Ketua DPR Puan Maharani (tengah) memimpin Rapat Paripurna dengan agenda mendengarkan pendapat fraksi tentang Penghapusan Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS), di Kompleks Parlemen, Jakarta, Selasa (18/1/2022). | ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja

Nasional

Pimpinan Setujui RUU TPKS Dibahas Saat DPR Reses

Pimpinan DPR telah memberikan izin agar RUU TPKS dapat dibahas saat masa reses.

JAKARTA -- Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR Willy Aditya menyebut, pimpinan DPR telah memberikan izin agar Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) dapat dibahas saat masa reses. Hal tersebut sudah diputuskan dalam rapat Badan Musyawarah (Bamus).

"Kami sudah bersurat pada Bamus yang sebelumnya, dua pekan lalu untuk proses pembahasan RUU TPKS dibahas di masa reses, diberikan izin di masa reses. Dan pimpinan mengiyakan," ujar Willy kepada wartawan, Jumat (11/2).

Namun, DPR belum bisa segera melakukan pembahasan RUU TPKS. Pasalnya, pihaknya belum menerima daftar inventarisasi masalah (DIM) dan surat presiden (surpres) dari pemerintah.

"Begitu (DIM dan surpres dari pemerintah) masuk kita raker," ujar Willy.

DPR sendiri akan menggelar rapat paripurna penutupan masa sidang pada 17 Februari mendatang. Ia berharap dalam waktu dekat pemerintah segera mengirim surpres dan digelar rapat kerja.

"DIM sama surpres ditandatangani oleh empat menteri. Kalau bisa dikirim hari ini kan bagus, kalau tidak ya hari Senin. Kemarin koordinasi dengan gugus tugas hari ini empat menteri akan mengesahkan DIM," ujar Willy.

Ketua Fraksi Partai Gerindra DPR Ahmad Muzani mendukung percepatan pembahasan rancangan RUU TPKS. Ia pun mendukung apabila RUU tersebut dibahas saat DPR menjalani masa reses.

"Kami akan usulkan itu untuk segera dibahas sehingga masa reses ini kita bisa bersidang untuk membahas itu," ujar Muzani, Kamis (10/2).

Pembahasan RUU TPKS yang diusulkan pada masa reses tersebut tidak menjadi permasalahan. Apalagi, bila memang bertujuan untuk mempercepat pembahasan RUU yang diharapkan banyak pihak segera disahkan menjadi undang-undang.

"Dalam arti makin cepat makin bagus karena problem yang dihadapi sekarang itu semakin kompleks. Dan makin kompleks karena kemajuan sosial, teknologi dan seterusnya sehingga kepastian untuk segera mencegah kekerasan seksual harus segera dipastikan," ujar Muzani.

photo
Anggota fraksi PAN Desy Ratnasari membacakan pendapat fraksinya pada Rapat Paripurna ke-13 DPR Masa Persidangan III Tahun Sidang 2021-2022 yang beragendakan mendengarkan Pendapat Fraksi-fraksi terhadap RUU Usul Inisiatif Badan Legislasi DPR RI tentang Penghapusan Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS), Jakarta, Selasa (18/1/2022). - (ANTARA FOTO/Muhammad Adimaja)

"Karena itu upaya untuk segera menghadirkan undang-undang yang bisa menangani kekerasan seksual itu kami mendukung. Kalau perlu bila masa reses ini ya kita bersidang untuk itu," sambungnya.

Menteri PPPA Bintang Puspayoga menyampaikan Pemerintah terus melakukan langkah-langkah percepatan penyusunan DIM RUU TPKS karena urgensi RUU ini yang sudah ditunggu banyak pihak. 

"Semua upaya yang telah dan terus pemerintah lakukan adalah usaha keras untuk menyiapkan DIM yang seoptimal mungkin agar dapat menjawab kompleksitas permasalahan kekerasan seksual di lapangan,” kata Bintang Puspayoga dalam keterangan pers, Selasa (8/2). 

Bintang menjelaskan RUU TPKS memuat jenis kekerasan dan unsur pidana yang belum diatur dalam peraturan perundang-undangan lainnya. Misalnya pelecehan seksual non fisik, pelecehan seksual fisik, pelecehan seksual berbasis online, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan, eksploitasi seksual, dan penyiksaan seksual. 

photo
Aktivis yang tergabung dalam Gerak Perempuan menggelar aksi damai di depan kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, Senin (10/2/2020). Mereka meminta Kemendikbud untuk menindak tegas pelaku kekerasan seksual dalam dunia pendidikan khususnya di lingkungan kampus. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/ama. - (SIGID KURNIAWAN/ANTARA FOTO)

"Selain itu ada pemberatan hukuman, pidana tambahan, restitusi, serta tindakan rehabilitasi bagi pelaku,” ujar Bintang. 

Sementara itu, Penyidik Madya Tingkat III Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri, Jean Calvijn Simanjuntak mengatakan, terdapat beberapa ruang lingkup hukum yang diatur dalam RUU TPKS. Salah satunya adalah syarat Aparat Penegak Hukum (APH) yang menangani kasus kekerasan seksual. 

“Dimasukkan dalam hukum acara, syarat APH adalah memiliki kompetensi dan mengikuti pelatihan. Tidak hanya itu, APH juga harus sensitif gender untuk menghindari reviktimisasi korban. Selain itu, RUU TPKS ini tidak menggunakan pendekatan restorative justice,” ucap Bintang.

Calvijn menjelaskan, melalui RUU TPKS ini, nantinya keterangan saksi ataupun korban dalam proses penyidikan dapat dilakukan melalui perekaman elektronik. 

“Keterangan saksi atau korban juga sudah cukup untuk membuktikan terdakwa bersalah, tentunya disertai alat bukti sah lainnya dan keyakinan hakim,” ungkap Calvijn.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat