Pekerja melakukan perawatan menara Byte Transfer System (BTS) milik Tower Bersama di Jakarta, Senin (7\11). Ekonomi Indonesia tumbuh 5,02 persen di kuartal III 2016, menurut Badan Pusat Statistik (BPS) salah satu pendorong pertumbuhan dari pembelian pulsa | Tahta Aidilla/Republika

Inovasi

Menitipkan Asa pada Bisnis Telko

Persaingan industri telekomunikasi diharapkan semakin sehat.

Tahun ini, industri telekomunikasi di Tanah Air siap berubah wajah. Pada Kamis (16/9), Indosat Ooredoo dan Hutchison 3 Indonesia (H3I) mengumumkan siap melakukan merger dan bergabung menjadi Indosat Ooredoo Hutchison.

Sudah sejak lama, para operator di Indonesia menjajaki kemungkinan dilakukannya konsolidasi. Setelah melalui perundingan panjang, akhirnya kesepakatan merger pun terjadi.

Ketua Umum Asosiasi IoT Indonesia Teguh Prasetya memberikan respon positif terhadap penggabungan kedua operator ini. Ia berharap persaingan industri telekomunikasi akan semakin sehat.

Sementara dari sisi pelanggan, Teguh berharap kualitas layanan operator yang melakukan merger ini meningkat. Dengan begitu, mereka lebih efisien. “Kalau kita kan ujung-ujungnya peningkatan layanan broadband ke masyarakat. Jadi lebih meningkat, kualitas diperbaiki, investasi ditambah gitu kan. Arahnya ke sana,” kata Teguh saat dihubungi Republika, pekan lalu.

Selain itu, Teguh melanjutkan, pengembangan jaringan ke depannya juga diharapkan semakin sehat dan operator yang merger bisa memenuhi kewajiban dan memperluas kewajiban untuk menjangkau coverage yang lebih luas lagi. “Pengembangan jaringan ke depan diharapkan semakin sehat, karena tentunya ada konsolidasi, baik frekuensi dan investasi. Nah dengan demikian mereka bisa memenuhi kewajiban dan memperluas kewajiban untuk menjangkau coverage yang lebih luas, baik untuk layanan 4G, maupun 5G,” ujarnya.

Dari sisi dampak yang akan dirasakan pelanggan, Teguh melanjutkan, seharusnya tidak ada sesuatu yang berbeda. Namun, mungkin akan ada penyederhanaan dari produk-produk Indosat Ooredoo dan Tri Indonesia.

photo
Kepemilikan spektrum pascamerger - (republika)

Menuju Persaingan Sehat

Sudah lama industri telekomunikasi Indonesia menanti kabar adanya operator yang akan melakukan konsolidasi. Direktur Eksekutif di Indonesia ICT Institute Heru Sutadi menyebutkan, sebenarnya industri telekomunikasi Indonesia dalam kurun waktu 10 tahun terakhir ini tidak sehat karena terlalu banyak pemain.

Sebelumnya, kata Heru, Kementerian Komunikasi dan Informatika pernah mengadakan penghitungan bahwa cukup tiga pemain telekomunikasi, atau paling banyak empat, yang berada di pasar ini. “Mau tidak mau, konsolidasi itu harus dilakukan,” ujarnya.

Apalagi, jika dilihat kinerja operator banyak juga yang masih ‘berdarah-darah’ karena persaingan yang begitu ketat. Banyak pula operator yang merugi meski sudah ada pemasukan dari menjual aset, menjual data center, hingga menara telekomunikasi.

Menurut Heru, proses konsolidasi merger ini bagus dilakukan untuk menyederhanakan jumlah pemain, agar pasarnya sesuai dengan jumlah pemain. Harapannya, agar operator telekomunikasi bisa tetap mereguk profit tidak sekadar membakar uang. N ed: setyanavidita livikacansera

Mencari Jumlah Ideal

Saat ini ada lima operator yang beroperasi di Indonesia. Yakni, Telkomsel, Indosat Ooredoo, Hutchinson 3 Indonesia, XL Axiata dan Smartfren. Tetapi sebenarnya berapa jumlah ideal operator di Indonesia ?

Menurut Ketua Indonesia IOT Association, Teguh Prasetya, jumlah ideal operator di satu negara adalah tiga. Ada dua alasan mengapa ia menyatakan hal tersebut.

Pertama, skala ekonomi (economies of scale). Kalau ini terjadi, jumlah pelanggan akan merata diantara tiga operator. “Kalau sekarang kan ada yang cuma lima juta, ada yang 10 juta, ada yang 100 jutaan lebih, gap-nya jauh banget gitu ya. Dengan adanya itu maka kesetaraan dan skala ekonomi untuk pengembangan ke depan akan lebih terjamin,” kata Teguh.

Kedua, dari segi infrastruktur infrastruktur. Menurut Teguh, kalau jumlah infrastrukturnya hampir sama, maka cakupan wilayah yang telah di-cover jaringan juga hampir sama.

Dengan demikian, level playing field-nya juga akan hampir setara. “Jadi tidak significantly. Ada yang cuma punya 20 ribu BTS, 10 ribu BTS, ada yang punya ratusan ribu BTS coverage-nya ada di seluruh Indonesia. Itu juga jadi concern kita,” ujarnya.

photo
Teknisi Tower Bersama Indonesia Group memeriksa salah satu komponen di menara BTS Pulau Tidung, Kabupaten Kepulauan Seribu DKI Jakarta, Rabu (18/9). TBIG memiliki 26.713 penyewaan dan 15.344 site telekomunikasi. 15.272 menara telekomunikasi dan 72 jaringan DAS. Pada tahun 2019 perseroan menargetkan penambahan sebanyak 3.000 penyewaan. Foto yogi ardhi - (Yogi Ardhi/Republika)

Senada, Direktur Eksekutif di Indonesia ICT Institute Heru Sutadi mengatakan tiga operator akan cukup dan ini merupakan game changer. Sebab, bisa jadi mendorong pemain yang lain berkonsolidasi untuk merger agar menjadi jumlah pemainnya menjadi sederhana, walaupun ada beberapa model atau skenario penggabungan.

Misalnya, bisa XL  dengan Smartfren, XL atau Smartfren bergabung ke Indosat Ooredoo.

Ia mengatakan, sebelumnya XL sudah berkonsolidasi dengan Axis. Artinya, posisi operator saat ini Telkomsel menempati urutan pertama, Indosat Ooredoo Hutchinson di urutan kedua, XL Axiata di urutan ketiga dan Smartfren di urutan keempat.

XL yang saat ini berada di urutan ketiga, akan semakin tertinggal jauh dengan dilakukannya merger ini. “Misal XL mau bersaing mau tidak mau dia harus juga konsolidasi. Salah satunya ya dengan Smartfren, atau mungkin menjadi bagian dari konsolidasi besar dari Indosat Ooredoo Hutchinson,” kata Heru.

Tren Positif

Konsolidasi di industri telekomunikasi memberikan banyak keuntungan pada iklim persaingan di Tanah Air. Presiden Direktur Smartfren, Merza Fachys mengungkapkan, konsolidasi industri sejatinya sydah sejak lima hingga enam tahun lalu diwacanakan sebagai salah satu upaya utk efisiensi dan penyehatan industri.

"Indosat dan Tri telah memberikan tren positif kepada seluruh pemain industri telekomunikasi. Bukan hanya untuk operator telekomunikasi, tapi juga kepada seluruh pelaku di industri," ujarnya kepada Republika, Jumat (24/9).

Transformasi digital yang sudah  merupakan keniscayaan, Merza melanjutkan, tidak akan dapat berhasil tanpa kolaborasi erat dari seluruh pihak pendukungnya. Disamping itu, hadirnya Undang-undang Cipta kerja juga  membuka kemungkinan kolaborasi yang seluas-luasnya dalam membangun infrastruktur digital.

photo
BTS Smartfren di Natuna - (Dok Smartfren)

Tinggal para pelaku industri yang ditantang kapan bisa mulai memberikan terobosan baru. "Tak harus melalui jalan konsolidasi, tapi juga bisa kolaborasi," Merza mengungkapkan.

Sebelumnya, Smartfren dan Moratel juga melakukan langkah konsolidasi, meski tidak dalam bentuk full merger seperti yang dilakukan Indosat Ooredoo dan H3I. Menurutnya, ada banyak keuntungan yang didapatkan Smartfren dari sinergi ini.

Di antaranya, Smartfren dapat menghemat waktu pembangunan infrastruktur yang selama ini telah banyak dimiliki Moratel, seperti jaringan fiber optik dan infrastruktur pasif lainnya. Selain itu, Smartfren juga dapat memanfaatkan jaringan internet internasional yang dimiliki Moratel.

Persoalan Spektrum Frekuensi

Jauh sebelum hadirnya Indosat Ooredoo Hutchinson, ada XL yang lebih dulu bergabung dengan Axis pada 2014. Waktu itu spektrum frekuensi XL Axiata diminta dikembalikan pada pemerintah.

Preseden ini menyimpan tanda tanya terkait kepemilikan spektrum dari Indosat dan H3I pascadilakukannya proses merger. Menurut Direktur Eksekutif di Indonesia ICT Institute, Heru Sutadi, situasi merger Indosat Ooredoo dengan Tri Indonesia berbeda dengan XL dengan Axis dulu.

“Kalau XL itu kan memang undang-undangnya mengharuskan gitu ya. Jadi sebenarnya tidak boleh pemakaian bersama, karena sifatnya yang eksklusif. Tapi dengan UU Cipta Kerja, penggunaan frekuensi bersama pun boleh, kemudian dialihkan pada pihak lain pun boleh gitu ya,” kata Heru.

Jadi, ia melanjutkan, sebenarnya tidak ada alasan kemudian frekuensi diambil pemerintah. Walaupun memang untuk hal ini masih perlu persetujuan dari Menteri Komunikasi dan Informatika. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat