Pekerja pemakaman membawa peti berisi pasien Covid-19 yang meninggal di Bukarest, Romania, Senin (8/11/2021). Islam mengajarkan manusia untuk selalu mengingat dan mempersiapkan bekal menuju kematian.. | (AP Photo/Vadim Ghirda, File)

Kitab

Mengingat Kematian

Kematian yang menimpa diri seorang Mukmin bertujuan baik.

OLEH HASANUL RIZQA

Semua makhluk pasti akan menjumpai kematian. Maka dari itu, Islam mengajarkan manusia untuk selalu mengingat dan mempersiapkan bekal menuju maut. Nabi Muhammad SAW bersabda, “Perbanyaklah ingat kematian karena itu dapat menyucikan dosa dan membentuk sikap zuhud di dunia.”

Para ulama terus menggemakan pesan Rasulullah SAW tersebut. Di antaranya ialah Abu Abdillah Muhammad bin Ahmad atau yang akrab disapa Imam al-Qurthubi.

Ahli tafsir Alquran itu lahir di Andalusia pada awal abad ke-13. Ia menulis banyak kitab tentang ilmu-ilmu keislaman. Adapun buah tangannya yang berkaitan dengan tema dzikrul maut ialah At-Tadzkirah fii Ahwal al-Mauta wa Umur al-Akhirah.

Karya tersebut telah diterjemahkan ke dalam pelbagai bahasa. Edisi terjemahan bahasa Indonesia diterbitkan, antara lain, oleh Penerbit Cendekia dengan judul Ensiklopedi Kematian: Mengingat Kematian dan Hari Akhir.

Penamaan “ensiklopedia” memang tepat untuk buku tersebut. Sebab, isinya mencakup hampir seluruh topik yang bertalian dengan perspektif Islam mengenai kematian.

Misalnya, pembicaraan tentang cara-cara mengingat maut. Begitu pula dengan pembahasan tentang keadaan orang yang telah mati, hari kebangkitan, surga dan neraka, serta fitnah menjelang kiamat besar.

Al-Qurthubi selalu menyertakan ayat-ayat Alquran serta hadis-hadis Nabi SAW dalam menjelaskan setiap topik yang dibahasnya. Bahkan, sang alim yang juga ahli ilmu hadis itu telah menjelaskan dengan baik sanad dan matan hadis yang dikutipnya. Semuanya dapat dipertanggungjawabkan dari berbagai segi ilmu musthala’ah hadits.

Lebih lanjut, At-Tadzkirah edisi terjemahan bahasa Indonesia ini juga dibuka dengan selayang pandang tentang jenis-jenis hadis. Dengan begitu, pembaca dapat memahami arti beberapa istilah yang marak dipakai penulis dalam kitab karangannya itu.

 
Al-Qurthubi menukil sebuah hadis Nabi SAW untuk menjelaskan perbedaan antara mengingat dan mengharapkan mati.
 
 

Bab pertama dari At-Tadzkirah memaparkan pandangan Islam tentang maut. Al-Qurthubi menukil sebuah hadis Nabi SAW untuk menjelaskan perbedaan antara mengingat dan mengharapkan mati. Yang pertama itu dianjurkan oleh agama. Adapun yang kedua terlarang untuk dilakukan.

“Janganlah masing-masing kamu meminta serta mengangankan kematian sebelum ajal menjemputmu. Sebab, apabila masing-masing kamu meninggal dunia, amal kebaikanmu akan terputus, sedangkan tujuan Allah memanjangkan usia seorang Mukmin ialah menambah kebaikan Mukmin itu sendiri,” sabda Rasul SAW.

Bagaimana dengan mereka yang memang merasa sudah sedemikian payah dalam mengarungi kehidupan? Islam tidak pernah mengajarkan berputus asa. Yang hendaknya dilakukan ialah bermunajat, mengharapkan keputusan yang terbaik dari-Nya.

Dalam hadis lain, Nabi SAW bersabda, “Janganlah seseorang di antara kalian mengharapkan kematian karena tertimpa kesengsaraan. Kalaupun terpaksa ia mengharapkannya, hendaknya ia berdoa, ‘Ya Allah, berilah aku kehidupan apabila kehidupan itu memang lebih baik bagiku dan matikanlah aku apabila kematian itu memang lebih baik untukku'.”

photo
Petugas pemikul jenazah mengenakan alat pelindung diri (APD) memakamkan jenazah dengan protokol Covid-19 di TPU Kihafit, Leuwigajah, Kota Cimahi, Ahad (22/8/2021). Menurut ajaran Islam, maut bukanlah akhir dari segalanya. Sebab, masih ada kejadian sesudah nyawa lepas dari badan. - (REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA)

Hakikat maut

Dalam At-Tadzkirah, al-Qurthubi menjelaskan perihal hakikat kematian menurut ajaran Islam. Maut bukanlah akhir dari segalanya. Sebab, masih ada kejadian sesudah nyawa lepas dari badan.

Karena itu, perjalanan seorang manusia tidaklah “pendek” seperti usianya di dunia yang fana ini. Ia akan menjalani kehidupan di alam barzakh serta akhirat.

Maka, menurut al-Qurthubi, ada hal yang lebih dahsyat daripada kematian, yakni lalai dalam menghadapi sakaratul maut. Bentuk kelalaian itu bisa bermacam-macam, tetapi muaranya satu, yaitu meninggalkan amal saleh. Padahal, tidak ada bekal yang lebih berguna bagi mayat selain catatan perbuatannya.

 
Ada hal yang lebih dahsyat daripada kematian, yakni lalai dalam menghadapi sakaratul maut.
 
 

Seorang Muslim yang menyadari hakikat kematian pada akhirnya menginsyafi esensi hidup di dunia fana. Ia akan menjadikan diri, harta, dan ilmunya sebagai jalan ketakwaan semaksimal mungkin. Ia pun mengakui, segala sesuatu hanyalah titipan dari Allah Ta’ala.

Maka, jangan heran apabila ada seorang Mukmin yang tidak takut menghadapi maut. Ini bukanlah suatu keputusasaan. Sebaliknya, iman dan Islam membuatnya optimistis untuk mementingkan urusan yang lebih utama, yakni negeri akhirat.

Mengutip Abu Darda, kematian yang menimpa diri seorang Mukmin bertujuan baik. Itu berdasarkan firman Allah, surah Ali Imran ayat 198, yang artinya, “Dan apa yang di sisi Allah adalah lebih baik lagi bagi orang-orang yang berbakti.”

Orang yang beriman meyakini dengan sepenuh hati, Allah selalu tunai dalam berjanji.

“Sesungguhnya orang-orang yang berkata, ‘Tuhan kami adalah Allah’ kemudian mereka meneguhkan pendirian mereka, maka malaikat-malaikat akan turun kepada mereka (dengan berkata), ‘Janganlah kamu merasa takut dan janganlah kamu bersedih hati; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang telah dijanjikan kepadamu’.” (QS Fussilat: 30).

 
Kematian bisa diibaratkan sebagai jembatan yang menghubungkan antara seorang perindu dan Kekasihnya.
 
 

Bahkan, kematian bisa diibaratkan sebagai jembatan yang menghubungkan antara seorang perindu dan Kekasihnya. Diriwayatkan bahwa malaikat maut datang menemui Nabi Ibrahim AS. Lantas, rasul berjulukan Khalilullah itu berkata kepadanya, “Pernahkah engkau melihat seorang sahabat yang bersedia mencabut nyawa sahabatnya sendiri?”

Mendengar itu, sang malaikat kemudian kembali ke hadirat Allah. Zat Yang Mahapengasih lagi Mahapenyayang itu berfirman, “Sampaikan kepada Ibrahim, apakah kamu pernah melihat seseorang yang tidak gembira bertemu dengan sahabatnya?”

Malaikat pun turun lagi kepada Ibrahim dan menyampaikan firman-Nya itu. Maka ayahanda Ismail dan Ishaq AS itu berkata, “Jika demikian, cabutlah nyawaku sekarang juga.”

photo
Warga membawa nisan keluarganya di area pemakaman khusus Covid-19 di TPU Rorotan, Cilincing, Jakarta Utara, Kamis (15/7/2021). Mengingat kematian akan menyadarkan diri bahwa dunia ini hanyalah sementara. - (ANTARA FOTO/M RISYAL HIDAYAT)

Kecilnya dunia

Al-Qurthubi mengatakan, apabila seseorang sedang mendapatkan bencana, maka beban yang dirasakannya itu akan terasa lebih ringan ketika dirinya mengingat mati. Sebab, kematian lebih berat daripada musibah yang menimpanya. Di samping itu, dzikrul maut juga akan menyadarkan diri bahwa dunia ini hanyalah sementara.

Lagipula, tidak ada seorang pun yang mengetahui kapan ajal akan tiba. Bahkan, Rasulullah SAW pun tidak diberi tahu tentang waktu terakhirnya di dunia. Maka dari itu, seorang Muslim seyogianya selalu mempersiapkan diri untuk menghadapi maut.

Menurut Abu Ali ad-Daqqaq, ada beberapa ciri orang yang selalu mengingat mati. Di antaranya ialah menyegerakan bertobat, bersikap rendah hati kepada sesama manusia, serta rajin beribadah. Sebaliknya, orang yang merasa maut begitu jauh darinya akan cenderung mengabaikan itu semua.

 
Di antara ciri orang yang selalu mengingat mati ialah menyegerakan bertobat, bersikap rendah hati kepada sesama manusia, serta rajin beribadah.
 
 

Hati yang memandang kecil dunia karena gemar melakukan dzikrul maut tidak lantas mencampakkan realitas. Islam melarang kerahiban atau pengucilan diri sendiri. Bahkan, Nabi SAW sendiri berdagang, menikah, memakan sajian yang lezat, dan pelbagai kenikmatan duniawi lainnya secara proporsional.

Yang diajarkan Islam ialah sikap yang berimbang dalam menjalani kehidupan di dunia sekaligus mempersiapkan bekal untuk menuju akhirat. Allah berfirman dalam surah al-Qashshas ayat 77, yang artinya, “Dan carilah (pahala) negeri akhirat dengan apa yang telah dianugerahkan kepadamu, tetapi janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia.”

Untuk mengingat mati, salah satu amalan yang bisa menjadi jalannya ialah ziarah kubur. Memang, pada masanya Rasul SAW pernah melarang berziarah. Namun, kebijakan beliau lalu menjadi membolehkan Mukmin laki-laki maupun perempuan untuk mengunjungi makam.

Nabi SAW bersabda, “Sebelumnya, aku pernah melarang kalian berziarah kubur, tetapi sekarang lakukanlah. Sebab, ziarah kubur dapat mengingatkan kalian pada (kehidupan) akhirat.”

Demikian pembuka untuk bab pertama dari kitab At-Tadzkirah karya Imam al-Qurthubi. Bab-bab selanjutnya membahas secara lebih detail perihal keadaan seorang insan sesudah nyawanya dicabut.

photo
Petugas memakamkan jenazah pasien positif Covid-19 di lokasi pemakaman Covid-19 TPU Pasir Putih, Depok, Jawa Barat (21/6/2021). Untuk mengingat mati, salah satu amalan yang bisa menjadi jalannya ialah ziarah kubur. - Prayogi/Republika. - (Prayogi/Republika.)

Umpamanya, perbedaan perlakuan dari malaikat maut terhadap mayat Mukmin dan non-Mukmin. Ketika malaikat itu datang untuk mencabut nyawa seorang yang beriman, ia akan berkata, “Tuhanmu mengucapkan salam untukmu.”

Ini sesuai dengan surah an-Nahl ayat 32, yang artinya, “(Yaitu) orang-orang yang diwafatkan dalam keadaan baik oleh para malaikat dengan mengatakan (kepada mereka), ‘Salaamun ‘alaikum'.”

Apabila yang meninggal itu seseorang yang banyak berbuat dosa, malaikat akan menghardiknya, “Keluarlah engkau wahai jiwa jahat yang berada dalam jasad yang kotor!” Si calon mayat akan terus-menerus mendengar kata-kata itu hingga jiwanya keluar dari jasadnya.

Nabi SAW bersabda, “Jika orang kafir meninggal, ia akan diberi berita bahwa ia akan mendapat azab dan siksa dari Allah sehingga ia tidak menyukai pertemuannya dengan Allah. Dan adapun Allah lebih tidak suka lagi berjumpa dengan orang kafir itu.”

Akhirnya, dengan membaca karya al-Qurthubi ini semoga kaum Muslimin dapat lebih konsisten memanfaatkan jatah usia dengan sebaik-baiknya di jalan iman dan Islam.

photo
Buku karya Imam al-Qurthubi ini secara lengkap menjelaskan berbagai tema tentang kematian. - (DOK PRI)

DATA BUKU

Judul: Ensiklopedi Kematian: Mengingat Kematian dan Hari Akhir (terjemahan atas At-Tadzkirah fii Ahwal al-Mauta wa Umur al-Akhirah)

Penulis: Imam al-Qurthubi

Penerbit: Penerbit Cendekia

Tebal: 858 halaman

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat