Kesenjangan digital yang terjadi di berbagai belahan dunia amat berdampak pada sektor pendidikan. | Pixabay/Nicola Giordano

Opini

Presidensi Indonesia G-20 dan Isu Pendidikan

Presidensi Indonesia di G-20 haruslah bernilai strategis menyelesaikan isu pendidikan.

MUKHAMAD NAJIB; Atase Pendidikan RI Canberra dan Dosen IPB University

Tahun 2022 menjadi tahun istimewa bagi keanggotaan Indonesia di G-20. Pada tahun ini Indonesia menjadi pemimpin sekaligus tuan rumah dari pertemuan negara-negara anggota G-20.

G-20 merupakan kelompok strategis yang terdiri dari 19 negara utama dan Uni Eropa yang memiliki produk domestik bruto (PDB) terbesar di dunia. Keanggotaan G-20 berisi gabungan dari negara maju (9 negara + Uni Eropa) dan negara yang perekonomiannya sedang berkembang dan memiliki pasar yang besar (10 negara).

Pembahasan isu dalam pertemuan G-20 pada 2022 di Indonesia akan terbagi menjadi dua jalur, yaitu financial track (jalur keuangan) dan sherpa track (jalur nonkeuangan). Salah satu isu penting dalam sherpa track adalah isu pendidikan.

Bagi negara berkembang, pendidikan yang berkualitas menjadi kunci untuk mengejar ketertinggalan dari negara maju. Sebaliknya, pendidikan yang buruk berakibat fatal bagi sebuah bangsa.

 
Bagi negara berkembang, pendidikan yang berkualitas menjadi kunci untuk mengejar ketertinggalan dari negara maju.
 
 

Presidensi Indonesia di G-20 haruslah bernilai strategis bukan hanya bagi Indonesia, tapi juga bagi negara berkembang. Presidensi Indonesia perlu dioptimalkan untuk menyelesaikan isu-isu penting pendidikan.

Dalam sustainable development goals (SDGs) ke-4 tahun 2030 disebutkan bahwa negara harus menjamin kualitas pendidikan yang inklusif dan merata serta meningkatkan kesempatan belajar sepanjang hayat untuk semua. Oleh karenanya sangat tepat jika Indonesia dapat mendorong negara anggota untuk bekerja sama menyelesaikan isu pendidikan, terutama berkaitan dengan upaya bersama dalam pencapaian SDGs 2030. 

Pada pertemuan G-20 tahun 2021 di Italia, para menteri pendidikan G-20 telah membahas isu miskinnya pembelajaran dan kesenjangan pendidikan selama pandemi Covid-19. Bagi negara berkembang, buruknya pembelajaran menyebabkan semakin terkendalanya pencapaian SDGs pendidikan.

Solusi yang ditawarkan saat itu adalah implementasi pembelajaran daring dan blended learning, menguatkan keterampilan digital para guru serta memperbarui metode pembelajaran jarak jauh. Namun, ketidakmerataan infrastruktur digital di negara berkembang tetaplah meninggalkan kesenjangan pembelajaran berkualitas.

Isu prioritas

Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemedikbudristek) telah menyampaikan empat isu prioritas yang akan dibawa dalam pertemuan G-20. Pertama, kualitas pendidikan untuk semua. Isu ini sangat strategis dan mewakili aspirasi negara berkembang.

Kesenjangan kualitas pendidikan masih nyata antara negara berkembang dan negara maju saat ini. Negara maju umumnya menjadikan pendidikan sebagai barang komersial dan sumber pendapatan.

Akses pendidikan berkualitas yang tak terjangkau oleh negara berkembang menyebabkan kesenjangan negara maju dan berkembang semakin lebar. Dalam konteks ini, pengangkatan isu kualitas pendidikan untuk semua akan mengokohkan kepemimpinan Indonesia karena telah menunjukkan keberpihakan dan pembelaan terhadap negara berkembang.

 
Pengangkatan isu kualitas pendidikan untuk semua akan mengokohkan kepemimpinan Indonesia karena telah menunjukkan keberpihakan dan pembelaan terhadap negara berkembang
 
 

Kedua, teknologi digital dalam pendidikan. Covid-19 telah mepercepat dunia pendidikan mengadopsi teknologi digital. Saat yang sama, negara maju mengambil peluang dengan menjadi provider online learning. Sebagian mereka menjadi produser teknologi digital untuk pembelajaran dan penelitian.

Lagi-lagi negara maju bertindak cepat menjadikan negara berkembang sebagai pasar. Dalam situasi sulit akibat pandemi, maka negara maju harus diingatkan untuk sedikit menahan hasrat komersialisasi dan tendensi mengeruk keuntungan di atas kesusahan bangsa-bangsa.

Teknologi digital harus dapat diakses dengan mudah dan murah dalam rangka meningkatkan efektifitas pembelajaran sehingga pendidikan berkualitas tetap dapat dicapai tanpa menimbulkan kesenjangan baru. 

Ketiga, solidaritas dan kemitraan. Pandemi Covid-19 sedianya menyadarkan semua bangsa untuk bergandengan tangan bekerja sama menghadapi tantangan. Solidaritas dan kemitraan antar bangsa perlu dihidupkan dalam bentuk konkret dengan semangat kesetaraan.

Semua bangsa berkepentingan untuk segera keluar dari krisis akibat pandemi. Solidaritas dan kemitraan negara maju dan berkembang dalam bidang pendidikan harus dilandasi kepentingan bersama untuk melahirkan sumber daya manusia (SDM) andal yang bisa berkontribusi bagi kemajuan dunia pasca-Covid-19.

Dalam konteks ini, penguatan semangat gotong royong dan bangkit bersama di antara bangsa-bangsa akan menjadi kontribusi terbesar Indonesia bagi dunia.

Keempat, masa depan dunia kerja pascapandemi Covid-19. Pandemi telah mengubah banyak hal. Bekerja jarak jauh (remote working) menjadi kenormalan baru yang mendorong perubahan budaya kerja dan memunculkan kebutuhan kompentensi baru.

Bahkan, menurut perkembangan terbaru, dunia akan bergerak dari digital ke metaverse, yaitu suatu bisnis baru teknologi digital berbasis virtual and augmented reality.

 
Dunia pendidikan harus bisa menawarkan kurikulum baru yang adaptif dan mampu melahirkan SDM yang selaras dengan perkembangan dunia kerja pasca-Covid-19.
 
 

Konon metaverse diprediksi akan mengubah peradaban dunia secara revolusioner di masa depan. Dalam hal ini, dunia pendidikan harus bisa menawarkan kurikulum baru yang adaptif dan mampu melahirkan SDM yang selaras dengan perkembangan dunia kerja pasca-Covid-19. 

Belajar dari pandemi, semua orang harus bisa beradaptasi dengan cepat terhadap berbagai perubahan dan ketidakpastian. Untuk itu, dunia pendidikan perlu membekali siswa dengan long-life learning culture.

Dengan budaya ini setiap orang akan terbiasa belajar cepat dan mampu beradaptasi dengan cepat terhadap hal baru yang tak terbayangkan sebelumnya. Pandemi dan hidup berdampingan dengan Covid-19 merupakan kejadian yang tak terbayangkan sebelumnya. Namun dengan kemampuan belajar cepat manusia bisa beradaptasi sehingga dapat tetap bertahan.

Pemulihan kesejahteraan

Selain keempat isu di atas, isu yang tak kalah penting untuk diangkat dalam pertemuan G-20 adalah pemulihan kesejahteraan (wellbeing) pasca pandemi. Covid-19 telah menghancurkan ekonomi keluarga, membuat stres dan berdampak pada kesehatan mental masyarakat dunia.

Perasaan cemas, tertekan, dan khawatir juga dialami oleh banyak guru, siswa, dan orang tua. Pemulihan kesejahteraan guru, siswa, dan orang tua ini perlu menjadi perhatian pimpinan G-20.

Bagaimanapun, dunia pendidikan harus terus berlanjut karena seperti yang tertulis di pintu gerbang Universitas Afrika Selatan: “Menghancurkan suatu bangsa tidak perlu bom atom ataupun misil jarak jauh, cukuplah dengan menurunkan kualitas pendidikan”.

Oleh karena itu, kesejahteraan para aktor pendidikan perlu diperbaiki segera karena mereka adalah kunci dari keberlanjutan proses pendidikan yang berkualitas.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat