Nasabah melakukan pencairan dana Jaminan Hari Tua (JHT) di Kantor BPJS Ketenagakerjaan Cabang Sudirman, Jakarta, Senin (14/2/2022). | ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha

Kabar Utama

Pekerja Mulai Tarik Dana JHT

Menaker menjamin dana JHT para pekerja tak akan hilang ataupun berkurang.

JAKARTA -- Sejumlah pekerja di Jakarta dan sekitarnya mulai menarik dana Jaminan Hari Tua (JHT) setelah pemerintah membuat aturan bahwa dana tersebut bisa ditarik saat pekerja berusia 56 tahun. Mereka buru-buru menarik dana jutaan rupiah sebelum ketentuan baru itu berlaku efektif pada 4 Mei 2022.

Salah satu pekerja yang menarik dana JHT adalah adalah Ilma Savara, seorang pekerja di sebuah universitas swasta di Kota Tangerang. Perempuan 27 tahun itu berhasil mencairkan dana JHT-nya pada Senin (14/2).

Ilma mengajukan klaim pencairan JHT pada Jumat (11/2), tak lama setelah kabar aturan baru itu beredar luas. Dia mengaku tak kesulitan mencairkan dana melalui aplikasi BPJS Ketenagakerjaan yang tersedia di ponsel pintarnya.

"Tahapannya hanya pembaruan data, termasuk mengisi nomor rekening. Setelah itu, langsung bisa ajukan klaim. Setelah nunggu beberapa hari, dana langsung dikirim ke rekening. Menurutku, enggak ribet sih prosesnya," kata Ilma kepada Republika, Selasa (15/2).

Rekening Ilma pun terisi dana JHT sebesar Rp 3,6 juta. Dana tersebut merupakan akumulasi kepesertaan BPJS Ketenagakerjaannya sepanjang 2018-2020.

Ilma bercerita, dirinya terpaksa menarik dana JHT sesegera mungkin karena enggan menunggu hingga usia 56 tahun. Kebetulan, akun BPJS Ketenagakerjaan miliknya belum diregistrasikan ulang sejak dia bekerja di kampus swasta itu pada akhir 2021. Dengan begitu, dia masih tercatat sebagai pengangguran sejak berhenti bekerja pada 2020, yang artinya memenuhi syarat pengajuan klaim sesuai aturan lama.

Salah seorang pekerja di Kecamatan Sukaraja, Kabupaten Bogor, bernama Lingga (30), mengaku sedang dalam proses mencairkan JHT-nya. Meski tidak menyebutkan secara detail, besaran dana JHT yang akan diperolehnya berada di atas angka Rp 10 juta sejak 2015.

Lingga telah mengundurkan diri dari kantor lamanya dan pindah ke kantor yang baru dengan status karyawan nonkontrak. Di kantor barunya, ia belum mendapat kesempatan untuk didaftarkan ke BPJS Ketenagakerjaan.

Nah ini saya klaimnya bukan klaim pensiun, melainkan klaim kehilangan pekerjaan atau pemutusan hubungan kerja,” ucapnya.

Pekerja lainnya, Mia Audina, juga ingin segera menarik dana JHT-nya. Tapi, ia tak bisa melakukannya. Hal ini karena ia masih tercatat sebagai pekerja aktif di sebuah perusahaan jasa pengiriman barang di Jakarta.

photo
Nasabah melakukan pencairan dana Jaminan Hari Tua (JHT) di Kantor BPJS Ketenagakerjaan Cabang Sudirman, Jakarta, Senin (14/2/2022). - (ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha)

Mia ingin menarik dana JHT karena yakin bakal butuh dana untuk keperluan mendesak, sebelum dirinya berusia 56 tahun. Terlebih lagi, dia juga sudah berancang-ancang untuk pensiun dini guna fokus sebagai ibu rumah tangga.

"Aku ada kemungkinan bakal berhenti kerja. Dengan aturan baru JHT, kan aku tetap harus nunggu sampai usia 56 baru buat menarik dananya," kata warga Depok ini.

Presiden Partai Buruh, Said Iqbal mengungkapkan, memang ada kemungkinan penarikan dana JHT besar-besaran sebelum 4 Mei 2022. Sebab, wacana pekerja menarik dana JHT ramai-ramai sudah mulai beredar. "Sampai bulan Mei, ada banyak kemungkinan yang akan terjadi. Pemerintah tidak boleh menafikan ini," kata Said, Selasa (15/2).

Berbeda dengan Lingga, pegawai perusahaan swasta di Kecamatan Cileungsi, Kabupaten Bogor, bernama Veronika Lutfi (27), memilih untuk membiarkan dana JHT hingga usianya 56 tahun. Vero baru menjadi peserta BPJS Ketenagakerjaan selama dua tahun.

Menurut dia, dengan membiarkan dana JHT terkumpul hingga 29 tahun ke depan, ia bisa mendapatkan tabungan pada hari tuanya nanti. “Dulu aku enggak ngeh. Sekarang, anggap saja menabung tanpa sadar,” kata Vero, Selasa (15/2).

Dijamin aman

Menteri Ketenagakerjaan, Ida Fauziyah, menjamin dana JHT para pekerja tak akan hilang ataupun berkurang. Hal serupa juga telah ditegaskan BPJS Ketenagakerjaan pada Senin (14/2).

"Iuran yang telah diberikan pekerja dan pemberi kerja untuk program ini tidak akan hilang dan dapat diklaim seluruhnya setelah peserta memasuki usia 56 tahun, atau mengalami cacat total, atau meninggal dunia sebelum usia pensiun," kata Ida Fauziyah seperti dikutip dari video rilisnya, Selasa (15/2).

Polemik dana JHT ini bermula pada 2 Februari 2022 ketika Ida Fauziyah meneken Permenaker Nomor 2 Tahun 2022. Aturan yang mulai berlaku pada 4 Mei 2022 ini menyatakan, manfaat JHT akan dibayarkan ketika pekerja mencapai usia 56 tahun atau mengalami cacat total tetap atau meninggal dunia.

Masih dalam ketentuan tersebut, pekerja yang menjadi korban PHK ataupun mengundurkan diri dari pekerjaannya, juga akan menerima JHT saat usia 56 tahun. Sedangkan dalam aturan lama, Permenaker No 19 Tahun 2015, dinyatakan bahwa dana JHT bisa dicairkan secara tunai setelah pekerja melewati masa tunggu satu bulan, terhitung sejak tanggal surat keterangan pengunduran diri dari perusahaan terkait.

Perencana Keuangan, Safir Senduk menilai, perubahan aturan JHT menjadi polemik karena terbatasnya pemahaman masyarakat mengenai konsep JHT. Selain itu, disebabkan minimnya kesadaran akan pentingnya perencanaan keuangan pada masa mendatang.

Safir mengatakan, JHT adalah salah satu program sosial yang memberikan proteksi kepada pekerja sehingga dalam kondisi apa pun, pencairan klaim harus dilakukan ketika masyarakat memasuki usia tua.

Safir menyadari penolakan dari kalangan pekerja. Namun, ia menyarankan pekerja berpikir jangka panjang, dengan mempertimbangkan esensi dari program JHT. "Apalagi, manfaat yang diberikan pemerintah melalui program ini cukup besar," kata Safir, kemarin.

Ia menjelaskan, JHT adalah program wajib bagi peserta penerima upah dengan iuran per bulan 5,7 persen dari upah yang diterima. Dari jumlah tersebut, pekerja membayar iuran sebesar dua persen, sedangkan 3,7 persen dibayarkan oleh pemberi kerja atau perusahaan.

Ketika memasuki hari tua, manfaat yang diterima oleh pekerja dari JHT berupa uang tunai dan bersumber dari iuran yang telah dibayarkan selama menjadi peserta, ditambah dengan hasil pengembangan dana tersebut. Lantas, berapa kisaran manfaat yang diterima pekerja saat memasuki hari tua dari program JHT?

Dengan menggunakan asumsi upah per bulan Rp 5 juta, iuran yang dibayarkan untuk program JHT sebesar Rp 285 ribu per bulan atau Rp 3,42 juta per tahun. Apabila pekerja menjadi peserta JHT pada usia 25 tahun dan dinyatakan pensiun ketika usia 56 tahun, artinya pekerja tersebut membayar iuran selama 31 tahun dengan total dana yang dibayarkan Rp 106,02 juta.

Dengan mempertimbangkan adanya perubahan saldo awal setiap tahun serta imbal hasil yang diterima setelah iuran tersebut diinvestasikan ke berbagai instrumen oleh BPJS Ketenagakerjaan, manfaat yang diperoleh pekerja saat hari tua berdasarkan penghitungan kalkulator JHT sebesar Rp 248,55 juta.

Instrumen investasi yang dijadikan penempatan dana kelolaan JHT, di antaranya surat berharga negara (SBN) dan deposito perbankan, dengan tingkat imbal hasil rata-rata kisaran lima persen sampai tujuh persen. 

photo
Nasabah mengecek aplikasi untuk melihat dana Jaminan Hari Tua (JHT) di Kantor BPJS Ketenagakerjaan cabang Sudirman, Jakarta, Senin (14/2/2022). - (ANTARA FOTO/Asprilla Dwi Adha)

Tak Bisa Gantikan JHT 

Partai Buruh menilai, kehadiran program Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) tak bisa menggantikan JHT. Sebab, manfaat program JKP terbatas waktu, kriteria pekerja, dan nilai uangnya juga terlalu kecil.

Presiden Partai Buruh, Said Iqbal, menyinggung pernyataan Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto, yang menyebut JKP lebih baik dari JHT. "Padahal, justru sebaliknya," kata Said dalam konferensi pers daring, Selasa (15/2). 

Said menjelaskan, program JKP hanya bagi pekerja korban PHK. Pekerja yang mengundurkan diri atau pensiun dini tak bisa memanfaatkannya. Sedangkan JHT bisa dicairkan oleh semua pekerja yang sudah berhenti bekerja jika mengacu pada aturan lama.

Selain itu, manfaat JKP hanya diberikan kepada pekerja selama enam bulan. "Apakah ada jaminan dalam enam bulan orang dapat kerja. Apakah Menko Perekonomian bisa menjamin?" kata Said. 

Said menambahkan, JKP juga hanya diberikan sebesar 45 persen dari gaji, setiap bulan selama tiga bulan pertama. Lalu, sebesar 25 persen dari gaji pada tiga bulan terakhir. "Kecil sekali nilainya. Biaya hidup saja enggak cukup. Terus apanya yang lebih besar?" katanya. 

Hal yang paling penting, menurut dia, program JKP belum ada implementasinya. Karena itu, para pejabat berupaya menenangkan publik yang protes soal JHT dengan menghadirkan JKP. "Seolah-olah ada JKP, persoalan JHT ditunda jadi beres. Tidak," katanya.

Demi menyuarakan penolakan terhadap perubahan aturan JHT, Partai Buruh bersama sejumlah serikat buruh akan menggelar aksi unjuk rasa di kantor Kementerian Ketenagakerjaan dan BPJS Ketenagakerjaan di Jakarta pada Rabu (16/2). Ada ribuan buruh yang dilibatkan dalam aksi tersebut.

Said mengatakan, sebenarnya ada puluhan ribu buruh dari sejumlah serikat buruh yang ingin mengikuti aksi. Tapi, pihaknya terpaksa membatasi jumlah peserta karena harus menerapkan protokol kesehatan pencegahan penularan Covid-19. 

Menurut Said, aksi ini akan digelar serentak di seluruh Indonesia. Para buruh yang berasal dari wilayah Jabodetabek dipusatkan berunjuk rasa di kantor Kemenaker dan BPJS Ketenagakerjaan.

Sedangkan para buruh di daerah lain, akan menggelar aksi di kantor cabang BPJS Ketenagakerjaan dan kantor Dinas Ketenagakerjaan, baik di tingkat kabupaten/kota maupun provinsi. Said mengungkapkan, salah satu tuntutan buruh adalah mencabut Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua.  

Menko Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto sebelumnya menyatakan, meski pencairan JHT ditunda hingga pekerja berusia 56 tahun, pemerintah telah menyiapkan program JKP. Program baru ini mulai berlaku pada 1 Februari dengan manfaat perlindungan jangka pendek bagi pekerja korban PHK.

"Klaim JKP ini efektif per 1 Februari 2022. Ini merupakan perlindungan bagi pekerja atau buruh karena langsung mendapatkan manfaat seketika saat berhenti bekerja," kata Airlangga, Senin (14/2). 

Program JKP diatur dalam Peraturan Pemerintah No 37 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Progam JKP. Keberadaan program ini yang menjadi alasan pemerintah untuk mengubah aturan mengenai JHT.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat