Sejumlah pedagang melayani pembeli di Pasar Malaka, Rorotan, Jakarta, Senin (3/1/2022). Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi pada Desember 2021 sebesar 0,57 persen atau ada kenaikan pada Indeks Harga Konsumen (IHK) dari 107,5 pada November menjadi | ANTARA FOTO/M Risyal Hidayat

Ekonomi

Inflasi Akhir Tahun Melejit

Kondisi inflasi pada Desember 2021 dinilai belum sehat.

JAKARTA -- Badan Pusat Statistik (BPS) melaporkan, inflasi pada Desember 2021 mencapai 0,57 persen secara bulan ke bulan. Angka itu menjadi tingkat inflasi bulanan tertinggi sepanjang tahun lalu dan sejak adanya pandemi Covid-19. Sementara itu, secara kumulatif, tingkat inflasi pada 2021 mencapai 1,87 persen.

"Berdasarkan pemantauan yang kita lakukan di 90 kota, terjadi inflasi karena kenaikan harga dari berbagai komoditas," kata Kepala BPS Margo Yuwono dalam konferensi pers, Senin (3/1).

Inflasi tertinggi dialami oleh kelompok makanan, minuman, dan tembakau senilai 1,61 persen yang punya andil 0,41 persen dari total inflasi. Hal itu diikuti oleh inflasi transportasi senilai 0,62 persen yang punya andil 0,07 persen.

Margo menjabarkan, pendorong inflasi tertinggi dari makanan minuman adalah cabai rawit sebesar 0,11 persen, minyak goreng sebesar 0,08 persen, dan telur ayam ras 0,05 persen. Sedangkan, dari kelompok transportasi kenaikan tarif angkutan udara punya andil terbesar.

"Secara umum, inflasi dikontribusi oleh inflasi bergejolak senilai 2,32 persen (mtm) dan 3,2 persen (yoy) yang punya andil 0,38 persen," katanya.

Sementara itu, komponen inflasi inti naik 0,16 (mtm) dan 1,56 persen (yoy) dengan andil 0,11 persen. "Perkembangan inflasi secara total ini menggambarkan daya beli masyarakat yang meningkat," katanya.

Margo menyebut, ada perbaikan tingkat inflasi sejak September 2021. Menurutnya, tingkat inflasi sejak periode tersebut selalu lebih tinggi dibandingkan periode sama pada 2020. Ia menilai, hal ini menjadi sinyal perbaikan perekonomian.

 

Pemerintah menilai, inflasi pada 2021 masih relatif terjaga di level 1,87 persen. Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, tingkat inflasi Indonesia masih lebih baik dibandingkan inflasi sejumlah negara lain yang lebih dari 10 persen.

"Jadi, Indonesia inflasinya relatif terjaga 1,87 persen. Secara domestik kita lihat berbagai komponennya cukup terjaga, tapi kita harus simak pada 2022 harus kita waspadai," ujarnya saat konferensi pers APBN Kita 2021, Senin (3/1).

Sri menjelaskan, inflasi di Brasil sudah di atas 10 persen, Rusia inflasinya 8,4 persen, Meksiko 7,4 persen, Afrika Selatan 5,5 persen, dan Inggris 5 persen. Inflasi di Eropa juga mendekati lima persen, India 4,9 persen, dan Jepang mengalami inflasi sebesar 0,6 persen. Khusus untuk Jepang, Sri menyebut, hal itu cukup positif karena biasanya negara itu justru kerap menghadapi deflasi.

Salah satu tingkat inflasi yang perlu diwaspadai adalah Amerika Serikat, yakni sebesar 6,8 persen. Itu merupakan inflasi tertinggi dalam 30 tahun terakhir. Hal ini yang menjadi sentimen utama perkiraan kenaikan suku bunga di AS pada tahun depan.

Sri pun mengingatkan adanya tren peningkatan imported inflation akibat tingginya tekanan harga global. “Jika dilihat kontributor inflasi inti terutama makanan, pendidikan, dan kesehatan relatif ada kenaikan. Namun, (untuk) makanan (perlu) diwaspadai,” ucapnya.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Badan Pusat Statistik (bps_statistics)

Kenaikan inflasi pada Desember 2021 dinilai sebagai inflasi yang tidak sehat. Direktur Center of Economic and Law Studies (Celios) Bhima Yudhistira menyampaikan, inflasi yang terjadi lebih didorong oleh cost push inflation dibandingkan sisi permintaan yang naik.

"Belum bisa dikatakan inflasi yang terjadi pada Desember 2021 adalah inflasi yang sehat," kata Bhima.

Ia mencontohkan, inflasi harga pangan seperti minyak goreng disebabkan oleh kenaikan harga CPO yang liar di pasar internasional. Ini akhirnya diteruskan ke konsumen domestik. Begitu juga soal cabai yang mengalami inflasi karena faktor cuaca sehingga akhirnya produksi terganggu. Kebijakan pemerintah turut memberikan dampak ke inflasi salah satunya melalui kenaikan harga gas LPG.

Bhima mengatakan, tekanan terhadap kondisi inflasi pada 2022 akan lebih berat. Menurutnya, prediksi inflasi paling moderat akan bergerak di rentang 4,5 hingga 5 persen (yoy) pada tahun ini.

"Inflasi yang perlu diwaspadai terjadi pada bahan makanan maupun harga energi," katanya.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat