Prof KH Nasaruddin Umar | Ilustrasi : Daan Yahya

Tausiyah

Budaya Reaktif

Budaya reaktif terlalu menghawatirkan apa kata orang terhadap dirinya, sangat sensitif terhadap setiap perubahan yang terjadi di sekitarnya.

Oleh Kontemplasi Ramadhan (9)

PROF KH NASARUDDIN UMAR, Imam Besar Masjid Istiqlal

Kebalikan budaya proaktif, budaya reaktif selain banyak merugikan diri sendiri juga merugikan orang lain. Kehadiran Islam berusaha untuk mentransformasikan budaya reaktif ke budaya proaktif.

Budaya reaktif sering digambarkan di dalam Alquran sebagai kegelapan (al-dhulumat), sedangkan budaya proaktif digambarkan sebagai cahaya (al-nur), seperti dijelaskan di dalam ayat: ‘’Allah Pelindung orang-orang yang beriman; Dia mengeluarkan mereka dari kegelapan kepada cahaya. Dan orang-orang yang kafir, pelindung-pelindungnya ialah setan, yang mengeluarkan mereka dari cahaya kepada kegelapan (kekafiran). Mereka itu adalah penghuni neraka; mereka kekal di dalamnya.’’ (QS al-Baqarah/2:257).

Budaya reaktif mudah sekali tersinggung, cepat marah, dan mengeluarkan kata-kata kasar yang kemudian ia sesali sendiri. Hal yang kecil dan sepele dibesar-besarkan dan terkadang hal besar disepelekan, sehingga ia selalu berada di dalam kerumunan problem. Belum selesai persoalan yang satu, muncul lagi persoalan baru, sehingga ia sering merasa hidupnya sangat melelahkan dan membosankankan. 

Kehadiran Islam berusaha untuk mentransformasikan budaya reaktif ke budaya proaktif.
 

Ia cenderung selalu mengiba-iba, merengek, mengeluh, dan suka curhat kepada orang lain yang ada di sekitarnya. Negative thinking selalu mendominasi pikirannya, sehingga energinya habis terkuras. Diilustrasikan di dalam Alquran bagaikan orang yang mendaki ke langit, semakin jauh ke atas semakin tipis oksigennya, sehingga dada terasa sesak.

Barang siapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk Islam. Dan barang siapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki ke langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman. (QS al-An’am/6:125).

Budaya reaktif juga selalu menunggu segalanya terjadi kepada diri mereka. Ia tidak terbiasa mengambil inisiatif atau berfikir lain dari skema kehidupan yang sudah dipermanenkan di dalam dirinya. Akibatnya, hampir tidak terjadi perubahan berarti di dalam hidupnya dalam arti positif. Ia berubah jika memang secara alamiah betul-betul perlu dan mendesak.

Ia mudah takluk kalau dapat tekanan dari orang lain. Ia seperti tidak punya daya saing dan daya juang untuk sesuatu yang lebih tinggi. Ia kalah duluan sebelum bertanding. Dalam pergaulan sehari-hari ia selalu diwarnai dengan perasaan depresi dan rendah diri. 

Budaya reaktif juga terlalu menghawatirkan apa kata orang terhadap dirinya, sangat sensitif terhadap setiap perubahan yang terjadi di sekitarnya.
 

Ia gampang putus asa, meskipun sering mendengarkan ayat: Katakanlah: "Hai hamba-hamba-Ku yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.’’ (QS al-Zumar/39:53).

Budaya reaktif juga terlalu menghawatirkan apa kata orang terhadap dirinya, sangat sensitif terhadap setiap perubahan yang terjadi di sekitarnya. Ia juga bersikap sombong untuk menutupi perasaannya yang fluktuatif,  tidak menentu, dan tenteram. Ia suka sekali berkamuflase, memuji diri, atau menunjuk kelebihan anggota keluarga dekatnya.

Orang ini perlu diwaspadai karena gampang melakukan jalan pintas dengan berbagai cara, termasuk mengonsumsi obat-obat penenang dan obat-obat terlarang, seperti narkoba. Bahkan bisa nekad dengan bunuh diri atau membunuh orang lain.

Ia mudah cemburu jika orang-orang terdekatnya sukses, suka melanggar kommitmen, dan lebih tertarik mengurus dirinya sendiri. Ia sering bersikap tidak jujur pada dirinya sendiri, apalagi terhadap orang lain. Ia selalu menyalahkan orang lain sekalipun nyata-nyata ia yang salah.

Sering ia mengucapkan kata-kata sembrono dan tidak senonoh, walaupun ia menyadari dan menyesali sendiri. Mereka menunggu segalanya berubah untuk dirinya, bukan bagaimana dirinya mengubah segalanya. Orang-orang reaktif sulit menjadi tokoh masyarakat ideal. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Menggapai Keutamaan Umrah Ramadhan

Umrah Ramadhan dilakukan dalam kondisi berpuasa, dan itu berat, maka pahalanya besar.

SELENGKAPNYA

Lubabah, Perempuan Pemberani Pembela Budak

Lubabah berdiri mengambil sebuah tiang dari batu kemudian dipukulkannya ke Abu Lahab

SELENGKAPNYA

Menyingkap Misteri Takdir

Takdir yang sering dikaitkan dengan watak dan karakter setiap orang banyak ditentukan oleh cara pandang masing-masing.

SELENGKAPNYA