Pemadam kebakaran mengendalikan kebakaran hutan di Danau Tahoe, Kalifornia AS, Rabu (1/9/2021) lalu. Pada isu energi dan perubahan iklim KTT G-20, terjadi perdebatan alot. | AP/Jae C. Hong

Kabar Utama

Kesepakatan Iklim Alot

Pada isu energi dan perubahan iklim KTT G-20, terjadi perdebatan yang mendalam.

JAKARTA -- Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) G-20 yang diselenggarakan di Roma, Italia telah berakhir dan menghasilkan teks deklarasi dari para pemimpin negara. Sejumlah isu yang masuk di dalam teks deklarasi, antara lain, kesehatan, energi dan perubahan iklim, perjalanan internasional, hingga ekonomi digital.

Pada isu energi dan perubahan iklim, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi menyebut terjadi perdebatan yang mendalam. Utamanya saat membahas mengenai target pengurangan emisi karbon dan penetapan kerangka waktu menuju Net Zero Emission alias Nol Emisi Karbon.

“Dan tentunya semua sepakat bahwa untuk transisi energi diperlukan kerja sama internasional,” ujar Retno dilansir Istana Kepresidenan, Senin (1/11). Kendati demikian, kata dia, Indonesia berhasil memasukkan prinsip common but differentiated responsibilities (CBDR) dalam konteks energi dan iklim.

Dalam konteks tersebut, Indonesia menekankan pentingnya pemenuhan komitmen pembiayaan iklim dari negara maju untuk negara berkembang. “Kita juga memasukkan pentingnya pemenuhan komitmen pembiayaan iklim 100 miliar dolar AS dari negara maju untuk negara berkembang dan pembentukan digital economy working group,” kata Retno. 

Sedangkan Presiden Joko Widodo mengatakan, penanganan perubahan iklim dan lingkungan hidup hanya bisa dilakukan dengan bekerja sama dalam tindakan nyata, bukan saling menyalahkan. “Indonesia ingin G-20 memberikan contoh, Indonesia ingin G-20 memimpin dunia, dalam bekerja sama mengatasi perubahan iklim dan mengelola lingkungan secara berkelanjutan dengan tindakan nyata,” kata Presiden dalam KTT G-20 sesi II dengan topik Perubahan Iklim, Energi dan Lingkungan Hidup, di La Nuvola, Roma, Italia, Ahad (31/10). 

Sebagai salah satu pemilik hutan tropis terbesar di dunia, kata Jokowi, Indonesia memiliki arti strategis dalam menangani perubahan iklim. “Posisi strategis tersebut kami gunakan untuk berkontribusi,” kata Jokowi.

Dalam kesempatan tersebut, Presiden menyampaikan Indonesia telah menargetkan Net Sink Carbon untuk sektor lahan dan hutan selambat-lambatnya tahun 2030 dan Net Zero Emission pada 2060 atau lebih cepat dari itu. 

Terlepas dari seruan Jokowi, Deutsche Welle melaporkan bahwa KTT G-20 gagal menghasilkan kebijakan konkret dalam upaya memerangi perubahan iklim. Meski para pemimpin mengatakan akan tetap berpegang pada tujuan mencegah pemanasan Bumi hingga 1,5 derajat celcius di atas tingkat praindustri, tidak ada batasan waktu spesifik yang ditetapkan untuk mencapai netralitas karbon. 

photo
Presiden Joko Widodo (kedua kiri) didampingi Menko Maritim dan Investasi Luhut B Pandjaitan (ketiga kiri), Menteri Luar Negeri Retno Marsudi (ketiga kanan), Menteri Keuangan Sri Mulyani (kedua kanan) dan Menteri BUMN Erick Thohir (kanan) berbincang dengan Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen (kiri) di sela-sela KTT G-20 di Roma, Italia, Ahad (31/10/2021). - ( ANTARA FOTO/Biro Pers Media Kepresidenan/Lai)

Tak ada kesepakatan antara para raksasa penyumbang emisi seperti Amerika Serikat dan Eropa, Rusia, dan Cina. Negara-negara itu masih bersikeras pada kerangka waktu pengendalian emisi karbon dan penggunaan bahan bakar fosil masing-masing. 

Hal ini meninggalkan pekerjaan besar bagi para pemimpin dunia dan figur penting yang akan bertemu di KTT Perubahan Iklim PBB COP26 di Glasgow, Skotlandia. "Saya meninggalkan Roma dengan harapan yang tidak terpenuhi, tetapi setidaknya tidak terkubur. Selanjutnya ke COP26 di Glasgow untuk menjaga tujuan 1,5 derajat (celcius) tetap hidup dan untuk mengimplementasikan janji keuangan dan adaptasi untuk manusia dan planet," cicit Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres melalui Twitter-nya.

Terkait KTT itu, Presiden Jokowi telah tiba di Bandar Udara Internasional Glasgow Prestwick, Glasgow, Skotlandia, Ahad (31/10), sekitar pukul 21.40 waktu setempat. "Sejauh ini kegiatan Bapak Presiden di Glasgow di hari pertama sudah sangat padat," ujar Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah kepada Republika, Senin (1/11). 

Faizasyah mengatakan, pertemuan Jokowi dengan para pemimpin perusahaan Inggris dilanjutkan upacara pembukaan KTT COP26. Jokowi akan menyampaikan pidato nasional Indonesia pada KTT tersebut. 

Direktur Pembangunan Ekonomi dan Lingkungan Hidup Kementerian Luar Negeri Hari Prabowo sebelumnya mengatakan, Indonesia di COP26 akan membawa pesan untuk peluang karbon biru sebagai solusi penurunan emisi. Selain itu, mendorong peran negara berkembang, negara kepulauan, dan pulau kecil melalui forum Archipelago and Island States Forum.

"Di sana Indonesia akan juga membawa posisi bersama atau pandangan negara-negara atau pulau kecil dan kepulauan untuk kita suarakan di COP26," kata dia.

Meski penyumbang emisi terbesar adalah negara-negara kontinental, pulau-pulau kecil negara-negara Pasifik termasuk Indonesia merupakan yang paling terancam perubahan iklim sehubungan naiknya permukaan laut.

Cuaca Ekstrem Normal Baru

Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) mengatakan, peristiwa cuaca ekstrem, termasuk gelombang panas yang kuat dan banjir yang menghancurkan, sekarang menjadi normal baru. Laporan Keadaan Iklim 2021 menyoroti dunia yang berubah di depan mata. 

Suhu rata-rata 20 tahun sejak 2002 berada di jalur untuk melebihi 1 derajat celcius di atas tingkat praindustri untuk pertama kalinya. Permukaan laut global naik ke ketinggian baru pada 2021, menurut penelitian tersebut, dilansir di BBC, Senin (1/11). 

Angka-angka terbaru untuk 2021 ini dirilis lebih awal oleh WMO bertepatan dengan dimulainya konferensi iklim PBB di Glasgow yang dikenal sebagai COP26. Laporan Keadaan Iklim memberikan gambaran tentang indikator iklim termasuk suhu, peristiwa cuaca ekstrem, kenaikan permukaan laut, dan kondisi laut. 

photo
Warga menerjang banjir di jalan di Zhengzhou, Provinsi Henan, Selasa (20/7/2021). - ( Chinatopix via AP)

Studi ini menemukan bahwa tujuh tahun terakhir termasuk tahun ini kemungkinan akan menjadi terpanas karena gas rumah kaca mencapai rekor konsentrasi di atmosfer. Kenaikan suhu yang menyertainya mendorong planet ini ke wilayah yang belum dipetakan, kata laporan itu, dengan peningkatan dampak di seluruh planet.

"Peristiwa ekstrem adalah norma baru. Ada banyak bukti ilmiah bahwa beberapa di antaranya menanggung jejak perubahan iklim yang disebabkan oleh manusia," kata Prof Petteri Talaash dari WMO, kemarin.

Prof Talaash merinci beberapa kejadian ekstrem yang pernah dialami di seluruh dunia tahun ini. Di antaranya, terjadinya hujan alih-alih salju untuk pertama kalinya di puncak lapisan es Greenland. 

Selain itu, terjadi gelombang panas di Kanada dan bagian yang berdekatan di AS mendorong suhu hingga hampir 50 derajat celcius di di British Columbia. Gelombang panas ini menyebabkan sejumlah kebakaran hutan dahsyat dan merenggut sedikitnya 400 jiwa.

Di wilayah Death Valley, Kalifornia, Amerika Serikat juga sempat mencapai 54,4 derajat celcius dalam gelombang sepanjang Juli lalu itu. 

Sedangkan di Cina, terjadi curah hujan yang disebut paling tinggi sepanjang ratusan tahun belakangan. Kondisi itu mengakibatkan banjir besar di Zhengzhou, Henan yang merenggut sekitar 500 jiwa.

Pada waktu hampir bersamaan, beberapa bagian Eropa mengalami banjir parah, yang menyebabkan puluhan korban dan miliaran kerugian ekonomi. Banjir itu terjadi di Jerman, Belgia, hingga Inggris.

 
Pada waktu hampir bersamaan, beberapa bagian Eropa mengalami banjir parah, yang menyebabkan puluhan korban dan miliaran kerugian ekonomi. Banjir itu terjadi di Jerman, Belgia, hingga Inggris.
 
 

Tahun ini juga menandai tahun kedua berturut-turut kekeringan di wilayah sub-tropis Amerika Selatan mengurangi aliran sungai dan memukul pertanian, transportasi dan produksi energi. Perkembangan lain yang mengkhawatirkan, menurut studi WMO, adalah kenaikan permukaan laut global. 

Sejak pertama kali diukur dengan sistem berbasis satelit yang tepat pada awal 1990-an, permukaan laut naik 2,1 milimeter (mm) per tahun antara 1993 dan 2002. Tetapi dari 2013 hingga 2021 kenaikannya meningkat lebih dari dua kali lipat menjadi 4,4 mm, sebagian besar sebagai akibat dari hilangnya es yang dipercepat dari gletser dan lapisan es.

"Permukaan laut naik lebih cepat sekarang daripada waktu lain dalam dua milenium terakhir," kata Prof Jonathan Bomber, Direktur Pusat Glasiologi Bristol.

"Jika kita melanjutkan lintasan kita saat ini, kenaikan itu bisa melebihi 2 meter pada 2100 menggusur sekitar 630 juta orang di seluruh dunia. Konsekuensinya tidak terbayangkan," kata dia menambahkan. 

photo
Mobil-mobil ringsek diterjang banjir bandang di jalan raya federal B265 di Erftstadt, Jerman, pada Juli 2021 lalu. Banjir bandang tersebut akibat curah hujan ekstrem yang melanda Jerman dan sejumlah wilayah Eropa saat itu. - (EPA-EFE/SASCHA STEINBACH)

Dalam hal suhu, 2021 kemungkinan akan menjadi rekor terpanas keenam atau ketujuh sepanjang sejarah. Itu karena bulan-bulan awal tahun ini dipengaruhi oleh peristiwa La Nina, fenomena cuaca alami yang cenderung mendinginkan suhu global.

Tetapi laporan itu juga menunjukkan bahwa rekor suhu global berada di jalur untuk menembus kenaikan 1 derajat Celcius untuk pertama kalinya selama periode 20 tahun. 

"Hal ini seharusnya memusatkan pikiran para delegasi di COP26 yang bercita-cita untuk mencegah kenaikan suhu global dalam batas yang disepakati di Paris enam tahun lalu," kata Prof Stephen Belcher , kepala ilmuwan di Kantor Meteorologi Inggris, yang berkontribusi pada laporan tersebut. 

“Mari kita berdoa agar tangisan bumi dan tangisan orang miskin didengar (peserta KTT),” kata Paus Fransiskus saat menyampaikan pidato di Lapangan Santo Petrus pada Ahad (31/10).

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat