Pengunjung berjalan di ring satu kawasan Candi Prambanan, Sleman, Yogyakarta, Rabu (1/7). Kawasan Candi Prambanan melakukan ujicoba pembukaan kunjungan wisata. Uji coba ini berdasarkan izin dari Gugus Tugas Penanganan COVID-19 di DIY. Pengunjung pun dibat | Wihdan Hidayat/Republika

Geni

Ngejaz dari Pelataran Candi Prambanan

Candi Prambanan menjadi tempat pertunjukan jazz yang luar biasa menarik.

Menonton pagelaran yang dipadukan dengan keindahan pemandangan di sekitar tempat konser adalah sebuah keistimewaan. Penonton tak hanya dimanjakan oleh para musisi yang berkualitas memainkan alat-alat instrumennya, tapi juga bisa melihat visual konser yang memanjakan mata.

Konsep itu kembali diusung oleh Prambanan Jazz Festival (PJF) dalam ajang tahunannya yang berskala internasional. Berlatarkan Candi Prambanan Yogyakarta, Prambanan Jazz 2021 yang memiliki tema “Bersemi dalam Kolaborasi” kali ini juga sukses digelar, meski dilakukan secara tapping dan virtual akibat pandemi Covid-19. 

“Bagian yang unik, yaitu kami sesuaikan betul dari rundown yang ada disesuaikan dengan jam penayangan, sehingga perhelatan ini seperti benar-benar live," ujar CEO Prambanan Jazz Festival, Anas Syahrul Alimi, pada konferensi pers Prambanan Jazz yang digelar daring pada Kamis (18/11).

Denting piano oleh Nita Aartsen terdengar mengasyikkan saat membuka penampilannya di JPF 2021, Jumat (19/11). Nita yang memiliki latar belakang piano klasik mulai unjuk gigi memainkan pianonya dengan lihai memainkan lagu pertama berjudul “Di Bawah Bulan Pertama” ciptaan R Maladi. 

Tampil dengan menggunakan gaun batik berwarna merah dan syal berwarna putih, Nita tampak bersemangat memainkan aransemen lagu yang aslinya bergenre keroncong itu. Membawa jenis jaz kontemporer, lagu itu dibawakannya dengan menyelipkan instrumen salah satu gamelan, yaitu kendang di bagian tengah lagu, mengesankan jaz yang lebih etnik. 

Nita dan Eurasian Band juga membawakan lagu “Bunga Anggrek” ciptaan Ismail Marzuki yang diaransemen olehnya. Ada kesan anggun dan menawan. 

Kemunculan Tompi memasuki panggung dengan melakukan scat singing cukup mengejutkan. Dia membawakan lagu “Payung Fantasi” ciptaan Ismail Marzuki yang membuat dinamika penampilan mereka meningkat kembali dan menyerukan suasana.

Di sela-sela penampilan mereka, Nita menyapa Tompi. Dia menyebut, sudah lama tak berkolaborasi lagi dengan penyanyi yang juga seorang dokter itu. “Sepertinya terakhir bertemu itu tiga atau empat tahun yang lalu ya,” ujarnya.

Pertunjukan berlanjut ketika Nita mulai memberikan aba-aba untuk memulai lagu khas Betawi, “Jali-Jali”. Aransemen Nita pada lagu ini terdengar sangat harmonis dengan banyak nada yang tersusun pada alat musik tiup, mengiringi Tompi bernyanyi. 

Yang tak kalah seru, Tompi mulai scat singing lagi di tengah lagu itu. Dia menantang pemain kendang untuk menirukan irama yang dinyanyikannya, begitu pula sebaliknya. Dengan asik, dia bernyanyi scat singing menirukan irama kendang. 

Selain Nita Aartsen dan Tompi, PFJ 2021 juga diwarnai juga oleh beberapa artis, seperti Ardhito Pramono, Nadin Amizah, Letto, Swingayogya, Yura Yunita, Manjakani, dan Tulus. Salah satu penampilan yang tak kalah menarik adalah Pamungkas. Penyanyi bergenre folk itu mampu menghipnotis para penonton virtual dengan lagu pertama berjudul “Still Can’t Call Your Name” dari album Solipsism 0.2 (2020). 

Pamungkas melanjutkan lagunya, “Flying Solo” dari album The End of Flying Solo Era (2020) dan “Break It” dari album Flying Solo (2019). Dari ketiga lagu ini, Pamungkas menampilkan musik elektronik yang mudah didengarkan dan dihayati. Petikan gitar solonya di akhir lagu “Break It” juga sangat serasi dengan melodi dari instrumen bas yang ada. 

“Malam ini, saya bersama teman-teman akan menyanyikan beberapa lagu. Saya sangat senang bisa berada di sini,” kata Pamungkas.

Pamungkas lalu menceritakan lagu berikutnya, “Jejak”. Menurut dia, lagu ini tentang mencari sesuatu yang dia sendiri entah berada di mana. “Lagu ini sangat berarti buat saya,” kata Pamungkas, disusul intro lagu itu dengan sound elektroniknya dan petikan gitarnya.

Penyanyi asal Jakarta itu semakin memberikan nuansa syahdu dan romantis saat membawakan beberapa lagu berturut-turut “Be My Friend”, “I Love You But Im Letting Go,” dan lagu populernya “To The Bone”. Meski itu adalah lagu yang paling populer darinya, penyanyi berusia 28 tahun itu tak menutup penampilan 48 menitnya dengan lagu itu. 

“Live Forever” dari album Solipsism (2020) menjadi penutup. Iringan suara vokal latar yang kompak membantu Pamungkas menyelesaikan penampilannya malam itu, sekaligus menjadi penutup Prambanan Jazz hari pertama.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat