitan, perang melawan hawa nafsu, perang melawan rasa kikir, perang melawan rasa acuh dan perang melawan segala penyakit hati. Ibnu Taimiyah menjelaskan bahwa makanan dan minuman adalah sumber hawa nafsu. Makanan dan minuman juga merupakan sumber tumbuhnya darah.
Jika seseorang banyak makan dan minum, maka darahnya akan semakin banyak, pun demikian dengan hawa nafsunya. Sebaliknya puasa dapat memperkecil hawa nafsu dan mempersempit aliran darah. Sehingga jiwa orang yang berpuasa akan lebih dominan menuju kebaikan. (Ibnu Taimiyah, Majmu Al-Fatawa, Jilid. 25, hal. 246).
Momentum Ramadhan ini hendaknya dapat kita manfaatkan dengan sebaik-baiknya untuk meraih kemenangan. Kemenangan terbesar seorang muslim adalah ketika ia mampu menundukkan hawa nafsunya dan mendekatkan diri kepada Allah SWT.
Ibn Abbas, Bayang-Bayang Rasulullah
Pemikiran Ibn Abbas jernih sehingga mampu merekam seluruh tingkah laku dan perkataan Rasulullah hingga akhir hayat.
SELENGKAPNYAAntisipasi Macet Total Saat Puncak Arus Mudik Lebaran
Pemudik dari Jawa Timur diprediksi paling banyak, Jabodetabek terbanyak kedua.
SELENGKAPNYAMenkeu: Subsidi BBM Melonjak
Secara keseluruhan, realisasi subsidi meningkat jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya.
SELENGKAPNYA