Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga saat mengikuti rapat kerja dengan Komisi VIII DPR RI di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (20/9/2021). | Prayogi/Republika.

Nasional

Menteri PPPA: Kasus Bandung Jadi Perhatian Presiden

Kejati Jabar turun tangan langsung mengawal kasus untuk menjadi jaksa penuntut umum.

BANDUNG — Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga menyebut kasus asusila terhadap 12 orang peserta didik yang dilakukan terdakwa Herry Wirawan (36 tahun) di Bandung, Jawa Barat menjadi perhatian serius Presiden Joko Widodo.

Puspayoga mengaku Presiden Jokowi sudah memerintahkan jajarannya untuk berkoordinasi mengawal kasus ini. "Presiden memerintahkan kepada kami untuk berkoordinasi lintas sektoral dan Kajati sudah bertindak cepat, terkait kebutuhan korban kita harus mengawal sampai tuntas," katanya di Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat, di Kota Bandung, Selasa (14/12).

Menurutnya, Presiden Joko Widodo menginstruksikan agar negara hadir dan memberi tindakan tegas dan cepat kepada pelaku asusila. Menurutnya, pelaku telah menyebabkan para korban itu mengalami trauma. Ia mengatakan Presiden juga meminta agar para korban yang merupakan anak-anak kebutuhan dasarnya dapat dipenuhi.

"Intinya, Presiden memberikan perhatian yang sangat serius terhadap kasus ini karena ini sudah termasuk kejahatan yang sangat luar biasa," katanya.

Pihaknya mengaku telah bertemu dengan para korban aksi asusila tersebut. Karena, kata dia, para korban sempat mengalami trauma kembali saat kasus asusila tersebut muncul ke publik. "Ada beberapa yang mengalami trauma kembali. Kami mohon dukungan untuk bisa mengawal kasus ini," kata Bintang Puspayoga.

Menteri Sosial Tri Rismaharini mendukung wacana pemberian hukuman kebiri terhadap Herry Wirawan. Tindakan Herry dinilai telah merusak masa depan para santriwati dan anak yang mereka lahirkan akibat tindakan rudapaksa itu. "Saya sih mendukung (hukuman kebiri terhadap pelaku). Kalau saya pribadi mendukung karena ini menyangkut masa depan anak (si peserta didik) dan anaknya," kata Risma kepada wartawan di kantor Kemensos, Jakarta, Selasa. 

Namun demikian, Risma enggan berbicara lebih lanjut terkait hukuman kebiri ini. Dia menyerahkan persoalan sanksi ini kepada jaksa dan hakim yang menyidangkan kasus Herry. "Sudah lah. Kita serahkan saja ke lembaga hukum (terkait hukuman kebiri ini)," kata Risma. 

Risma menegaskan, kementeriannya akan membantu mengurus dokumen agar peserta didik yang menjadi korban pemerkosaan dapat kembali mengenyam pendidikan di sekolah formal. "Kita menangkap mereka masih ada mental block-nya, maka kami menanyakan apa keinginan mereka. Mereka rata-rata ingin sekolah," ujarnya. Ia mengatakan selama bersekolah di lembaga pendidikan milik pelaku pemerkosa, Herry Wiryawan, para korban tidak memiliki dokumen apapun termasuk rapor dan ijazah.

Padahal, dokumen-dokumen itu dibutuhkan agar korban bisa melanjutkan program pendidikannya. Demi menjamin keberlangsungan hidup serta hak-hak korban, Risma mengaku akan melakukan intervensi dengan berkoordinasi secara lintas sektoral. "Bantuan ini bagaimana mereka mendapatkan dokumen-dokumen pentingnya. Kalau dia pindah ke sekolah lain, pasti dokumen ini dibutuhkan," kata dia.

photo
Aktivis yang tergabung dalam Gerak Perempuan menggelar aksi damai di depan kantor Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, Senin (10/2/2020). Mereka meminta Kemendikbud untuk menindak tegas pelaku kekerasan seksual dalam dunia pendidikan khususnya di lingkungan kampus. - (SIGID KURNIAWAN/ANTARA FOTO)

Wacana hukuman kebiri untuk Herry sebenarnya sudah disampaikan juga oleh beberapa pihak. Mulai dari Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) hingga sejumlah anggota DPR. Bahkan,  Sekretaris Jenderal PBNU Helmy Faishal Zaini meminta Herry dihukum seberat-beratnya bahkan hingga dikebiri demi mempertanggungjawabkan perbuatannya.

"Tindakan yang dilakukan HW harus ditindak dengan hukuman yang seberat-beratnya, termasuk kebiri. Sebab perbuatannya telah merugikan banyak pihak, menimbulkan trauma dan sekaligus merenggut masa depan korban," ujar Helmy.

Sementara, dalam kasus ini, Kepala Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jawa Barat (Jabar) Asep N Mulyana turun tangan untuk menjadi jaksa penuntut umum (JPU). "Insya Allah saya akan turun langsung dalam persidangan nanti untuk mengawal kasus ini," kata Asep, di Kantor Kejati Jabar, Bandung, Selasa.

Menurut Asep, pihaknya menaruh perhatian serius terhadap kasus ini dengan mempercepat proses persidangan. Dalam sepekan, kata dia, sidang kasus HW digelar sebanyak dua kali. "Berbeda dengan perkara lain yang hanya sepekan satu kali," kata Asep.

Asep mengatakan sejauh ini proses persidangan masih dalam tahapan pembuktian dengan menghadirkan para saksi kasus tersebut.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat