Petugas mengecek kesiapan bus listrik Transjakarta saat peluncuran di Jakarta, Jumat (10/9/2021). Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menargetkan pada tahun 2025 penggunaan 5.000 bus listrikTransjakarta untuk mengurangi polusi udara. | Republika/Putra M. Akbar

Nasional

Wamenlu: RI di Jalur Penurunan Emisi

Indonesia berada pada jalur memenuhi janji mengurangi emisi hingga 29 persen pada 2030.

JAKARTA -- Wakil Menteri Luar Negeri (Wamenlu) Indonesia Mahendra Siregar mengatakan, Indonesia mengoptimalkan sumber daya terbarukan dan mitigasi krisis energi yang terjadi saat ini.

Hal ini ia sampaikan dalam pembukaan acara diskusi Ambassadors Roundtable: Raising Ambitions for a Climate-Secure Future yang diselenggarakan Foreign Policy Community of Indonesia (FPCI), Selasa (11/10). "Namun, jangan dilupakan, butuh waktu seratus tahun industri bahan bakar fosil sepenuhnya terbentuk,” kata Mahendra, Selasa.

Mahendra mengatakan, Indonesia juga berada dalam jalur memenuhi janji mengurangi emisi hingga 29 persen pada 2030. Indonesia juga sudah mengajukan strategi jangka panjang untuk mengurangi karbon dan ketahanan iklim hingga 2050. Indonesia menetapkan target penyerapan karbon di sektor kehutanan dan penggunaan lahan.

Menurut Mahendra, Indonesia negara pertama yang menetapkan target tersebut. Indonesia ada di garda depan dalam pengelolaan hutan berkelanjutan. Hutan, tambahnya, berkontribusi besar dalam penyerapan karbon. 

"Kami memperbaharui rencana strategi energi listrik kami dengan sangat ketat, dan kami akan segera dapat mengukur progres kami dengan kerangka yang jelas," katanya. Mahendra mengatakan, konferensi perubahan iklim PBB atau COP26 di Glasgow mulai 31 Oktober menjadi tonggak penting bagi dunia untuk menyepakati sejumlah isu kunci.

Duta Besar Inggris untuk Indonesia Owen Jenkins mengatakan, target ambisius Indonesia untuk nol karbon pada 2060 patut dipuji. Ia menyoroti komitmen dalam menggunakan lahan terpakai dan hutan sebagai penyerapan karbon.

"Dengan senang hati kami bekerja sama dengan Indonesia di sektor perhutanan, termasuk dalam dewan FACT (Forest, Agriculture and Commodity Trade) Dialogue yang akan digelar di COP26, dan progres Indonesia dapat menjadi model untuk diikuti yang lainnya," kata Jenkins, Senin (11/10).

Sementara itu Dubes Amerika Serikat (AS) Sung Yong Kim mengatakan, saat ini dunia sudah berada posisi yang sangat kritis dalam isu perubahan iklim. "Pada dekade ini kita harus segera bertindak, untuk mencapai target Perjanjian Paris," katanya.

Yong Kim mengatakan, pemerintahan Presiden AS Joe Biden berkomitmen untuk mencapai target tersebut. Bulan lalu, katanya, Presiden Biden siap mengucurkan 11,4 miliar dolar AS per tahun untuk membantu negara berkembang mengatasi perubahan iklim.

Pendiri FPCI dan moderator diskusi Dino Patti Djalal mengatakan, salah satu momen penting COP26 mendatang adalah perubahan sikap AS pada perubahan iklim.

"Kami semua sepertinya setuju salah satu faktor yang mengubah dinamika COP26 di Glasgow adalah menguatnya lagi kebijakan iklim AS di bawah pemerintahan Biden dan kepemimpinan Biden dalam memajukan diplomasi iklim,," kata Dino.

Sedangkan Dubes Uni Eropa untuk Indonesia Vincent Piket mengatakan, COP26 menjadi momen penting bagi masyarakat internasional untuk bersatu. Dunia, katanya, harus berkomitmen pada hasil Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) Juli lalu. IPCC mengingatkan kembali betapa seriusnya krisis perubahan iklim.

"Pesan IPCC sangat jelas, pertama-tama aktivitas manusia mengakibatkan bumi menghangat dengan sangat cepat, dan satu-satu cara untuk mengatasinya mengurangi emisi gas rumah kaca menjadi nol pada 2050," kata Piket.  

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat