Pasangan suami istri Brian Kelly Jones (kiri) bersama sang istri Afni bersalaman usai menikah dalam hijrah festival 2018 di Jakarta Covention Center, Jakarta, Ahad (11/11). Brian Kelly Jones adalah seorang muallaf yang menikah dalam acara Hijrah Festival | Republika/Iman Firmansyah

Khazanah

Istri Mualaf dari Suami non-Muslim

Jika kemudian suaminya memeluk Islam, maka keduanya dapat dipersatukan kembali.

Seorang wanita yang sudah menikah memutuskan untuk memeluk Islam dan menjadi mualaf. Kendati demikian, suaminya tetap bersikukuh menjalani status sebagai non-Muslim.

Lantas, bagaimana pernikahannya dalam kacamata Islam? Wakil Ketua Umum Persatuan Islam (Persis) KH Jeje Zainuddin menjelaskan bahwa status pernikahan seorang istri yang mualaf dengan suaminya yang tetap sebagai non-Muslim secara syariat terputus. Hal ini berlandaskan nash Alquran. 

Hai orang-orang yang beriman, apabila datang berhijrah kepadamu perempuan-perempuan yang beriman, maka hendaklah kamu uji (keimanan) mereka. Allah lebih mengetahui tentang keimanan mereka; maka jika kamu telah mengetahui bahwa mereka (benar-benar) beriman maka janganlah kamu kembalikan mereka kepada (suami-suami mereka) orang-orang kafir. Mereka tiada halal bagi orang-orang kafir itu dan orang-orang kafir itu tiada halal pula bagi mereka.

Dan berikanlah kepada (suami suami) mereka, mahar yang telah mereka bayar. Dan tiada dosa atasmu mengawini mereka apabila kamu bayar kepada mereka maharnya. Dan janganlah kamu tetap berpegang pada tali (perkawinan) dengan perempuan-perempuan kafir; dan hendaklah kamu minta mahar yang telah kamu bayar; dan hendaklah mereka meminta mahar yang telah mereka bayar. Demikianlah hukum Allah yang ditetapkan-Nya di antara kamu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (QS al-Mumtahanah: 10).

“Jika seorang wanita telah menjadi muslimah, sedang suaminya tetap pada agama sebelumnya maka mereka secara hukum syariat telah terputus ikatan perkawinannya dan menjadi haram berhubungan suami istri hingga suaminya ikut menjadi Muslim," kata Ustaz Jeje kepada Republika, Ahad (13/2).

 
Jika seorang wanita telah menjadi muslimah, sedang suaminya tetap pada agama sebelumnya maka mereka secara hukum syariat telah terputus ikatan perkawinannya.
 
 

Ia menjelaskan, jika kemudian suaminya memeluk Islam dan mantan istrinya belum menikah dengan yang lain, maka keduanya dapat dipersatukan kembali. Dalam kitab Bidayatul Mujtahid wa Nihayatul Muqtasid, Ibnu Rusyd menjelaskan bahwa Imam Malik, Abu Hanifah, dan Syafi’i berkata bila istri masuk Islam sebelum suaminya maka jika suami masuk Islam pada masa iddah (masa tunggu setelah perceraian atau kematian suami) sang istri, ia berhak atas istrinya. Bila suami masuk Islam sedangkan istrinya seorang ahli kitab, pernikahannya tetap.

Pendapat ulama yang demikian berdasarkan pada sebuah hadis yang meriwayatkan bahwa istri Sofwan bin Umayah, yakni Atikah binti al-Walid bin al-Mughirah, telah masuk Islam sebelum Sofwan, baru kemudian Sofwan menyusul masuk Islam. Maka, Rasulullah menetapkan pernikahan keduanya, tidak memutuskannya. Para ulama berkata bahwa jarak antara masuk Islamnya sang istri dan masuk Islamnya Sofwan sekitar satu bulan.

Ibnu Syihab mengatakan, tidak ada riwayat yang datang kepada kami bahwa seorang istri yang hijrah kepada Rasulullah sementara suaminya tetap kafir dan tinggal di negeri kufur kecuali hijrahnya itu telah memisahkan sang suami dan istrinya, kecuali bila sang suami kemudian datang menyusul hijrah sebelum habis masa iddah istrinya.

 
Adapun apabila suami masuk Islam sebelum Islamnya sang istri, para ulama berbeda pendapat dalam hal ini
 
 

Adapun apabila suami masuk Islam sebelum Islamnya sang istri, para ulama berbeda pendapat dalam hal ini. Imam Malik berkata, bila suami masuk Islam sebelum istrinya, terputus pernikahannya, apabila sang suami telah menawarkan masuk Islam pada sang istri tetapi ia menolaknya.

Sedangkan Imam Syafi’i berpendapat, sama saja apakah suami masuk Islam sebelum istri atau istri masuk Islam sebelum suami, bila pihak yang terakhir masuk Islam dalam masa iddah, pernikahannya tetap (tidak putus).

Di dalam kitab al-Muhadzdzab, Imam as-Syairazi menuliskan apabila salah satu pasangan suami istri penyembah berhala atau majusi masuk Islam atau seorang istri masuk Islam, sedangkan suaminya seorang Yahudi atau Nasrani, maka apabila masuk Islamnya itu sebelum terjadinya persetubuhan, saat itu putuslah pernikahannya. Namun, bila masuk Islamnya setelah terjadi persetubuhan, putusnya hubungan pernikahan digantungkan pada masa selesainya iddah.

Bila pasangan yang lain (yang belum masuk Islam) masuk Islam sebelum selesainya masa iddah, keduanya tetap dalam pernikahan. Namun, bila sampai dengan selesainya masa iddah tidak juga masuk Islam, (pernikahannya) diputuskan.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat