Calon pemudik melepas keberangkatan keluarganya di Terminal Terpadu Pulo Gebang, Jakarta, Rabu (20/4/2022). | Prayogi/Republika.

Tajuk

Antisipasi Luapan Kerinduan Mudik

Kerinduan suasana Lebaran sebagaimana sebelum pandemi, kini menjangkiti pemudik pada musim Lebaran tahun ini.

Untuk pertama kali selama masa pandemi Covid-19, pemerintah tidak membatasi mobilitas masyarakat saat mudik Lebaran. Pada 2020 dan 2021, pemerintah mengeluarkan kebijakan pembatasan sosial guna mencegah penularan Covid-19.

Sepanjang dua kali Lebaran terakhir, kenaikan kasus positif Covid-19 selalu meningkat pascaliburan panjang tersebut. Belajar dari pengalaman saat itu, regulasi yang ketat dibuat. Pembatasan pergerakan dan penjarakan fisik menjadi pilihan utama agar jumlah kasus positif Covid-19 terkendali. Vaksinasi Covid-19 pun digencarkan sepanjang 2021 guna menciptakan kekebalan komunal.

Kerinduan suasana Lebaran sebagaimana sebelum pandemi, kini menjangkiti pemudik pada musim Lebaran tahun ini. Setelah dua tahun pandemi tidak leluasa melakukan pergerakan saat Lebaran, tahun ini bisa menjadi luapan kerinduan itu. Namun, apakah kondisi pandemi Covid-19 saat Lebaran nanti benar-benar berakhir?

Isyarat luapan kerinduan pada musim Lebaran tahun ini setidaknya tergambarkan dari prediksi jumlah pemudik. Survei Kementerian Perhubungan menyebutkan, tahun ini akan ada 85,5 juta orang mudik atau 40 persen lebih banyak ketimbang pemudik pada 2019. Siapkah infrastruktur perhubungan ataupun mental kita menghadapi kepadatan lalu lintas ini?

 
Kerinduan suasana Lebaran sebagaimana sebelum pandemi, kini menjangkiti pemudik pada musim Lebaran tahun ini. 
 
 

Presiden Joko Widodo bahkan menyebut spesifik prediksi kendaraan yang akan mengaspal di jalanan berdasarkan survei Kemenhub. Dari survei itu terungkap, bakal ada 23 juta mobil dan 17 juta sepeda motor yang lalu lalang di jalanan saat musim Lebaran.

Andaikan pukul rata masing-masing mobil itu panjangnya tiga meter, jika 23 juta mobil itu dijejer akan sepanjang 69 ribu kilometer. Padahal, panjang wilayah Indonesia dari timur ke barat sekitar 5.110 kilometer. Sedangkan keliling bumi mencapai sekitar 40 ribu kilometer. Artinya, jika dijejer secara bersamaan dalam garis lurus, 23 juta mobil pemudik itu setara dengan 1,7 kali keliling bumi. Deretan mobil pemudik tersebut sudah melebihi keliling bumi!

Jumlah yang sangat besar dibandingkan luas wilayah Indonesia, termasuk panjang jalanan yang kita miliki. Jika luapan kendaraan yang mengaspal ini tidak dilakukan rekayasa dengan baik, kemacetan luar biasa bakal menyergap para pemudik.

Untuk itu, imbauan Presiden Jokowi agar pemudik tidak melakukan perjalanannya dalam kurun waktu tertentu secara bersamaan, bisa jadi solusi agar kemacetan parah tak terjadi. Jadwal pemudik pulang kampung akan lebih lengang jika disebar, tidak menumpuk misalkan hanya pada 28, 29, dan 30 April. Pada tiga tanggal tersebut memang diprediksi bakal menjadi puncak arus mudik.

 
Untuk itu, imbauan Presiden Jokowi agar pemudik tidak melakukan perjalanannya dalam kurun waktu tertentu secara bersamaan, bisa jadi solusi agar kemacetan parah tak terjadi. 
 
 

Namun, jika sebelum tanggal tersebut sudah banyak pemudik yang pulang kampung, misalkan dari 25 April, tentu kepadatan pemudik bisa lebih longgar. Demikian pula, dengan saat arus balik. Bagi pemudik yang pulang lebih awal dari Lebaran, bisa kembali lebih cepat. Hal ini untuk mengantisipasi penumpukan arus balik pasca-Lebaran.

Lonjakan jumlah pemudik ini perlu diantisipasi sejak dini. Moda transportasi yang tidak hanya mengandalkan mobil dan sepeda motor bisa menjadi pilihan bagi pemudik. Ada kereta, bus, ataupun pesawat dan kapal. Otoritas terkait transportasi dapat menambah armada jika jumlah pengguna melebihi yang disediakan saat ini. Opsi penambahan armada mesti disiagakan sejak dini.

Tak kalah penting dari infrastruktur fisik perjalanan pemudik adalah pendukung bagi kesehatan pemudik dan warga di tempat tujuan. Sebagaimana pada Lebaran dua tahun terakhir, Lebaran tahun ini mesti dicegah agar tidak menjadi klaster penambahan kasus positif Covid-19.

Tanggung jawab mencegah penularan karenanya berada pada masing-masing warga. Pemerintah mesti menyiagakan fasilitas kesehatan dengan peralatan dan tenaga medis yang mencukupi, untuk mengantisipasi situasi apa pun.

Vaksin dosis lengkap dan booster menjadi keniscayaan saat ini. Tentu kita berharap, Lebaran tahun ini tidak menjadi klaster baru penularan Covid-19, mengingat kasus positif di negara lain masih ada yang tinggi. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Habib bin Zaid, Syahid Membawa Pesan Rasulullah

Ketika sakratul maut datang, dalam kepedihan yang tak tertahankan, Habib tetap mempertahankan syahadatnya.

SELENGKAPNYA

Mendag: Harga Pangan Stabil

Ikappi menyoroti sejumlah harga komoditas yang masih tinggi dan rawan kelangkaan.

SELENGKAPNYA