Perppu Perlindungan Anak. Presiden Joko Widodo menggelar konferensi pers terkait penerbitan Perpres Perlindungan Anak di Istana Negara, Jakarta, Rabu (25/5/2016). Perpres itu juga berisi aturan kebiri bagi predator seksual. | Republika/ Wihdan

Nasional

Dokter Rumah Sakit Polri Siap Jadi Eksekutor Kebiri

Hukuman kebiri kimia belum dilakukan di Indonesia karena belum ada kesamaan pendapat siapa eksekutornya.

JAKARTA — Tim dokter Rumah Sakit (RS) Polri Sukanto, bisa menjadi pelaksana eksekusi suntik kebiri terhadap terpidana pelaku kejahatan seksual, dan asusila. Kepala RS Polri Brigadir Jenderal (Brigjen) Asep Hendradana mengatakan, tim dokternya, tak cuma terikat dengan sumpah profesi sebagai dokter medis dan kesehatan, namun juga, terikat dengan sumpahnya sebagai anggota kepolisian, selaku pelaksana undang-undang (UU).

“RS Polri, tetap mengacu pada sumpahnya sebagai anggota (Polri), dan undang-undang sebagai perintah yang tertinggi,” ujar Asep saat dihubungi Republika, dari Jakarta, pada Rabu (15/12).

Asep mengatakan, tim dokter di RS Polri terbagi menjadi beberapa kategori. Dokter yang berasal dari anggota Polri dan tenaga medis dari Pegawai Negeri Sipil (PNS) Polri. Mereka yang berprofesi sebagai dokter di RS Polri, namun dari kalangan sipil, pun juga terikat sumpah Korps Bhayangkara.

“Setiap anggota Polri itu, sekalipun dia melaksanakan sumpah kedokteran, sumpah jabatannya juga harus dilaksanakan,” ujar Asep.

Terkait dengan eksekusi suntik kebiri terhadap pelaku, atau terpidana kejahatan asusila, kata Asep sampai hari ini, di RS Polri belum pernah melaksanakan. Tetapi Asep menjelaskan, tim dokter RS Polri, bisa saja diperintah oleh jaksa eksekusi untuk menjadi tim eksekutor suntik kebiri. “Kita (RS) Polri, bisa melaksanakan itu (eksekusi suntik kebiri),” ujar Asep. 

Walaupun, Asep mengatakan, jika mengacu kualitas, maupun sumber daya manusia (SDM) di kejaksaan, juga memiliki lembaga medis tersendiri, yakni RS Umum Adhyaksa. “Sebetulnya di kejaksaan, itu mereka punya rumah sakit, dan tim dokter sendiri. Bahkan mereka lebih besar dari RS Polri. Dari sana, sebenarnya sudah bisa,” ujar Asep.

Namun, jika ada perintah berdasarkan undang-undang dari kejaksaan, agar RS Polri menjadi tim eksekutor pelaksanaan suntik kebiri, perintah itu menjadi wajib dilaksanakan. “Jadi sebetulnya jaksa bisa memerintahkan dokter kita (RS Polri) untuk pelaksanaan eksekusi tersebut,” tegasnya.

Asep melanjutkan, dalam eksekusi suntik kebiri tersebut, seharusnya menjadikan RS Adhyaksa sebagai rujukan utama bagi jaksa, untuk melaksanakan eksekusi. “Kecuali kalau di kejaksaan (RS Adhyaksa), itu tidak ada dokter pelaksana. Ya kita (RS Polri), bisa melaksanakan itu juga,” terang Asep.

Menengok catatan, Kejaksaan Agung (Kejakgung), pun sampai saat ini, belum pernah melakukan eksekusi suntik kebiri terhadap terpidana, pelaku tindak kejahatan asusila. Padahal, sejumlah keputusan pengadilan, sudah ada yang menjatuhkan pidana suntik kebiri. Seperti kasus yang terjadi di Mojokerto, Jawa Timur (Jatim) 2019 yang menghukum Muh Aris, pelaku kejahatan seksual dan pemerkosaan terhadap anak-anak, dengan hukuman 12 penjara, dan suntik kebiri kimia. 

Sebelumnya, Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI) mengatakan, hingga saat ini, hukuman kebiri kimia belum dilakukan di Indonesia karena belum ada kesamaan pendapat siapa eksekutornya.

"Pihak IDI dengan pemerintah atau eksekutor belum ada kesamaan pendapat tentang siapa eksekutornya," ujar anggota Dewan Pakar PB IDI Danardi Sosrosumihardjo saat dihubungi Republika, Jumat (10/12).

Menurutnya, jika dokter diminta menjadi eksekutor, maka akan bertentangan dengan etika dan sumpah dokter. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat