Siswi Madrasah Aliyah (MA) Ali Maksum menggunakan ambulan menuju Posyandu Lansia saat studi di Kantor Kalurahan Panggungharjo, Bantul, Yogyakarta, Selasa (4/1/2022). | Wihdan Hidayat / Republika

Nasional

RUU Sisdiknas Berpotensi Munculkan Dikotomi

Nadiem mengeklaim tak ada keinginan menghapus madrasah dari Sisdiknas.

JAKARTA—Penghapusan frasa madrasah dalam draf Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) dinilai berdampak besar pada aturan turunan UU nantinya.

Ketua MUI Bidang Dakwah dan Ukhuwah, Kiai Cholil Nafis, mengingatkan, jika madrasah hanya ditaruh di bagian penjelasan RUU Sisdiknas, tidak bisa menjadi dasar hukum untuk peraturan turunannya. "Kalau cuma (di) penjelasan itu tak bisa jadi dasar hukum turunannya dan kurang mengapresiasi fakta pendidikan di masyarakat. Ini masukan saya sebagai masyarakat alumni madrasah," tutur Cholil, Rabu (30/3).

Beberapa waktu lalu, lewat akun Twitter pribadinya, @cholilnafis, dia menyampaikan, istilah madrasah sudah ada sebelum adanya istilah sekolah menengah pertama (SMP) dan sekolah menengah atas (SMA).

Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu’ti menilai penghapusan frasa madrasah dikhawatirkan akan menimbulkan berbagai masalah. Pertama, masalah dikotomi sistem pendidikan nasional. Kedua, munculnya kesenjangan mutu pendidikan. Dengan tidak dimasukkannya madrasah dapat menjadi alasan pemerintah pusat dan daerah tidak mengalokasikan anggaran pembinaan madrasah.

Masalah ketiga, dikotomi pendidikan nasional jika tidak dikelola secara seksama, dapat berpotensi menimbulkan masalah disintegrasi bangsa. “ldealnya, administrasi dan pembinaan pendidikan berada di bawah satu kementerian yaitu Kemendikbudristek. Karena itu, sekali lagi, madrasah perlu dimasukkan dalam Undang-Undang Sisdiknas,” ujarnya.

photo
Siswa kelas 6 terpaksa belajar di teras sekolah Madrasah Ibtidaiyah (MI) Roudlotul Muttaqin Desa Penompo, Jetis, Kabupaten Mojokerto, Jawa Timur, Kamis (18/11/2021). Mereka sudah satu pekan belajar di teras sekolah karena atap bangunan kelas sekolahnya ambruk akibat hujan disertai angin kencang. - (ANTARA FOTO/Syaiful Arif/nz)

Sebelumnya, Wakil Ketua Komisi X DPR Dede Yusuf Macan Effendi mengaku DPR telah memberikan teguran kepada pemerintah terkait penghapusan frasa madrasah. Dalam UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, frasa madrasah disebutkan beberapa kali. Yaitu dalam Ketentuan Umum Pasal 1 nomor 25, Pasal 17 ayat 2, Pasal 18 ayat 3, Pasal 38 ayat 2, Pasal 51 ayat 1, Bagian ketiga, Pasal 56 ayat 1, ayat 3, ayat 4, Pasal 66 ayat 1.

Namun, di draf RUU Sisdiknas yang baru, frasa madrasah justru dihilangkan dan hanya dimasukkan ke bagian penjelasan untuk satuan pendidikan. "Kami sudah memberikan teguran kepada pemerintah, beberapa kali kami RDP (rapat dengar pendapat) ya dengan dirjen, termasuk statement di media, karena khusus dengan Menteri Pendidikan (Nadiem Makarim) belum (menegur) terkait hal ini," kata Dede, Selasa (29/3). 

Ketua Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU) KH Marsyudi Suhud menegaskan menolak pernyataan Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Mendikbudristek), Nadiem Makarim, bahwa kata Madrasah ada pada bagian keterangan dalam RUU Sisdiknas 2022.

Marsudi tetap mendorong agar frase Madrasah memiliki pasal tersendiri. “Tidak cukup hanya ada pada keterangan, tidak cukup. Harus masuk di pasal,” tegas Kyai Marsudi dalam sambungan telepon, Rabu (30/3).

“Kita harus perjuangkan madrasah untuk masuk (pasal), wong kita-kita tamatan madrasah kok. Memang salahnya apa kata madrasah? Ada apanya kata madrasah (sampai) dibuang?” cecar Marsudi.

Para pembuat draf RUU Sisdiknas 2022, menurutnya, hanya orang-orang yang ingin membuat gaduh masyarakat. Mereka tidak menengok sejarah, bahwa banyak tokoh-tokoh yang lahir dari rahim madrasah. 

“Pendiri Republik ini dulu rata-rata tamatan Madrasah, Pesantren. UU terdahulu itu satu tarikan nafas kata madrasah ada di situ,” ungkapnya. “Walupun ini masih draf, kita harus mengingatkan jangan sampai sejarah hilang, sebelum republik ini berdiri sudah ada madrasah. Pendiri-pendirinya termasuk orang-orang madrasah. Saya juga tamatan madrasah,” kata dia.

Marsudi lantas mempertanyakan, asal muasal terbesitnya keinginan untuk meninggalkan kata Madrasah dari RUU Sisdiknas 2022. Masa iya, kata dia, Pak Menteri fobia dengan kosa kata bahasa Arab.

“Kalau takut dengan bahasa Arab, DPR juga (berasal) dari bahasa Arab, MPR juga dari bahasa Arab. Kalau mau bikin yang tidak ada madrasahnya bikin aja UU di luar negeri, jangan di Indonesia,” kata Marsudi.

“Titip tolong tanyakan itu, kenapa fobia begitu, apa masalahnya, apa yang buat mereka tidak nyaman dengan kata madrasah?” tanya dia.

Tak diikat UU

Sementara, Mendikbudristek Nadiem Makarim mengeklaim, tak ada keinginan menghapus madrasah, sekolah, atau bentuk satuan pendidikan lain dari Sisdiknas.

"Sedari awal, tidak ada keinginan ataupun rencana untuk menghapus sekolah, madrasah, atau bentuk-bentuk satuan pendidikan lain dari sistem pendidikan nasional. Sebuah hal yang tidak masuk akal dan tidak terbesit sekali pun di benak kami," ujar Nadiem lewat unggahan video di akun Instagram-nya, dikutip Rabu (30/3).

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Nadiem Anwar Makarim (nadiemmakarim)

Nadiem menjelaskan, madrasah dan sekolah secara substansi tetap menjadi bagian dari jalur pendidikan yang diatur di Batang Tubuh dalam revisi RUU Sisdiknas. Hanya saja, kata dia, penamaan secara spesifik, seperti SD dan MI, SMP dan MTs, atau SMA, SMK, dan MA akan dipaparkan di bagian penjelasan.

“Tujuannya adalah agar penamaan bentuk satuan pendidikan tidak diikat di tingkat undang-undang sehingga jauh lebih fleksibel dan dinamis,” ujarnya.

Menurut Nadiem, setidaknya ada empat hal pokok yang diformulasikan dalam RUU Sisdiknas. Pertama, kebijakan standar pendidikan yang mengakomodasi keragaman antara daerah dan inovasi.

Kedua, kebijakan wajib belajar dilengkapi dengan kebijakan hak belajar. "Ketiga, kebijakan penataan profesi guru agar semakin inklusif dan profesional. Dan keempat, kebijakan peningkatan otonomi serta perbaikan tata kelola pendidikan tinggi," kata Nadiem.

Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas yang mendampingi Nadiem dalam video tersebut mengaku selalu berkomunikasi dan berkoordinasi dengan Kemendikbudristek sejak awal proses revisi RUU Sisdiknas.

Menurut dia, RUU Sisdiknas telah memberikan perhatian yang kuat terhadap eksistensi pesantren dan madrasah. "Nomenklatur madrasah dan pesantren juga masuk dalam batang tubuh dan pasal-pasal dalam RUU Sisdiknas," kata Yaqut. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Semarak Jelang Ramadhan

Ragam pembatasan dampak pandemi Covid-19 membuat masyarakat merindukan Ramadhan dalam situasi normal.

SELENGKAPNYA

Erick Pastikan Harga Pertalite Tetap

Erick memastikan, harga BBM jenis Pertalite tidak akan mengalami kenaikan karena disubsidi pemerintah.

SELENGKAPNYA