Live Teppanyaki | Youtube

Bodetabek

Omotenashi, AYCE dan Live Teppanyaki di Satu Restoran  

Live Teppanyaki menjadi cara penyajian hidangan yang istimewa.

Di tengah teriknya cuaca kawasan Gunung Putri, Kabupaten Bogor, sejumlah keluarga tengah menikmati nikmatnya santapan daging di sebuah restoran all you can eat (AYCE). Omotenashi namanya.

Sejuknya embusan angin dari air conditioner (AC) di dalam restoran sungguh drastis dengan teriknya udara di luar. Dentingan suara sodet yang beradu di sudut restoran, menandakan ada chef yang sedang memasak makanan khas Jepang, teppanyaki. Ada semburat aroma butter dan soyu yang semerbak.

Omotenashi, dibuat berawal dari hobi sang owner, Riyani Sawamura. Wanita berusia 57 tahun ini memiliki hobi makan. Dari situ, dia pun berinisiatif untuk membuat restoran yang kini terletak di Jalan Alternatif Cibubur Km 6 No 80, Nagrak, Kecamatan Gunung Putri, Kabupaten Bogor.

“Saya hobi makan. Setiap ke manapun, saya hobi sekali makan. Saya pikir-pikir daripada saya harus jauh-jauh mau makan, saya buat restoran atau warung makan,” ujar Riyani kepada Republika.

Tak hanya namanya yang berbau Jepang, konsep dari restoran AYCE Omotenashi ini juga terinspirasi dari negara Jepang. Riyani yang menikah dengan orang asli Kyoto, Jepang, mempelajari budaya Jepang ketika berada di sana. Sebelum pandemi Covid-19 melanda, ia kerap ‘pulang kampung’ ke Jepang sebanyak sekali hingga tiga kali dalam setahun.

Sama seperti restoran AYCE pada umumnya, Omotenashi menyediakan menu mulai dari daging, ayam, seafood, bakso, dumpling, sayuran, dan lain-lain yang bisa diolah dengan cara dibakar ataupun direbus dengan kuah berbagai rasa. Bedanya dengan restoran AYCE lain, pelanggan bisa menikmati santapan yang bisa dipesan terpisah.

Di antaranya, sushi, sashimi, robatayaki, ramen, dan teppanyaki yang dimasak secara langsung atau live. Live teppanyaki yang ditampilkan, memang kerap kali menjadi daya tarik dari Omotenashi. Apalagi, teppanyaki yang dimasak secara langsung, menggunakan bumbu asli Jepang, yaitu butter soyu.

Riyani mengatakan, meski menjual hidangan AYCE dengan harga yang tidak terlalu mahal, yakni Rp 160 ribu per orang, kualitas hidangan yang disediakan dijamin halal dan segar. “Sekarang setiap hari ke restoran, harus cek. Harus pastikan yang dihidangkan semuanya fresh, perfect, baik, setelah itu baru saya pulang,” kata wanita berkerudung ini.

Sejak dibuka pada awal pandemi Covid-19, Omotenashi memiliki 18 karyawan. Termasuk dengan tiga orang chef yang kerap bergantian membuat live teppanyaki.

Ke-18 karyawan tersebut, dipastikan bisa melayani para pelanggan sepenuh hati. Sama dengan arti dari Omotenashi dalam bahasa Jepang, betul-betul melayani dengan sepenuh hati, dengan tulus.

Membuka restoran AYCE di tengah pandemi Covid-19, diakui Riyani memang disertai dengan berbagai kesulitan. Misalnya, pada saat penerapan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) pada 2020 silam, restorannya harus tutup total sejak Maret hingga Juli 2020. Dilanjut pada Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) pada Juli 2021.

Selama PPKM, Riyani menutup total restorannya dan tidak menyediakan layanan pesan-antar maupun take away. Hal itu lantaran dia mengutamakan keselamatan dan kesehatan dari karyawannya.

 
Apalagi pas varian delta kemarin kan luar biasa. Karena takut juga terima tamu, amannya tutup total.
 
 

“Takut. Apalagi pas varian delta kemarin kan luar biasa. Karena takut juga terima tamu, amannya tutup total,” tuturnya.

Saat ini, seluruh karyawan Omotenashi dan Riyana sendiri sudah divaksinasi Covid-19. Sehingga, ketika restoran AYCE kembali dibuka pada akhir Agustus lalu, terasa jauh lebih aman untuk melayani 50-100 pelanggan per harinya.

Umar atau yang biasa disapa sebagai Marchel (38 tahun), merupakan salah satu chef yang bertugas di dapur teppanyaki. Setelah menjalani pelatihan pembuatan teppanyaki selama tiga bulan, hampir setiap hari Marchel beradu dengan dua sodet dan panggang empat baja di sudut Omotenashi.

“Yang paling sering dipesan pelanggan, itu ada tenderloin dan seafood teppanyaki. Dengan saus authentic japanese, yaitu butter, soyu, dan lada,” ujar Marchell.

Salah seorang pengunjung, Bintang (26 tahun), datang ke Omotenashi bersama keluarganya. Hidangan favoritnya, yaitu shabu kuah kolagen dan teppanyaki seafood.

Dia mengaku, baru pertana kali mendatangi restoran yang menampilkan pembuatan teppanyaki secara langsung. Menurutnya, harga yang ditawarkan untuk hidangan di restoran AYCE ini juga masih terjangkau.

“Menurut aku jadi daya tarik tersendiri buat resto ini. Teppanyakinya aku juga suka aroma bumbunya, yang seafood juga enggak amis,” katanya.

Ke depannya, dia pun akan merekomendasikan restoran AYCE ini kepada teman-temannya. Selain tempatnya yang nyaman, makanan yang dihidangkan juga cocok di lidah pecinta kuliner.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat