Petugas Rumah Sakit Umum Daerah Zainal Abidin (RSUZA) membuka pintu ruang isolasi baru penyakit infeksi. Pengendalian tuberkulosis bisa dihubungkan dengan persiapan kemungkinan pandemi di masa datang.. | ANTARA FOTO / Irwansyah Putra/foc.

Opini

Tuberkulosis dan G-20

Pengendalian tuberkulosis bisa dihubungkan dengan persiapan kemungkinan pandemi di masa datang..

TJANDRA YOGA ADITAMA; Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI dan  Guru Besar FKUI

 

Kuman penyebab tuberkulosis (TB) ditemukan pada 1882 dan obat-obatnya sudah puluhan tahun ditemukan. Namun, tuberkulosis masih jadi masalah kesehatan penting dunia.

Hampir dua miliar penduduk dunia pernah terinfeksi tuberkulosis dan di dalam tubuh mereka masih ada kuman itu dalam keadaan tidur (“dorman”).  Hampir dua miliar penduduk dunia ini, dikategorikan menderita infeksi laten tuberkulosis.

Kalau daya tahan tubuh turun, mungkin saja kumannya itu aktif kembali. Kita tak punya angka pasti untuk Indonesia, tapi kalau penduduk dunia 7,8 miliar maka sekitar seperempat adalah TB laten.

Dengan analogi sama, mungkin saja sekitar seperempat penduduk kita dalam keadaan infeksi laten tuberkulosis. Di dunia, ada 10 juta kasus baru tuberkulosis setahunnya dan 1,5 juta orang meninggal karena penyakit ini setiap tahun.

Di Indonesia, berdasar Global TB Report 2020, diperkirakan setahunnya ada 845 ribu kasus TB,  98 ribu kematian atau setara 11 kematian/jam. Dari kasus TB di dunia dan Indonesia, tak semua berhasil ditemukan.

Global TB Report 2021 menyebutkan, akibat kesibukan menangani Covid-19, penemuan dan notifikasi kasus TB di dunia jauh menurun, dari 7,1 juta pada 2019 menjadi 5,8 juta pada 2020.

Sebanyak 16 negara penyumbang 93 persen penurunan ini dan tiga teratas adalah India, Indonesia, dan Filipina. Padahal, TB yang tak terdeteksi dapat menular ke udara melalui batuk dan lain-lain, secara “airborne”, satu orang bisa menulari sampai 15 orang dalam setahunnya.

 
yang tak terdeteksi dapat menular ke udara melalui batuk dan lain-lain, secara “airborne”.
 
 

 

TB yang tak terdeteksi dan tak diobati, bisa membuat meninggal dunia. Setelah melihat berbagai data ini, satu hal yang perlu disadari, sebenarnya tuberkulosis dapat dicegah, kalau akhirnya sakit dapat didiagnosis, diobati, dan disembuhkan dengan baik.

Dunia dan G-20

Untuk menangani TB di dunia, diperlukan upaya global. “Sustainable Development Goals (SDG’s) menargetkan untuk menghentikan epidemi tuberkulosis di dunia pada 2030. WHO dan “Stop TB Partnership” melakukan pengendalian sayangnya sejak 2020 terkendala Covid-19.

Kita ketahui Presiden Joko Widodo menerima keketuaan G-20 dari Italia pada Oktober 2021 dan sejak 1 Desember 2021 Indonesia menjadi Presidensi G-20 untuk  2022, amat strategis untuk kesejahteraan dunia, kesehatan umat manusia, dan mengendalikan tuberkulosis.

Amat baik kalau tuberkulosis menjadi salah satu agenda utama keketuaan Indonesia di G-20. Kalau Indonesia sukses, bukan tidak mungkin ini jadi catatan legasi bangsa Indonesia untuk kesehatan dunia.

 
Amat baik kalau tuberkulosis menjadi salah satu agenda utama keketuaan Indonesia di G-20.
 
 

 

Lima hal dapat dijadikan pertimbangan. Pertama, seperti sudah di bahas di atas, TB masalah kesehatan dunia yang lama coba diatasi tetapi belum sepenuhnya berhasil. Sementara itu, sekitar hampir separuh  beban tuberkulosis di dunia ada di negara-negara G-20.

Data Global TB Report 2021 menunjukkan, 26 persen kasus TB dunia ada di India (26 persen), 8,5 persen di Cina, dan 8,4 persen lain di Indonesia, belum lagi di negara G-20 lainnya.  Artinya, menangani TB di negara G20 berperan besar dalam meringankan beban TB dunia.

Kedua, keketuaan G-20 sesudah Indonesia akan jatuh ke India. Sebagai negara penyumbang kasus TB terbesar dunia, mungkin juga India mengangkat topik TB dalam masa keketuaan G20 mereka pada 2023. Sesudah India, Brasil menjadi Presidensi G-20 pada 2024.

Kita tahu, Brasil termasuk “high burden” untuk TB secara umum dan TB&HIV, artinya mungkin pula Brasil membicarakan TB.

Ketiga, pengendalian tuberkulosis bisa dihubungkan dengan persiapan kemungkinan pandemi di masa datang. Diperkirakan pandemi sesudah Covid-19 berhubungan dengan penyakit paru dan pernapasan yang menular melalui udara.

 
Pengendalian tuberkulosis bisa dihubungkan dengan persiapan kemungkinan pandemi di masa datang.
 
 

Keempat, agenda tuberkulosis pun terkait ‘’Antimicrobial Resistance (AMR)”. Kita tahu, AMR sudah menjadi agenda G20 setidaknya sejak 2017 di Jerman sampai tahun ini di Italia. Kita pun tahu, AMR masalah kesehatan besar di dunia.

Kalau penyakit infeksi tidak dapat diobati dengan antimikroba yang karena sudah resisten, dunia berhadapan dengan era baru tanpa antibiotika, tentu berbahaya. Sekitar satu dari tiga kematian akibat AMR di dunia terjadi pada tuberkulosis.

Pertimbangan kelima, dari aspek finansial. Sedikitnya ada dua hal terkait aspek ini. Pertama, meningkatkan komitmen dan mengupayakan mekanisme penganggaran internasional, seperti IMF, “Global Fund” dan berbagai bank pembangunan regional serta global.

Dalam hal ini, peningkatan anggaran domestik suatu negara menjadi penting. Kedua, penggunaan anggaran yang diinvestasikan untuk penanggulangan Covid-19 dipakai bersama pengendalian tuberkulosis.

Selain kelima hal di atas, keketuaan Indonesia pada G20 dapat mengangkat target cukup ambisius seperti peningkatan riset termasuk menemukan vaksin TB baru dengan teknologi terbaru, untuk mungkin menggantikan vaksin BCG yang sudah berumur lebih dari 100 tahun.

Semoga, keketuaan G-20 Indonesia ini membuka cakrawala lebih luas dalam pengendalian tuberkulosis di dunia dan negara kita yang sudah mencanangkan akan mengeliminasi tuberkulosis pada 2030. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat