Santri Pondok Pesantren Gontor Darussalam berjalan menuju bus sebelum diberangkatkan di Asrama Haji Palembang, Sumatera Selatan, Selasa (25/5/2021). | ANTARA FOTO/NOVA WAHYUDI

Kabar Utama

Gontor Pertanyakan Aturan Dana Ponpes

Akan melukai hati umat bila ponpes dijadikan sebagai jalan politisasi atau bagian dari operasi intelijen.

SURABAYA -- Kalangan pimpinan pondok pesantren (ponpes) mempertanyakan aturan pemerintah yang mewajibkan ponpes melaporkan sumber dan penggunaan pendanaan kepada pemerintah. Aturan tersebut dinilai tidak relevan dan semestinya hanya diberlakukan untuk pendanaan yang berasal dari pemerintah.

Pelaporan pendanaan ponpes menjadi salah satu hal yang diatur dalam Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2021 tentang Pendanaan Penyelenggaraan Pesantren yang ditandatangani Presiden Joko Widodo pada 2 September 2021. Berdasarkan perpres tersebut, bukan hanya sumber pendanaan yang ada kaitannya dengan pemerintah yang harus dilaporkan ponpes.

Ponpes pun mesti melaporkan pendanaan yang bersumber dari hibah luar negeri nonpemerintah atau warga negara asing. Selain itu, juga dana yang berasal dari tanggung jawab sosial perusahaan (CSR). 

Salah satu pimpinan Pondok Modern Darussalam Gontor (PMDG), KH Amal Fathullah Zarkasyi mengaku tidak mengetahui soal adanya kewajiban melaporkan dana hibah luar negeri kepada pemerintah, dalam hal ini Kementerian Agama. Menurutnya, yang disetujui untuk dilaporkan kepada pemerintah adalah bantuan yang berasal dari pemerintah.

"Yang dilaporkan itu (bantuan) yang dari pemerintah. Yang bukan dari pemerintah, itu enggak (dilaporkan). Dalam undang-undang (UU Pesantren) juga begitu. Wong kita ikut membahas dulu. Yang kita setujui itu bantuan pemerintah. Kalau yang lain-lain itu enggak ada dalam rapat," kata Kiai Amal kepada Republika, Rabu (15/9).

photo
Santri Pondok Pesantren Gontor dipeluk orang tuanya saat kedatangan rombongan santri, di Terminal Tertonadi, Solo, Jawa Tengah, Rabu (7/4/2021). Memasuki masa libur menjelang Ramadhan dan Lebaran sebanyak 350 santri dari Ponpes Gontor tiba di Kota Solo dengan dijemput orang tuanya masing-masing. - (MOHAMMAD AYUDHA/ANTARA FOTO)

Kiai Amal mengatakan, pada prinsipnya dia mendukung agar bantuan yang digelontorkan pemerintah, baik pusat maupun daerah, diberikan kepada pesantren secara transparan. Kendati demikian, ia kembali menegaskan dirinya tak tahu mengapa bantuan yang dari nonpemerintah akhirnya juga harus dilaporkan.

"Mungkin itu di luar pembahasan kami waktu itu. Karena kami juga dimintai pendapat tapi yang dimintai pendapat itu (soal) bantuan pemerintah," jelasnya.

Kiai Amal menyampaikan, pihaknya setuju pemerintah pusat dan daerah ikut membantu kemajuan pesantren melalui penganggaran. Sebab, pemerintah daerah selama ini tidak bisa membantu karena terkendala regulasi. "Nah (dengan regulasi Perpres 82/2021) ini sekarang dibolehkan," ujarnya.

Dalam berbagai rapat, kata Kiai Amal, pihaknya telah telah menyampaikan usulan agar pembagian bantuan pendanaan dilakukan secara adil dan tidak berdasarkan suka atau tidak suka. "Jadi bukan berdasarkan like or dislike. Itu di DPR suaranya juga begitu. Sudah cocok dengan kita. Dan saya enggak tahu kalau bantuan luar negeri harus lapor. Mungkin itu pasal siluman karena yang kita bahas bukan itu," jelasnya.

Pimpinan ponpes lainnya menyuarakan hal serupa. Pimpinan Ponpes Persis 67 Kota Tasikmalaya Ustaz Asep Abdul Hamid menilai, penggunaan pendanaan seharusnya hanya perlu dilaporkan kepada donatur atau pemberi dana. "Kenapa pesantren yang harus melaporkan ke pemerintah? Selama ini kan pesantren mandiri, tidak bergantung ke pemerintah. Ujug-ujug sekarang harus laporan," kata Ustaz Asep saat dihubungi Republika, Rabu (15/9).

Menurut dia, laporan keuangan pesantren tak perlu diserahkan kepada pemerintah. Kecuali, penggunaan bantuan yang berasal dari pemerintah. Asep mengatakan, kebanyakan pesantren selama ini dapat berjalan dari bantuan masyarakat, bukan hanya mengandalkan bantuan dari pemerintah. 

Ia mengakui, ada bantuan dari pemerintah untuk pesantrennya. Menurut dia, penggunaan dan pemanfaatan bantuan itu selalu dilaporkan kepada pemerintah. "Kalau ada hubungannya dengan pemberian pemerintah, kita juga laporan. Namun kalau pemberian dari yang lain, ya tidak perlu lapor ke pemerintah," ujar dia.

Berdasarkan Perpres 82 Tahun 2021, bukan hanya sumber pendanaan yang ada kaitannya dengan pemerintah yang harus dilaporkan ponpes. Ponpes pun mesti melaporkan pendanaan yang bersumber dari hibah luar negeri nonpemerintah atau warga negara asing. Selain itu, dana yang berasal dari tanggung jawab sosial perusahaan (CSR). 

Ia menyebut, Pesantren Persis 67 selama ini bisa berjalan dengan mengandalkan dana dari iuran santri. Itu pun habis untuk biaya kehidupan santri. "Kita juga pernah mendapat bantuan sosial dari lembaga berupa CSR. Itu juga kita laporan ke mereka yang memberi bantuan," kata dia.

Oleh karena itu, Ustaz Asep menilai akan banyak pesantren yang menolak sistem pelaporan pendanaan kepada pemerintah. Sebab, aturan itu tak relevan. "Saya sendiri tak setuju. Tidak nyambung. Kalau seperti ini, laporannya jadi ribet," kata dia.

Lagi pula, dia menambahkan, tak seluruh pesantren memiliki sumber daya manusia yang baik untuk membuat pelaporan keuangan. "Jadi, dibandingkan menghabiskan waktu dan energi untuk membuat laporan, lebih baik memikirkan cara untuk memperbaiki kualitas pesantren." 

Ketua Forum Pimpinan Pesantren (FPP) Priangan Timur, Ustaz Yusuf Roni mengatakan, sistem pelaporan setiap sumber pendanaan pesantren kepada pemerintah pada dasarnya bertujuan baik. Dengan sistem yang transparan, bantuan kepada pesantren dapat lebih merata. 

"Karena sekarang masih ada ketimpangan bantuan ke pesamtren. Ada yang besar, ada yang kecil. Kalau ada pelaporannya, jadi terbuka semua," kata dia.

photo
Santri berjalan keluar dari bilik vaksinasi usai disuntik vaksin Covid-19 di Pondok Pesantren Persatuan Islam (Persis) Bandung, Jalan Pajagalan, Kota Bandung, Rabu (11/8). Sebanyak 2.500 santri dan masyarakat umum mendapatkan suntikan vaksin Covid-19 sebagai upaya menanggulangi penyebaran Covid-19. Foto: Republika/Abdan Syakura - (REPUBLIKA/ABDAN SYAKURA)

Karena itu, ia menilai sistem pelaporan sumber dan pemanfaatan pendanaan pesantren kepada pemerintah bukan hal yang perlu dijadikan masalah. Justru, dengan sistem yang transparan, menurut dia, semua pesantren dapat berkembang.

Sementara itu, pimpinan Ponpes Al Kautsar di Kecamatan Cineam, Kabupaten Tasikmalaya, Ustaz Rifqi Fauz menilai, penggunaan dana hanya perlu dilaporkan kepada yang memberikan dana. Artinya tak semua sumber dan penggunaan pendanaan perlu dilaporkan kepada pemerintah. 

"Kecuali kalau bantuan dari pemerintah, kami punya kewajiban untuk melaporkan ke mereka. Kalau bantuan dari donatur, ya kita laporkan kepada donatur penggunaannya," ujar dia.

Ia menyebutkan, pesantrennya pernah mendapatkan bantuan dari luar negeri. Namun, pemanfaatan bantuan itu dilaporkan secara rutin kepada pihak yang memberikan bantuan.

Menurut dia, pelaporan setiap sumber dan pemanfaatan pendanaan pesantren kepada pemerintah adalah hal yang tak relevan. "Saya rasa tidak perlu dan tidak nyambung. Saya rasa juga akan ada reaksi dari berbagai pesantren terkait perpres ini," kata Ustaz Rifqi.

Direktur Pendidikan Diniyah dan Pondok Pesantren (PD Pontren) Kemenag Waryono Abdul Ghofur saat diwawancara Republika pada Selasa (14/9) mengatakan, kewajiban melaporkan dana merupakan konsekuensi perhatian dari negara melalui UU Pesantren. Menurut dia, Kemenag juga sudah mengundang asosiasi ponpes dalam menyusun Perpres Pendanaan Penyelenggaraan Pesantren. 

Waryono mengatakan, Kemenag juga ingin memastikan bantuan untuk pesantren, termasuk dari luar negeri, digunakan untuk pengembangan kompetensi pesantren. Menurutnya, dana tersebut harus dipastikan bukan untuk diarahkan ke sesuatu yang menjurus radikalisme atau terorisme. 

Alat Intelijen

Pimpinan dan Pengasuh Pondok Pesantren Integrasi Quran (PPIQ-368) Bandung, KH Iskandar Mirza mengatakan, para pimpinan ponpes akan sangat mengapresiasi jika perpres pesantren dikeluarkan sebagai bagian dari upaya kepedulian dan andil pemerintah untuk mengembangkan konsep modernisasi pesantren.

"Tetapi sebaliknya, jika perpres ini dijadikan sebagai jalan politisasi atau bagian dari operasi intelijen, tentu ini akan sangat melukai hati umat Islam," kata KH Iskandar Mirza kepada Republika, Rabu (15/9).

Selama ini, ujar dia, pesantren tidak pernah mempunyai kewajiban melaporkan dana donatur ataupun muwakif kepada pemerintah, kecuali dana resmi bantuan pemerintah. Hal ini tidak menjadi persoalan sepanjang diperuntukkan dan ditujukan untuk transparansi pertanggungjawaban belaka.

"Karena memang pesantren sangat mengadopsi konsep kejujuran dalam tata kelolanya," kata Kiai Iskandar yang juga dosen pascasarjana di Universitas Islam Nusantara Bandung.

Ia mengaku khawatir jika tuduhan radikalisme di pesantren menguat, bantuan dana dari para muwakif dalam dan luar negeri akan dihentikan. "Tentunya dengan tuduhan khawatir ada dana teroris yang masuk melalui lembaga pesantren, dapat dijadikan sebagai alat intervensi ataupun program pengintaian terhadap kekuatan dana pesantren," katanya.

Pengamat dari Institusi Security and Strategic Studies (ISESS), Khairul Fahmi menilai, Perpres No 82 Tahun 2021 bertujuan memastikan sumber pendanaan ponpes di Indonesia. Namun, ia menilai, keberadaan perpres tersebut juga sebagai gambaran sikap curiga pemerintah terhadap keberadaan lembaga-lembaga pendidikan Islam.

photo
Tim gabungan Detasemen Khusus (Densus) 88 Antiteror Mabes Polri dan Brimob Polda Sulsel menggiring tersangka teroris saat akan diberangkatkan ke Jakarta di Bandara lama Sultan Hasanuddin, Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan, Kamis (4/2/2021). - (ABRIAWAN ABHEANTARA FOTO)

Menurut Fahmi, jika perpres itu bertujuan untuk memperkuat dan memastikan sumber pendanaan untuk kelangsungan ponpes, hal tersebut bakal baik. Akan tetapi, perpres itu cenderung untuk memastikan dana-dana bantuan dari luar negeri ke pondok pesantren, tak digunakan untuk aksi melanggar hukum, seperti kampanye radikalisme dan terorisme.

“Perpes tersebut, di satu sisi untuk memperkuat pengawasan. Tetapi, di sisi buruknya, bisa ditafsirkan lembaga-lembaga pendidikan Islam di Indonesia dicurigai,” kata Fahmi kepada Republika, kemarin.

Jika pemerintah ingin menangkal paham-paham ekstrem, menurut dia, aturan serupa semestinya diperluas ke seluruh lembaga pendidikan non-Islam lainnya. "Bentuk-bentuk radikalisme itu bukan hanya di Islam,” katanya. 

Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Moeldoko menegaskan, Perpres No 82 Tahun 2021 merupakan wujud komitmen pemerintah untuk mencetak lulusan santri yang kompetitif. “Perpres Pendanaan Pesantren bentuk komitmen Presiden dalam upaya peningkatan kualitas pendidikan pesantren,” kata Moeldoko saat mengunjungi sejumlah pondok pesantren di Kabupaten Sampang dan Bangkalan, Jawa Timur, Rabu (15/9), dikutip dari siaran resmi KSP.

Moeldoko mengatakan, pesantren selama ini sudah terbukti menjadi lembaga pendidikan yang baik, terutama dalam pendidikan karakter. Dengan adanya perpres tersebut, pesantren akan semakin berdaya.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat