Prajurit Batalyon Infanteri 406/Candra Kusuma menggelar pemakaman secara militer bagi Anggota Yonif 400/BR Pratu Anumerta Ginanjar Arianda yang gugur ditembak KKB di Papua, di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kusuma Bangsa, Kota Banjar, Jawa Barat, Rabu (17/2/2 | ANTARA FOTO/Adeng Bustomi

Tajuk

Pendekatan Baru Penanganan KKB Papua

Penyelesaian masalah KKB Papua juga jangan dilihat dengan kacamata Jakarta.

Penanganan Kelompok Kriminal Bersenjata (KKB) di Papua akan dilakukan melalui pendekatan baru yang berbeda dari sebelumnya. Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa yang saat pemaparan di depan Komisi I DPR beberapa waktu lalu mengatakan, akan menggunakan diplomasi militer dan pendekatan humanis dalam menyelesaikan persoalan di Papua, terus mematangkan rencana itu.

Kemarin (23/11), Panglima TNI Jenderal TNI Andika Perkasa dan Kapolri Jenderal Polisi Listyo Sigit Prabowo melakukan pertemuan di Markas Besar Kepolisian Indonesia, Jakarta Selatan. Pertemuan tersebut, antara lain, membahas penanganan keamanan di Papua. Andika mengatakan, dalam waktu dekat akan bertolak ke Papua dan mengumumkan strategi penanganan di sana.

Kita masih belum tahu langkah-langkah apa yang  akan dilakukan oleh TNI dan Polri berikutnya. Namun, semangat menyelesaikan masalah Papua melalui cara-cara yang lebih humanis layak untuk didukung.

 
Semangat menyelesaikan masalah Papua melalui cara-cara yang lebih humanis layak untuk didukung.
 
 

Pendekatan keamanan yang dilakukan selama ini terbukti tak kunjung menyelesaikan persoalan. Setiap saat kita mendengar kabar KKB atau mereka yang menyebut diri sebagai Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) melakukan penyerangan terhadap aparat TNI, Polri, ataupun rakyat sipil. 

Operasi yang dilakukan selama bertahun-tahun tak membuat gerakan separatis itu kendur apalagi hilang. Justru kini aksi gerakan separatis itu tak hanya  muncul melalui gerakan bersenjata, tapi juga gerakan politik di forum-forum internasional.

Penanganan KKB Papua memang butuh pendekatan baru yang lebih manusiawi. Kita mestinya belajar dengan penanganan Gerakan Aceh Merdeka atau saat penanganan masalah Timor-Timor dulu. Pendekatan militer sama sekali tak menyelesaikan masalah dalam  kedua konflik itu. Saat penanganan GAM  dan Fretelin, TNI tak kunjung bisa menundukkan dengan senjata.

 
Saat penanganan GAM  dan Fretelin, TNI tak kunjung bisa menundukkan dengan senjata.
 
 

Gerakan separatis itu tak berdiri sendiri. Paling tidak mereka didukung olah masyarakat di wilayah yang menjadi basisnya. Mereka juga lebih mengenal  dan  menguasai wilayah yang menjadi basisnya dibandingkan aparat TNI dan Polri. Jadi mustahil tentara dan polisi mampu memenangkan perang gerilya yang diterapkan pemberontak. Ibaratnya satu tertembak, akan muncul kader-kader lainnya yang lebih militan.

Karena itu, pendekatan yang lebih mengedepankan kemanusiaan mesti kita dukung. Operasi bersenjata hanya dilakukan untuk mempertahankan diri. Dialog-dialog mesti lebih intensif dilakukan dengan mereka yang berseberangan.

Pemberontak harus ditundukkan, tidak dengan senjata, tapi dengan merebut hati mereka. Persoalan-persoalan mendasar, seperti ekonomi dan kesenjangan mesti dicarikan solusinya. Percuma saja kesepakatan perdamaian dilakukan, jika persoalan-persoalan mendasar yang menjadi pemicu separatisme tak diselesaikan.

Penyelesaian masalah KKB Papua juga jangan dilihat dengan kacamata Jakarta. Masalah ini juga bukan milik TNI dan Polri. Maka itu, langkah ini mesti melibatkan seluruh elemen  termasuk yang ada di Papua.

Jalan menyelesaikan masalah KKB Papua melalui pendekatan yang lebih manusiawi tentu tidak mudah. Tapi bukan tidak mungkin, dilakukan. Dan kita yakin langkah ini akan membawa hasil lebih baik dibandingkan hanya melalui senjata.  

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat