ILUSTRASI Pajak dapat menjadi bentuk kezaliman bila tidak dilaksanakan sesuai syariat. | DOK PXHERE

Ekonomi

UU HPP Perkuat Reformasi Perpajakan

Tetap ada pengecualian pengenaan PPN untuk bahan-bahan pokok.

JAKARTA -- Pemerintah akan mendorong reformasi perpajakan dengan mengandalkan Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP) yang telah disahkan DPR pada Kamis (7/10). Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menyampaikan, basis perpajakan Indonesia akan semakin kuat dan luas, tetapi tetap adil dan berpihak terhadap kelompok yang tidak mampu.

Dia juga berharap rasio perpajakan dapat meningkat kembali seiring pemulihan ekonomi dan adanya UU HPP. “Untuk 2022, minimal Rp 130 triliun akan ada additional pendapatan sehingga menaikkan rasio (pajak) ke 9,22 persen dari PDB,” ujar Sri dalam konferensi pers, Kamis (7/10) malam.

Rasio pajak Indonesia pada 2021 diproyeksikan sebesar 8,56 persen terhadap PDB. Dengan adanya reformasi dan implementasi UU HPP, rasio perpajakan diperkirakan mencapai 9,22 persen dari PDB pada 2022 dan mencapai 10,12 persen dari PDB pada 2025. Sementara itu, apabila tidak ada reformasi dan UU HPP, rasio perpajakan akan stagnan di kisaran 8,4 sampai 8,6 persen PDB.

UU HPP memuat sejumlah agenda penting reformasi perpajakan, antara lain, perubahan aturan pajak penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPN), dan adanya program pengungkapan pajak sukarela. Dalam aturan PPN, pemerintah akan menaikkan tarif secara bertahap dari semula 10 persen menjadi 11 persen mulai 1 April 2022. Kemudian, tarif akan meningkat menjadi 12 persen paling lambat mulai 1 Januari 2025.

"Setelah mendengarkan pendapat dari berbagai pihak, PPN naik secara bertahap dari semula direncanakan langsung 12 persen," katanya.

Sri menegaskan, tetap ada pengecualian pengenaan PPN untuk bahan-bahan pokok yang jadi kebutuhan dasar masyarakat. Fasilitas pembebasan PPN diberikan terhadap barang kebutuhan pokok, jasa kesehatan, jasa pendidikan, jasa pelayanan sosial, dan beberapa jenis jasa lainnya.

“Masyarakat berpenghasilan menengah dan kecil tetap tidak perlu membayar PPN atas konsumsi kebutuhan pokok, jasa pendidikan, jasa kesehatan, dan layanan sosial,” ujarnya.

Pengaturan ini dimaksudkan untuk perluasan basis PPN dengan tetap mempertimbangkan asas keadilan, asas kemanfaatan, khususnya dalam memajukan kesejahteraan umum, dan asas kepentingan nasional. Tujuan kebijakan ini yaitu optimalisasi penerimaan negara dengan tetap mewujudkan sistem perpajakan yang berkeadilan dan berkepastian hukum.

Selain itu, pemerintah juga akan menggelar program pengungkapan pajak sukarela mulai 1 Januari 2022 hingga 30 Juni 2022. Program tersebut memberikan kesempatan kepada wajib pajak (WP) untuk melaporkan atau mengungkapkan kewajiban perpajakan yang belum dipenuhi secara sukarela melalui pembayaran PPh berdasarkan pengungkapan harta yang tidak atau belum sepenuhnya dilaporkan oleh peserta program Pengampunan Pajak atau tax amnesty.

Selain itu, program ini juga menyasar pembayaran PPh berdasarkan pengungkapan harta yang belum dilaporkan dalam SPT Tahunan PPh orang pribadi 2020.

Tarif PPh final untuk WP peserta pengampunan pajak atas aset per 31 Desember 2015 yang belum diungkapkan adalah sebesar 11 persen untuk deklarasi luar negeri. Kemudian, sebesar delapan persen untuk aset luar negeri yang direpatriasi dan aset dalam negeri serta enam persen untuk aset luar negeri repatriasi dan aset dalam negeri yang diinvestasikan dalam surat berharga negara (SBN), hilirisasi, atau pengembangan energi terbarukan.

UU HPP juga menetapkan perubahan atas kategori atau lapisan tarif PPh. Sri mengatakan, perubahan ini demi mencerminkan keadilan perpajakan. "Untuk Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) tidak berubah tetap Rp 54 juta per tahun untuk diri wajib pajak orang pribadi," katanya.

 
 
 
View this post on Instagram
 
 
 

A post shared by Sri Mulyani Indrawati (smindrawati)

Rentang penghasilan untuk PPh orang pribadi mengalami perubahan. UU HPP dalam materi PPh menambahkan lapisan tarif kelima untuk orang berpenghasilan di atas Rp 5 miliar dengan pajak 35 persen. Semula lapisan tarif ini tidak ada.

Wakil Ketua Komisi XI Dolfie OFP mengatakan, UU HPP terkait dengan perubahan sejumlah pasal dalam enam UU lain. Dia berharap dengan adanya UU tersebut, dapat menyukseskan reformasi perpajakan dan mendorong adanya peningkatan rasio perpajakan.

"Dengan adanya UU HPP ini, pemerintah sudah menghitung tax ratio. Diharapkan tax ratio pada 2025 bisa mencapai 10,12 persen," ujarnya.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat