Mantan penyidik KPK Novel Baswedan (tengah) bersama sejumlah mantan pegawai KPK memberikan keterangan kepada wartawan usai mengikuti Sosialisasi Pengangkatan, Orientasi dan Pelatihan PNS Tahun 2021 di Gedung Transnational Crime Center (TNCC) Mabes Polri, | ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso

Kabar Utama

Novel dkk Bersedia Jadi ASN Polisi

Para eks pegawai KPK menyatakan percaya dengan semangat Kapolri memberantas korupsi.

JAKARTA — Sebanyak 47 dari 57 pecatan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan menerima tawaran menjadi pegawai kepolisian. Kesepakatan itu dicapai selepas pertemuan sosialiasi Peraturan Kepolisian (Perpol) Nomor 15 Tahun 2021 yang mengatur alih fungsi para mantan pegawai KPK itu menjadi ASN Polri.

Sosialisasi tersebut berlangsung selama empat jam di gedung TNCC Mabes Polri pada Senin (6/12). Salah satu sosok yang menerima tawaran dari Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo tersebut adalah penyidik senior KPK Novel Baswedan.

“Tadi saya dan kawan-kawan telah menerima penjelasan, kemudian telah menandatangani kesediaan menjadi bagian dari Polri,” ujar Novel selepas sosialisasi kemarin. Salah satu alasannya, kata Novel, mereka teryakinkan oleh penjelasan yang disampaikan Kapolri dalam pertemuan beberapa waktu lalu. 

Menurut Novel, mereka melihat kesungguhan dan keseriusan pemberantasan korupsi dalam penjelasan tersebut. “(Kapolri) meminta kami untuk kesediaannya ikut melakukan tugas-tugas itu dan untuk tetap berbakti untuk kepentingan negara dalam pemberantasan korupsi. Tentu pilihan itu (menjadi ASN Polri—Red) menjadi sulit untuk kami menolaknya,” ujar Novel.  

photo
Mantan penyidik KPK Novel Baswedan (kedua kanan) menyapa petugas kepolisian usai mengikuti Sosialisasi Pengangkatan, Orientasi dan Pelatihan PNS Tahun 2021, di Gedung Transnational Crime Center (TNCC) Mabes Polri, Jakarta, Senin (6/12/2021). Dalam kegiatan tersebut Novel Baswedan bersama 43 mantan pegawai KPK lainnya telah mengisi surat perjanjian dan menyatakan kesediaan menjadi ASN Polri dan akan mengikuti tes asesmen pada Selasa (7/12). - (ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso)

Novel memang berlatar belakang lulusan Akademi Kepolisian angkatan 1998. Ia kemudian sempat bertugas di Bengkulu, di Bareskrim Polri, hingga kemudian ditugaskan ke KPK pada 2007. 

Selama bertugas di KPK, Novel kerap menangani kasus-kasus besar. Pada 2012, ia sempat coba dijerat oleh Polres Bengkulu dengan tudingan penganiayaan yang ia lakukan saat masih bertugas di wilayah itu. Kepolisian kemudian menghentikan penyelidikan kasus itu. 

Pada 2014, saat hubungan KPK dan kepolisian memanas, Novel memilih keluar dari kepolisian dan bergabung secara permanen di KPK. Ia juga sempat mengalami penyiraman air keras yang dilakukan oleh dua anggota aktif kepolisian pada 2017. 

Novel menyadari peran yang akan ia lakoni di Polri sebagai ASN nanti. “Bukan lagi sebagai penyidik karena, di Polri, penyidik adalah harus anggota Polri,” ujar Novel. Meski begitu, ia tetap berharap bisa melakukan banyak hal dalam pemberantasan korupsi di sektor pencegahan ini. 

Yudi Purnomo Harahap, mantan ketua Wadah Pegawai KPK, juga turut menandatangani kesediaan bergabung menjadi ASN Polri. “Kami akan datang lagi besok (7/12) untuk asesmen, sesuai kompetensi yang kami miliki, kemudian setelah itu untuk pelantikan. Silakan konfirmasi ke Polri kapan,” ujar Yudi. 

Yudi mengatakan, satu-satunya alasan mayoritas eks pegawai KPK menerima pengangkatan menjadi ASN Polri adalah mereka percaya dengan niat Kapolri yang ingin mempertajam lini pemberantasan korupsi di kepolisian. “Kapolri memberikan kesempatan kepada kita untuk kembali aktif dalam misi pemberantasan korupsi,” ujar Yudi. 

Sementara itu, dari delapan eks KPK yang menolak diangkat menjadi ASN Polri, salah satunya adalah Rasamala Aritonang, mantan kepala bagian (kabag) hukum di KPK. “Saya tidak tahu yang lain menerima atau tidak. Yang saya tahu sama saya, Lakso Anindito (eks penyidik KPK—Red) juga berdua enggak (bersedia menjadi ASN Polri),” ujar Rasamala di Mabes Polri, Senin (6/12). 

Rasamala menuturkan, penolakannya karena sudah terikat komitmen sebagai pengajar. Rasamala menyatakan sedang menjadi pengampu di Fakultas Hukum Universitas Parahyangan. “Itu juga bagian dari dedikasi saya di bidang hukum yang tentu ada tanggung jawab yang tidak bisa saya tinggalkan. Jadi, lebih ke sana tidak menerima tawaran ini,” ujar Rasamala. 

Ia menekankan akan mendukung keputusan rekan-rekannya yang  menerima tawaran menjadi ASN Polri tersebut. Ia juga berjanji tetap membantu misi pemberantasan korupsi. 

Sebanyak 57 eks pegawai KPK tersebut dipecat karena dinilai tak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK) yang dilangsungkan sebagai syarat beralih menjadi ASN di KPK pada Maret-April 2021. Hal tersebut dinilai janggal banyak pihak karena melihat prestasi mentereng pada pegawai tersebut dalam pemberantasan korupsi. 

photo
Sejumlah mantan pegawai KPK yang tidak lolos Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) bersama Koalisi Masyarakat Anti Korupsi melambaikan tangan usai pelepasan di Jakarta, Kamis (30/9). Sebanyak 57 pegawai KPK yang tidak lolos TWK resmi diberhentikan kerja mulai Kamis (30/9). - (Republika/Putra M. Akbar)

Komnas HAM kemudian menyebut bahwa telah terjadi pelanggaran HAM dalam pelaksanaan TWK tersebut. Ombudsman RI juga menyatakan terjadi malaadministrasi dalam ujian itu. Presiden Joko Widodo bahkan sempat meminta TWK tak dijadikan alasan pemecatan terhadap para pegawai KPK itu. 

Namun, para pimpinan KPK memutuskan lain. Dari 75 yang dinyatakan tak lolos, sebanyak 57 menolak pembinaan ulang sebagai syarat alih status ASN. Kapolri kemudian menawarkan untuk menjadi ASN di kepolisian kepada para pegawai yang dipecat itu, atas persetujuan Presiden. 

Kepastian perekrutan  

Kepala Bagian Penerangan Umum (Kabag Penum) Humas Polri Kombes Ahmad Ramadhan menuturkan, dari 57 orang tersebut masih ada empat yang masih menunggu konfirmasi. Mabes Polri masih menunggu jawaban sampai Selasa (7/12). “Karena akan ada pertemuan selanjutnya terkait proses ini,” ujar Ramadhan. 

Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Dedi Prasetyo menyatakan, inti dari pertemuan kemarin adalah penyampaian maksud dan tujuan serta penjelasan Perpol 15/2021. Dalam pertemuan itu pihak kepolisian juga memberikan dokumen serta surat pernyataan setuju untuk menjadi ASN Polri kepada 57 orang eks KPK. “Itu normatif saja,” ujar Dedi. 

Setelah menandatangani surat persetujuan itu, para eks KPK tersebut akan diagendakan menghadiri pertemuan pada Selasa (7/12). Pertemuan lanjutan itu untuk uji kompetensi profesional terhadap mereka yang setuju menjadi ASN Polri. 

Dedi menegaskan, uji kompetensi tersebut tak menyentuh soal-soal di luar profesionalitas, fungsi, dan peran para mantan pegawai KPK tersebut. Ia menjanjikan uji kompetensi terhadap mereka yang setuju menjadi ASN Polri tersebut akan berujung pada kesimpulan lulus semua. 

“Jadi, hasil uji kompetensi itu tidak ada yang tidak memenuhi syarat. Tidak ada. Itu hanya untuk mapping jabatan untuk penempatan nantinya di lingkungan Polri,” kata Dedi.

Hasil uji kompetensi itu akan dilanjutkan dengan rencana pelantikan dan koordinasi dengan Badan Kepegawaian Negara (BKN) untuk penerbitan nomor induk pegawai (NIP) di Mabes Polri. “Ini secepatnya kita proses,” ujar Dedi.

Alasan Mereka yang Menolak

Para mantan pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang menolak diangkat menjadi ASN Polri punya alasan beragam. Mulai dari alasan pendidikan, sampai dengan pilihan serius banting profesi menjadi pedagang. 

Ita Khoiriyah, mantan pegawai Biro Humas KPK, salah satu yang menolak tawaran ASN Polri itu. Ia memilih mandiri menentukan karier selanjutnya. “Saya punya rencana sendiri ke depan yang membutuhkan energi dan fokus secara khusus,” ujar Ita kepada Repubika, Senin (6/12). 

photo
Perwakilan pegawai wanita KPK menunjukkan tanda terima dokumen surat usai mendatangi Komnas Perempuan di Jakarta, Senin (31/5/2021). Pegawai KPK mendatangi Komnas Perempuan untuk menanyakan tindak lanjut aduan dugaan pelecehan seksual yang dialami dalam Tes Wawasan Kebangsaan (TWK) dan mendatangi Komnas HAM untuk memberikan keterangan terkait laporan dugaan pelanggaran HAM dalam pelaksanaan TWK. - (ANTARA FOTO/Akbar Nugroho Gumay)

Ita tak ikut dalam sosialisasi Peraturan Kepolisian (Perpol) 15/2021 tentang Pengangkatan Khusus 57 Eks KPK menjadi ASN Polri, di Gedung TNCC Mabes Polri, Senin (6/12). Namun, Ita menerangkan ketidakhadirannya itu bukan berarti dirinya tak peduli dengan usaha Polri untuk mengangkat menjadi ASN Polri. 

“Saya berhalangan hadir karena suatu hal. Tetapi saya tetap di-update materi sosialisasi yang disampaikan. Bahkan saya menitipkan pertanyaan,” kata Ita.

Namun, dari komunikasi dengan keluarga dan hasil panjatan doa, Ita bertekad untuk tak mengambil tawaran menjadi ASN Polri itu. Ia memiliki keinginan melanjutkan sekolah dan membangun bisnis pastri yang sudah dijalankannya sejak beberapa waktu lalu.

“Kedua hal tersebut kan membutuhkan effort lebih yang saya pikir, sulit dan akan kurang optimal kalau saya menerima tawaran ASN Polri,” ujar dia. 

Ita menekankan tak kecewa dengan pilihan mitra-mitra kerjanya sesama di KPK dulu yang memilih jalur lain untuk tetap bergabung dengan ASN Polri. “Pada dasarnya, tidak ada salah maupun benar dalam memilih tawaran tersebut. Yang ada adalah kesiapan menghadapi konsekuensinya saja,” ujar dia. 

Sebaliknya, kata Ita, tawaran Kapolri agar 57 eks KPK itu dapat diangkat menjadi ASN Polri adalah angin segar untuk pemulihan cap tak pancasilais, tak nasionalis, bahkan label terpapar radikalisme terhadap 57 eks KPK, lantaran tak lolos tes wawasan kebangsaan (TWK).  “Buat saya pribadi (tawaran ASN Polri) sudah mematahkan secara langsung label merah yang pernah disematkan kepada kami (57 eks KPK),” ujar Ita.

Ia juga mengungkapkan, ada sembilan nama lainnya, dari 57 eks KPK yang memilih tidak bergabung menjadi ASN Polri. Di antaranya, mantan kepala bagian hukum KPK Rasamala Aritonang dan mantan penyidik Lakso Anindito. Selain itu, ada mantan fungsional kehumasan Tri Artining Putri dan Benydictus Siumlala Martin Sumarno. 

Kemudian ada eks fungsional Peran Serta Masyarakat Rieswin Rachwell, eks penyelidik Christie Afriani, eks fungsional PJKAKI Rahmat Reza Masri, serta eks Direktorat Manajemen Informasi Damas Widyatmoko dan Wisnu Raditya Ferdian. “Saya dan sembilan orang (eks KPK) lainnya memilih jalan lain,” kata Ita. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat