Tempat Pembuangan Sampah Suasana TPA Sumur Batu Bekasi, Jawa Barat, Kamis (18/10). TPA Sumur Batu adalah lokasi pembuangan akhir bagi sampah warga Bekasi | Republika/Adhi.W

Jakarta

TPA Sumur Batu pun Overload

Sampah TPST Sumur Batu membeludak dan menimbun pemakaman wakaf keluarga yang dikelola warga setempat.

OLEH UJI SUKMA MEDIANTI 

Perjanjian kerja sama (PKS) lima tahunan antara Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dengan Pemkot Bekasi terkait pengelolaan sampah di TPST Bantargebang, Kelurahan Ciketing Udik, Kecamatan Bantargebang, akan berakhir bulan depan.

Dalam klausul kontrak PKS mendatang, ada beberapa yang dinegosiasikan ulang. Termasuk kenaikan uang dengan kompensasi bau untuk warga di tiga kelurahan serta rencana perluasan lahan.

Resih (33 tahun), warga Kecamatan Bantargebang mengaku belum mendengar adanya informasi pembebasan lahan di sekitar TPST. Rumah Resih tak berdekatan langsung dengan TPST Bantargebang yang merupakan tempat pembuangan akhir sampah warga DKI.

Kediamannya lebih dekat dengan TPA Sumur Batu, tempat pembuangan akhir sampah warga Kota Bekasi. "Kalau kita belum ada informasi soal pembebasan lahan baru. Karena ini lebih dekat sama Sumur Batu. Cuma kalau di area TPST itu lahan atau rumah warga yang begini sudah tinggal sedikit memang," ujar Resih ditemui di kediamannya, Kamis (23/9).

Sebagai warga asli Bantargebang, Resih mengaku sudah siap apabila rumahnya terdampak pembebasan lahan di kemudian hari. Sebab, baginya hal itu merupakan sebuah kemungkinan yang suatu saat akan datang.

"Sampah ini kan bertambah terus, dia enggak akan berkurang. Jadi, ya kita sih sudah siap mau digusur pun tinggal tunggu kapan waktunya saja," ujar dia.

Kendati begitu, Resih berharap pihak pemda dapat memberikan uang ganti rugi yang layak. Belum lama ini, dia sempat ditawarkan uang ganti sebesar Rp 1,5 juta per meter. Jumlah itu dinilai terlalu sedikit untuk harga tanah saat ini. 

"Karena kalau kita pindah, harga tanah di luar sana kan lebih mahal. Di luar jalan besar saja, harga sudah Rp 2 juta per meter," kata dia.

Pada 2009 lalu, keluarganya pernah mendapatkan uang pembebasan lahan yang diperuntukkan bagi TPA Sumur Batu. Nilainya Rp 150 ribu per meter. Saat ini, sampah sudah semakin mendekat ke permukiman warga. 

Terkait uang kompensasi bau, kata dia, tentunya ia ingin jumlahnya dinaikkan. Sejauh ini, uang tersebut ia dapatkan tiap tiga bulan sekali. "Uang sampah sih alhamdulillah lancar, jadi ditransfer langsung tiga bulan. Jumlahnya Rp 1.050.000," ujar dia.

Uang kompensasi bau ini, baru naik jadi Rp 300 ribu per bulan sejak Gubernur Ahok 2017 lalu. Sebelumnya, ia beserta warga di tiga kelurahan lain hanya mendapatkan uang kompensasi bau senilai Rp 50 ribu per bulan. "Ya kita maunya naik, ini juga Rp 300 ribu itu baru. Lumayan buat beli beras," kata dia.

Membludaknya kapasitas sampah yang ada di TPST Bantargebang pun terjadi di TPA Sumur Batu. Bahkan, beberapa area pemakaman wakaf milik warga sudah tertimbun sampah. Tak berbentuk pemakaman lagi.

"Di belakang rumah ini dulu ada pemakaman, ada makam bapak, ibu, dan adik saya. Sekarang sudah tertimbun sampah. Dulunya di belakang rumah ada jalanan buat lalu lalang kendaraan, sekarang sudah gak bisa dilewatin lagi," kata salah satu ahli waris makam, Bagong Suyoto.

Bagong menuturkan, tertimbunnya makam warga ini sudah terjadi sejak 2020. Pihak warga telah melaporkan kejadian ini sebelum makan tertimbun. Namun, respons pemda lamban. "Jadi, yang dimakamkan di sini itu sekitar 114 warga," ujar Bagong.

Pada 2014, area pemakaman itu masih kelihatan utuh. Namun, setelah ada zona 3 dan sampahnya tidak diolah, sampah semakin banyak dan mengikis area. "Jadi, longsor masuk ke permakaman," ujar dia.

Sebelumnya, pihak pemda telah berbicara dengan warga mengenai pemindahan makam. Pihak warga meminta uang ganti rugi pemindahan makam senilai Rp 2,5 juta. Namun, hal ini tak juga diperhatikan hingga tertimbun sampah.

"Nah, lokasi pemakamannya ya minta tetap di Kelurahan Sumur Batu, direncanakan di RW 05, ini posisinya RW 03. Untuk lahan, katanya sudah dibayar sama pemda, entah berapa jumlahnya. Ahli waris itu yang penting secepatnya," kata dia.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat