Presiden Joko Widodo (tengah) didampingi Mendikbud Ristek Nadiem Makarim (kiri) dan Ketua Komite Festival Film Indonesia (FFI) Reza Rahardian (kanan) menghadiri malam penganugerahan FFI 2021, di Jakarta, Rabu (10/11/2021). | ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra

Geni

Sineas Bangkit Bersama demi Perfilman

Peringatan hari film sengaja disamakan dengan hari pertama pengambilan film Darah dan Doa (1950).

OLEH SHELBI ASRIANTI

Hari Perfilman Nasional yang diperingati setiap 30 Maret memiliki makna berbeda untuk setiap insan film. Bagi produser film Yulia Evina Bhara, misalnya, hari tersebut merupakan momen kebangkitan perfilman Tanah Air.

Kebangkitan yang dimaksud berkaitan dengan kondisi pemulihan pascapandemi Covid-19. Perempuan yang memproduseri film Istirahatlah Kata-Kata itu menyampaikan besarnya tantangan pandemi terhadap industri film di Indonesia serta ranah internasional. 

Krisis tersebut mengimbas semua sineas, dari hulu hingga ke hilir. Meski demikian, pandemi juga membuat Yulia banyak belajar. Dia mendapati banyak hal berubah, termasuk definisi sinema. 

"Menjadi lebih yakin sinema adalah produk global, tidak dibatasi ruang, waktu, dan tempat," kata Yulia saat dijumpai di Kongres Badan Perfilman Indonesia (BPI) 2022, Jumat (25/3).

Meski kini bioskop belum optimal menayangkan film, Yulia mendapati ada peningkatan cukup signifikan. Sebagai contoh, pada 2020 Yulia menayangkan salah satu filmnya, The Science of Fictions, dengan penonton tidak sampai 10 ribu orang.

Sekarang, situasinya jauh membaik. Banyak penonton kembali menyambangi bioskop untuk menyimak film favorit, termasuk sinema karya anak bangsa. Hal itu membuat Yulia optimistis untuk merilis salah satu filmnya tahun ini yang berjudul Autobiography.

Ada pula sejumlah proyek film yang sedang dalam tahap praproduksi, pengembangan naskah, serta melangsungkan syuting pada tahun ini. Dengan berbagai keterbatasan, Yulia menyampaikan pentingnya menemukan peluang untuk bisa terus berkarya.

Menurut dia, saat ini banyak skema pendanaan film yang bisa diakses. Tidak hanya di Jakarta, tetapi juga seluruh Indonesia. Semakin banyaknya fasilitas itu turut memengaruhi variasi genre film yang dibuat sineas, baik film dokumenter, fiksi, animasi, juga film berdurasi pendek maupun panjang.

Anggota Asosiasi Produser Film Indonesia (Aprofi) itu berharap Hari Perfilman Nasional bisa memicu semua sineas bangkit bersama-sama sehingga film Indonesia semakin maju. "Sudah saatnya insan perfilman membuat film sebaik-baiknya untuk disajikan ke penonton," ujarnya.

Produser Chand Parwez Servia mengingatkan bahwa Hari Perfilman Nasional 2022 merupakan perayaan yang ke-72. Berdasarkan latar belakang sejarahnya, peringatan hari film di Indonesia sengaja disamakan dengan hari pertama pengambilan gambar film Darah dan Doa (1950) arahan sutradara Usmar Ismail. 

Sinema tersebut dianggap sebagai karya pertama yang disutradarai oleh sineas dan perusahaan produksi Indonesia. Selain itu, Darah dan Doa dinilai sebagai film lokal pertama yang memuat karakteristik Indonesia.

Dalam pandangan Chand, momen hari film nasional sebenarnya bukan benar-benar saat "kebangkitan". Pasalnya, perfilman Indonesia tidak sepenuhnya jatuh. Meski ada tantangan dalam wujud pandemi, nyatanya banyak sineas tetap bertahan.

Pemilik rumah produksi Starvision Plus itu berpendapat, semangat juang para sineas justru semakin besar dengan berbagai rintangan yang ada. Chand mengapresiasi banyak sineas dan pelaku industri film yang tetap bertumbuh dengan sangat luar biasa.

Dia berharap, momen Hari Perfilman Nasional bisa dirayakan bersama. Hari itu jadi momentum untuk menyadari perfilman Indonesia tengah tumbuh dan menjadi perhatian dunia, ditandai dengan banyaknya film yang berlaga di festival berskala internasional.

"Yuk kita semakin mendukung untuk menonton film Indonesia. Mencintai karya bangsa karena film Indonesia adalah film kita," kata Chand.

Pandemi tidak dimungkiri memantik berbagai persoalan pada industri film. Menurut Direktur Akses Pembiayaan Kemenparekraf Hanifah Makarim, pada masa pandemi semua subsektor ekonomi kreatif turut terdampak, termasuk film. Pembatasan mobilisasi berpengaruh besar pada perfilman.

Beberapa persoalan yang dia cermati dilihat dari perspektif bisnis. Menurut Hanifah, cukup banyak sineas yang tidak begitu memahami aspek bisnis dan pengelolaan finansial saat menggarap film, padahal kualitas sinematografi filmnya sangat bagus.

Hanifah menyoroti pula pentingnya berbagai pelatihan terkait aspek bisnis dari produksi film. "Bagaimana mengelolanya perlu ditingkatkan kembali. Bagaimana supaya perfilman bisa maju dan film tidak merugi," ujarnya.

Bertepatan dengan hari film, Kemenparekraf menyelenggarakan forum pemasaran dan bisnis film Akatara secara hibrida. Melalui kegiatan tersebut, para sineas bisa bertemu dengan pihak yang berpeluang menjadi investor.

Direktur Perfilman, Musik, dan Media Baru Kemendikbud Ahmad Mahendra menyebutkan persoalan lain, yakni terkait riset. Mahendra mendapati riset mengenai perfilman di Indonesia masih relatif kurang. Padahal, apabila berbagai riset diperkuat akan memberikan efek positif yang berkelanjutan.

Misalnya, apabila sineas menggencarkan riset tentang kisah dari berbagai daerah di Indonesia. "Cerita-cerita lokal bisa mendunia," kata Mahendra. Terlebih, seiring perkembangan zaman, menurut dia, film merupakan produk budaya yang amat penting. 

Persoalan lain berkaitan dengan pendidikan perfilman, baik dari segi sumber daya manusia maupun kurikulum. Mahendra juga berharap festival-festival film yang terselenggara di daerah bisa berkembang dan terhubung dengan festival di skala nasional.

Ketua Subkomisi Kemitraan Dan Sosialisasi Lembaga Sensor Film (LSF) Arturo Gunapriatna menyoroti hal lain yang perlu dibenahi. Hal tersebut adalah pemerataan pengembangan potensi perfilman, yang menurutnya harus menjangkau seluruh Indonesia.

Arturo mencontohkan beberapa daerah yang potensi perfilmannya cukup besar, yakni Yogyakarta dan Makassar. Dengan potensi yang kuat, aspek pasarnya bisa dikembangkan sehingga semakin maju. Selain itu, keterwakilan dianggapnya sebagai hal krusial.

Berbagai daerah pelosok di Indonesia, termasuk Papua, perlu diberi ruang visual supaya bisa mengekspresikan diri lewat film. Itu perlu keterlibatan banyak pihak, termasuk pemerintah. "Film adalah masa depan. Kalau negara tidak ikut-ikut di film, akan ketinggalan. Film bukan semata-mata barang dagangan, tapi juga persoalan politik dan budaya," kata Arturo.

Film Bagai Rimba Belantara

Orang yang berkecimpung di dunia perfilman diibaratkan seperti masuk ke rimba belantara. Berhard Uluan Sirait dari Badan Perfilman Indonesia (BPI) menyebut, butuh kompas dan rekan seperjalanan untuk "mencari jalan" supaya tidak tersesat ketika memasukinya.

Pengibaratan itu dikaitkan dengan perlunya semacam wadah untuk menaungi para insan perfilman. Hal itu menjadi fungsi dari BPI. "Mudah-mudahan BPI bisa menjadi rumah bersama, tempat bernaung dan bersinergi," ujar Berhard, Jumat (25/3).

Selama 25-29 Maret 2022, BPI menyelenggarakan kongres yang berlangsung di Hotel Pullman Central Park Jakarta. Mengusung tema "Sinergi Insan Film Indonesia", Kongres BPI diharapkan dapat menjadi langkah percepatan pengembangan perfilman Tanah Air.

Terdapat beberapa agenda utama pada Kongres BPI 2022, yaitu pemilihan dan penetapan ketua umum serta dewan pengawas periode berikutnya, perubahan dan penetapan anggaran dasar, dan/atau perubahan dan penetapan anggaran rumah tangga. Dilakukan pula penyusunan tata kelola organisasi serta penyusunan dan penetapan program kerja BPI.

Sebagai Ketua Steering Committee Kongres BPI 2022, Berhard menyampaikan Kongres BPI sempat tertunda akibat pandemi Covid-19. Dengan berlangsungnya kongres tersebut, sebanyak 62 organisasi unsur atau pemangku kepentingan BPI bisa kembali berkolaborasi dengan saling menyumbangkan gagasan. Para sineas diharapkan dapat memetakan segala persoalan dan merancang rekomendasi untuk mengatasinya.

"Dengan semangat sinergi dan kolaborasi, diharapkan seluruh pemangku kepentingan Badan Perfilman Indonesia dapat berpartisipasi aktif menghasilkan rumusan dan strategi yang tepat untuk memperkuat ekosistem film di Indonesia," kata Berhard. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat

Jalur Mudik Disediakan Posko Vaksinasi

Diprediksi kurang lebih 56 juta orang akan mudik pada Lebaran tahun ini.

SELENGKAPNYA

BPH Migas: Optimalkan Distribusi Solar

Para nelayan di Indramayu mengeluhkan kelangkaan solar sejak sebulan lalu.

SELENGKAPNYA