Aksi menolak pemekaran Papua di Paniai, Senin (14/3/2022). | Istimewa

Kisah Dalam Negeri

Pemekaran Papua Semestinya Libatkan Penduduk Asli

Rencana pembentukan daerah otonom baru diklaim mempercepat kesejahteraan rakyat Papua.

OLEH BAMBANG NOROYONO, NAWIR ARSYAD AKBAR

Kelompok Koalisi untuk Kemanusian Papua menyayangkan sikap ‘keras kepala’ pemerintahan Presiden Joko Widodo dan DPR yang ngotot untuk melaksanakan pembentukan Daerah Otonom Baru (DOB) di Papua.

Kelompok sipil dari berbagai lembaga swadaya masyarakat (LSM) itu menegaskan, rencana pembentukan tiga provinsi baru di Bumi Cenderawasih berkali-kali mendapatkan penolakan dari orang-orang asli Papua (OAP).

Penolakan OAP, dan sikap pemerintah tersebut, dikhawatirkan semakin memicu gelombang kerusuhan di Papua, maupun di Papua Barat. Tak jarang dari gelombang kerusuhan atas penolakan pembentukan provinsi baru tersebut, memakan korban jiwa.

“Dalam beberapa waktu terakhir, muncul demonstrasi-demonstrasi tolak pemekaran di Papua yang sangat besar dan berakhir dengan adanya korban jiwa. Pemekaran di Papua saat ini, hanya mendorong situasi yang semakin tidak kondusif di Papua dalam pemajuan hak-hak asasi orang-orang di Papua,” begitu kata Direktur Amnesty Internasional Indonesia, Usman Hamid, dalam siaran pers yang diterima Republika, Ahad (10/4).

Kelompok sipil tersebut menyatakan sikapnya bersama akhir pekan lalu, setelah Badan Legislatif (Baleg) DPR menyetujui pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) yang diusulkan pemerintah, tentang pembentukan tiga provinsi baru di Papua, dan Papua Barat. Dalam RUU tersebut dikatakan, nantinya akan ada tiga provinsi tambahan di Bumi Cenderawasih.

Yakni, Provinsi Papua Selatan, Papua Tengah, dan Papua Pegunungan Tengah. Selama ini, Bumi Cenderawasih, hanya terbagi ke dalam dua provinsi, yakni Papua dengan pusat pemerintahan di Jayapura, dan Papua Barat, dengan ibu kota di Manokwari..

Direktur Eksekutif Public Virtue Miya Irawati mengatakan, pemerintah, maupun DPR, seharusnya menunda pelaksanaan UU Otsus Papua Jilid II, dan menyetop semua pambahasan legislasi terkait pembentukan provinsi baru tersebut, selama proses gugatan MRP di MK atas UU Otsus Papua belum pungkas.

Menurut dia, pun pemerintah bersama DPR, semestinya menjamin keterlibatan MRP dalam setiap pembahasan tentang Papua, maupun Papua Barat. Penihilan peran MRP, menunjukkan inkonsistensi pemerintah, dan DPR dalam amanah menjalankan UU Otsus itu sendiri.

“Kami mendesak pemerintah, dan DPR membatalkan pembentukan dan pembahasan provinsi baru di Papua, atau setidaknya menunda rencana tersebut, sampai ada putusan MK terkait gugatan MRP,” ujar Miya.

MRP memang mengaku kecewa dengan sikap DPR yang telah menyepakati harmonisasi tiga RUU DOB di Papua, yakni RUU tentang Provinsi Papua Tengah, dan RUU tentang Provinsi Pegunungan Tengah. Menurutnya, hal tersebut justru mencederai semangat dari Undang-Undang Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Otonomi Khusus (Otsus) Papua.

"Tidak ada dengar pendapat yang memadai, tiba-tiba DPR menyetujui tiga buah RUU. Ini mencederai semangat otonomi khusus," ujar Ketua MRP Papua Timotius Murib saat dikonfirmasi, Ahad (10/4).

Ia mengutip pernyataan Presiden Joko Widodo yang ingin masyarakat Papua sejahtera lewat evaluasi Otsus Papua. Namun, ia memandang bahwa keinginan tersebut dimaknai berbeda oleh menteri dan para anggota dewan.

"Dalam Otonomi Khusus, pemekaran wilayah wajib memperoleh pertimbangan dan persetujuan MRP. Dulu pada 2003 Papua dimekarkan menjadi dua tanpa didahului dengan pembentukan MRP," ujar Timotius.

photo
Peta pembagian wilayah adat Papua. - (Bappenas)

"Sekarang Papua menjadi lima provinsi, ini kebijakan model apa? Sementara jika rakyat bersikap kritis, dituduh separatis, dilabel teroris. Pemekaran wilayah harus dibatalkan," sambungnya.

Wakil Ketua Komisi II DPR Luqman Hakim mengamini adanya pro dan kontra terkait pembentukan DOB di Papua. Namun, ia mengeklaim bahwa DOB bertujuan untuk mensejahterakan masyarakat Bumi Cendrawasih.

"Rencana pembentukan daerah otonom baru di Papua bertujuan mempercepat tercapainya kemakmuran dan kesejahteraan rakyat Papua," ujar Luqman lewat keterangannya, Ahad (10/4).

"Tambahan tiga DOB di sana, maka pelayanan, fasilitasi, dan pembangunan yang menempatkan rakyat Papua sebagai subjek pembangunan akan semakin merata dan menjangkau rakyat Papua secara lebih luas," ujar Luqman, menambahkan. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

DPR Terima Aspirasi Demonstrasi Mahasiswa

DPR memastikan tidak akan ada penundaan pemilu.

SELENGKAPNYA

Antisipasi Kebutuhan BBM untuk Mudik

Antisipasi diperlukan karena krisis solar subsidi di sejumlah daerah dan antrean Pertalite.

SELENGKAPNYA