Pemanfaatan AI kini makin masif dilakukan di berbagai industri. | Pexels/Tara Winstead

Inovasi

Simalakama Pemanfaatan Robot

Pemanfaatan robot dengan sentuhan AI masih menyimpan berbagai dilema moral.

Teknologi robotika dan kecerdasan buatan (AI) kini terus menjadi industri yang berkembang. Meskipun begitu, manusia harus tetap berhati-hati untuk memastikan peningkatan kecakapan kedua teknologi ini, agar tidak sampai merugikan penggunanya.

Cerita pemanfaatan robot dan pengem bangannya untuk kepentingan manusia, sudah dimulai sejak 1921. Pada tahun itu, penulis Ceska Karel Capek pertama kali menciptakan istilah`robot' ketika menulis dra manya Rossum's Universal Robots.

Drama yang diusung Capek, berlatar jauh lebih maju dari masanya, yaitu di era 2000. Saat itu, robot masih menjadi visi masa depan yang jauh, karena pemanfaatan robot secara nyata sendiri, baru ditemui pada 1960-an.

Dalam beberapa tahun terakhir, manusia makin dekat dengan aplikasi robotika yang kini memiliki teknologi AI di dalamnya. Dilansir World Finance, Senin (21/2), pada Juni 2020, Boston Dyna mics, di bawah kepemilikan SoftBank, menawarkan produk robot komersial pertamanya bernama Spot.

Spot merupakan robot inspeksi berkaki empat, yang mampu menavigasi medan dengan mobilitas yang belum pernah terjadi sebelumnya. Robot ini juga mampu mengizinkan penggunanya meng otomatisasi tugas inspeksi rutin, mengumpulkan berbagai jenis data, untuk kepentingan materi promosi.

Saham mayoritas di perusahaan itu kemudian dibeli oleh produsen mobil Hyundai pada Desember tahun yang sama. Lebih dari setahun kemu dian, pada Agustus 2021, ketika memperkenalkan Tesla Bot sebagai bagian dari AI perusahaan, Elon Musk mengungkapkan, Tesla kini bisa dibilang sebagai perusahaan robot terbesar di dunia.

Karena mobil kami seperti robot yang mampu merasakan sesuatu di atas roda,ujarnya. Dia melanjutkan, Tesla juga telah mengembangkan kemampuan di dalam mo bil besut annya untuk dapat memahami dan menavigasi berbagai data, kemu dian mentrans fernya da lam bentuk humanoid.

Dilema Pemanfaatan

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Sam Adams Beer (@samueladamsbeer)

Saat ini, pemanfaatan robot masih banyak menim bulkan dilema tersendiri.Di satu sisi, robot menawarkan efisiensi dan tenaga kerja yang murah serta tak mengenal libur. Namun, banyak juga yang meng khawatirkan pemanfaatannya dalam unsur yang masif akan menim bulkan kerugian yang tak terbayangkan.

Ketika melihat robot berkaki empat bergerak sebagai anjing tiruan atau Atlas, robot bipedal dari Boston Dynamic, sekilas kita akan mengagumi kemampuan robot ini dalam melakukan berbagai gerakan dengan lincah. Kemudian, ia juga mampu melakukan parkour dalam urutan yang telah diprogram sebelumnya.

Lebih jauh lagi, Atlas juga ternyata memiliki`otot' lengan robot yang dapat menekuk. Kekhawatiran pun mulai merasuk dalam pikiran, bagaimana bila Atlas disisipi senjata.

Penggunaan AI dalam aplikasi militer seperti senjata antipersonel, kini makin menjadi perhatian khu sus, ujar Prof Stuart Russell yang me rupakan pendiri Center for Human-Com patible Artificial Intelligence di University of California, Berkeley, Amerika Serikat (AS), seperti dikutip dari the Guardian.

Menurut dia, saat ini kecemasan apapun tentang mesin yang dapat meng ambil alih dunia kerja dari manusia, mungkin masih terlalu dini. Namun, kecenderungan untuk mengadaptasi robot dalam penggunaan militer, tak bisa dimung kiri makin membuat banyak pihak bergidik ngeri.

 

 

 

Penggunaan AI dalam aplikasi militer seperti senjata antipersonel, kini makin menjadi perhatian khusus.

   

 

Galakkan Pembahasan Etika

 

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Sam Adams Beer (@samueladamsbeer)

Pengembang robot anjing, yang diberi nama Atlas, Boston Dynamics telah menyatakan dalam prinsip-prinsip etikanya bahwa mereka secara tegas menentang robot yang dipersenjatai. Namun, saat ini di jagat pengembangan robot, khususnya robot anjing seperti Atlas, Boston Dynamics bukanlah pemain tunggal.

Ada pula Ghost Robotics yang pada Oktober tahun lalu, resmi meluncurkan robot anjing versinya sendiri dengan senapan nirawak untuk tujuan khusus (SPUR). Senjata ini, ditempelkan di atas tubuh robot dan seketika membuat kasus yang membingungkan bahwa mungkin di dunia robot masa depan, anjing bukan lagi binatang yang bersahabat untuk manusia.

Modul, yang dirancang khusus untuk robot ini, berasal dari perusahaan bernama Sword International dan memiliki jangkauan efektif 1.200 meter. Pemerintahan Presiden AS Joe Biden pun telah mengusulkan peningkatan pengeluaran penelitian dan pengembangan (R&D)untuk Departemen Pertahanan hingga 112 miliar dolar AS. Sebanyak 874 juta dolar AS di antaranya akan digunakan untuk pengembangan AI.

Menurut Chief Ethics Officer Hypergiant, perusahaan AI yang berbasis di Austin, Texas, AS, Will Griffin ada banyak aturan terkait etika yang harus diperhatikan di tengah makin masifnya pengembangan robot di sektor pertahanan. Salah satunya, dalam memastikan pemanfaatan AI haruslah memiliki arah yang jelas.

"Pemanfaatan teknologi AI, harus disertai dengan kode etik tersendiri, baik dalam contoh pengaplikasian, maupun pertanggungjawaban dalam akses terhadap informasi yang digunakan," ujarnya. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat