Siswa mengikuti pembelajaran tatap muka (PTM) di SMPN 2 Yogyakarta, Senin (24/1/2022). Mulai 24 Januari Pemkot Yogyakarta mulai menerapkan PTM 100 persen. | Wihdan Hidayat / Republika

Nasional

PTM Tingkatkan Risiko Anak Terpapar MIS-C

Munculnya omikron membuat anak yang PTM rentan menjadi korban.

JAKARTA -- Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Prof Tjandra Yoga Aditama memandang pentingnya evaluasi Pertemuan Tatap Muka (PTM). Salah satu hal yang jadi pertimbangan penundaan PTM adalah potensi long covid pada anak bila tertular Covid-19.

"Anak dapat saja mengalami komplikasi berat yaitu multisystem inflammatory in children associated with Covid-19 (MIS-C). Dan bukan tidak mungkin juga ada komplikasi long covid," kata Tjandra, Selasa (25/1).

Ia mengingatkan kasus Covid-19 di Tanah Air ini terus meningkat. Juga ada kecenderungan peningkatan positivity rate dan perkembangan kenaikan angka reproduksi. Semuanya menunjukkan potensi penularan di masyarakat. Apalagi angka transmisi lokal varian omikron juga terus meningkat.

Tjandra memaparkan, data lain dari CDC Amerika Serikat yang dirilis 12 Januari 2022 menyebutkan angka anak masuk rumah sakit (RS) meningkat di Amerika. Rata-rata ada 4,3 balita per 100 ribu angka masuk RS pada minggu sampai awal Januari, meningkat dari angka 2,6 per 100 ribu pada minggu sebelumnya.

photo
Siswa SD kelas 1 mengikuti vaksinasi Covid-19 susulan di SD Muhammadiyah Sagan, Yogyakarta, Selasa (25/1/2022). Beberapa siswa SD terpaksa mengikuti vaksinasi Covid-19 susulan karena berhalangan saat vaksinasi di sekolah asal. Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Yogyakarta mengaku telah menyelesaikan vaksinasi anak usia 6-11 tahun sesuai rekomendasi Kemenkes. - (Wihdan Hidayat / Republika)

Bila dibandingkan dengan angka awal Desember, maka ada peningkatan 48 persen, peningkatan tertinggi pada kelompok umur ini selama pandemi Covid-19. Angka tersebut memang terjadi di Amerika. "Tetapi kita tentu tidak ada yang ingin ada dampak seperti ini terjadi pada anak-anak kita," katanya.

MIS-C dapat terjadi saat seorang anak terbukti pernah positif Covid-19. Hingga saat ini belum diketahui secara pasti penyebab MIS-C. Namun, ini diduga merupakan respons imun yang berlebihan terhadap infeksi Covid-19.

Sindrom ini ditandai dengan demam selama lebih dari tiga hari dan ada dua gejala penyerta, yaitu ruam, konjungtivitis bilateral nonpurulen (infeksi mata), atau tanda inflamasi mukokutan pada bagian mulut, tangan, dan kaki.

Gejala MIS-C di antaranya hipotensi atau syok, tanda-tanda disfungsi miokardium (sel otot jantung), perikarditis (radang kantong pelapis jantung), vaskulitis (radang pembuluh darah), atau abnormalitas koroner, koagulopati (gangguan pembekuan darah), dan masalah gastrointestinal akut seperti diare, muntah, dan nyeri perut dapat menjadi gejala MIS-C.

Reaksi imun yang timbul menyebabkan produksi sitokin dalam jumlah besar di dalam tubuh, sehingga inflamasi dapat terjadi dalam berbagai anggota tubuh, seperti jantung, paru-paru, otak, sistem pencernaan, ginjal, dan lainnya. 

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) melihat munculnya omikron, varian baru Covid-19, di Indonesia membuat anak-anak rentan menjadi korban. Karena itu, KPAI merasa pemerintah perlu mengevaluasi lembali kebijakan PTM 100 persen yang masih berlangsung hingga kini.

"Munculnya omikron di Indonesia yang menyebabkan anak rentan menjadi korban, maka pemerintah perlu mengevaluasi kembali kebijakan PTM 100 persen dengan mempertimbangkan dan memprioritaskan keselamatan serta kesehatan anak," ujar Ketua KPAI, Susanto, lewat keterangannya, Selasa (25/1).

Susanto menerangkan, KPAI melakukan pengawasan terhadap PTM terbatas. Sejauh ini pelaksanaan PTM terbatas dengan kategori sangat baik 15,28 persen, baik 44,44 persen  cukup 19,44 persen, kurang 11,12 persen, dan sangat kurang 9,72 persen.

Melihat itu, KPAI meminta sekolah atau madrasah memenuhi seluruh syarat kebutuhan penyelenggaraan PTM terbatas. "(Mendorong) ketaatan pada protokol kesehatan serta ketercapaian vaksin mencapai minimal 70 persen bagi warga sekolah," jelas Susanto.

Selain itu, KPAI juga menilai komitmen kepala daerah sangat penting agar melaksanakan penyelenggaraan PTM terbatas jika positivity rate Covid-19 di wilayahnya berada di bawah 5 persen. KPAI mendorong 5 SIAP untuk penyelenggaraan PTM terbatas. "Yaitu SIAP pemerintah daerahnya, SIAP sekolahnya, SIAP gurunya, SIAP orang tua, SIAP anaknya," kata dia.

photo
Siswa mengikuti pembelajaran tatap muka (PTM) di SMPN 2 Yogyakarta, Senin (24/1/2022). Mulai 24 Januari Pemkot Yogyakarta mulai menerapkan PTM 100 persen. - (Wihdan Hidayat / Republika)

Sebelumnya, KPAI sudah meminta para pihak terkait untuk mempertimbangkan kembali kebijakan PTM 100 persen. Terlebih jika melihat tengah meningkatnya kasus omikron di Indonesia beberapa waktu terakhir.

"KPAI mendorong Kemendikbudristek, Kementerian Agama, dan dinas-dinas pendidikan di seluruh Indonesia untuk mempertimbangkan kembali menggelar PTM 100 persen," ungkap Komisioner KPAI Retno Listyarti lewat pesan singkat, Rabu (12/1).

Retno menjelaskan, beberapa waktu lalu dirinya melakukan pengawasan PTM 100 persen di tiga sekolah dasar dan satu sekolah menengah pertama (SMP) di DKI Jakarta. Ketika berkeliling dari satu kelas ke kelas lain, dia melihat para peserta didik sulit menjaga jarak satu sama lain.

"Ukuran ruangan kelas yang kecil dengan peserta didik antara 32-40 orang membuat jaga jarak yang ideal satu siswa dengan siswa lainnya di masa pandemi menjadi sulit dilakukan. Padahal lamanya jam belajar ditambah, yang semula hanya 4 jam per hari menjadi 6 jam per hari," kata dia.

Dia melihat standar operasional prosedur (SOP) kedatangan siswa sebenarnya sudah disiapkan dan dilaksanakan dengan baik, mulai dari pengecekan barcode PeduliLindungi, pengukuran suhu badan, cuci tangan, memakai masker, dan pengaturan menuju kelas. Antrean cuci tangan juga diatur agar tidak terjadi penumpukan.

"Namun, begitu memasuki kelas, maka ketentuan untuk jaga jarak satu meter sulit diterapkan," ungkap Retno.

Dia juga melihat, SOP kepulangan siswa telah disiapkan dengan baik untuk mengantisipasi terjadinya kerumunan. Salah satunya dengan membuat kepulangan setiap kelas memiliki jeda waktu guna menghindari penumpukan.

Namun, lagi-lagi dalam praktiknya penumpukan masih terjadi karena para orangtua siswa terlambat menjemput anaknya. "Sekolah sudah berusaha maksimal, namun para orang tua yang terlambat menjemput menjadi kendala dalam menghindari penumpukan," ujar Retno.

Sangat darurat

Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) menyatakan, ketentuan pembelajaran tatap muka (PTM) pada Surat Keputusan Bersama (SKB) Empat Menteri sudah mempertimbangkan dan mengakomodasi mekanisme pelaksanaan berdasarkan level pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). Termasuk juga di dalamnya aturan apabila terjadi peningkatan penyebaran Covid-19.

"Kalau daerah tertentu ditetapkan sebagai PPKM Level 3 dan 4 otomatis tidak PTM terbatas 100 persen. Apalagi PPKM Level 4, wajib menyelenggarakan pembelajaran jarak jauh (PJJ)," ungkap Kepala Biro Kerja Sama dan Hubungan Masyarakat Kemendikbudristek, Anang Ristanto, Selasa (25/1).

Anang menjelaskan, berbagai riset menunjukkan pandemi Covid-19 menimbulkan kehilangan pembelajaran alias learning loss yang signifikan terhadap anak-anak. Karena itu, anak-anak berhak bersekolah sebagaimana mestinya sehingga learning loss tak terus-menerus terjadi.

Dirjen PAUD Pendidikan Dasar dan Menengah Kemendikbudristek, Jumeri, menambahkan, untuk kasus-kasus Covid-19 di sekolah diambil langkah akurat sesuai SOP. Jumeri melihat mekanisme yang diatur dan juga pelaksanaannya sudah berlangsung dengan baik, yang salah satunya memungkinkan sekolah untuk melakukan buka-tutup bila ditemukan kasus Covid-19.

Jumeri menyatakan, Kemendikbudristek sangat menghargai aspirasi dan saran terkait PTM 100 persen yang diberikan organisasi profesi medis. Namun, pelaksanaan PTM sangat darurat karena sekolah sudah ditutup hampir dua tahun.

Dalam kurun waktu tersebut, kata Jumeri, banyak kejadian luar biasa. Di antaranya, terdapat kesenjangan hasil belajar, tekanan psikologis, banyak sekolah swasta tumbang, dan banyak anak yang dikeluarkan dari sekolah.

Deputi II Kepala Staf Kepresidenan Abetnego Tarigan mengatakan, pemerintah memastikan tetap melanjutkan PTM 100 persen dengan pengawasan ketat dan memprioritaskan kesehatan anak. Abetnego minta orang tua atau wali murid tidak panik secara berlebihan, terutama saat varian omikron tinggi seperti saat ini.

“Memang orang tua harus waspada tapi jangan panik berlebih karena yang namanya pendidikan juga penting. Kualitas belajar secara tatap muka jauh lebih baik ketimbang online,” kata dia.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat