Presiden Joko Widodo memberi salam saat menyampaikan pidato kenegaraan pada Sidang Tahunan MPR Tahun 2021 di Gedung Nusantara, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (16/8/2021). Pernyataan Jokowi merupakan sikap politik Presiden untuk menolak wacana | ANTARA FOTO/Sopian/

Nasional

Istana Tegaskan Jokowi Tolak Perpanjangan Jabatan

Pernyataan Jokowi merupakan sikap politik Presiden untuk menolak wacana masa jabatan tiga periode.

JAKARTA -- Presiden Joko Widodo kembali diminta untuk menegaskan sikap politiknya terhadap wacana masa jabatan tiga periode yang kembali muncul. Juru Bicara Presiden, Fadjroel Rachman mengatakan, Presiden Jokowi berulang kali pernah menyampaikan sikap politiknya terkait isu ini.

"Berdasarkan pernyataan Presiden Joko Widodo pada 15 Maret 2021, saya tidak ada niat, tidak ada juga berminat menjadi Presiden tiga periode. Konstitusi mengamanahkan dua periode. Itu yang harus kita jaga bersama," kata Fadjroel, Ahad (12/9).

Fadjroel menyebut, pernyataan Jokowi tersebut merupakan sikap politik Presiden untuk menolak wacana masa jabatan tiga periode ataupun memperpanjang masa jabatannya. Menurutnya, Presiden memahami bahwa amendemen UUD 1945 adalah domain dari Majelis Permusyawaratan Rakyat.

Sikap politik Presiden tersebut, lanjutnya, juga berdasarkan kesetiaan terhadap Konstitusi UUD 1945 dan amanah reformasi 1998.

photo
FOTO ARSIP - Mahasiswa meluber hingga ke kubah Grahasabha Paripurna ketika menggelar unjuk rasa yang menuntut reformasi menyeluruh, Selasa (19/5/1998). Unjuk rasa mahasiswa yang datang dari Jakarta dan sejumlah kota di Jawa dan Sumatra tersebut berlangsung dengan aman - (SAPTONO/ANTARA FOTO)

"Dan sikap politik Presiden Joko Widodo berdasarkan kesetiaan beliau kepada Konstitusi UUD 1945 dan amanah reformasi 1998 pasal 7 UUD 1945 amendemen pertama merupakan masterpiece dari gerakan demokrasi dan Reformasi 1998 yang harus kita jaga bersama," ungkapnya.

Fadjroel mengatakan, dalam konstitusi disebutkan bahwa Presiden dan Wakil Presiden memegang jabatannya selama masa lima tahun. Dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang sama hanya untuk satu kali masa jabatan.

Isu masa jabatan Presiden menjadi tiga periode ini kembali mengemuka. Pakar hukum tata negara Universitas Gadjah Mada (UGM), Zainal Arifin Mochtar, menilai Presiden Joko Widodo perlu menegaskan sikapnya kembali terkait masa jabatan presiden. Ia menilai, belakangan presiden tidak memberikan garis yang jelas soal isu jabatan tiga periode.

"Sekarang ketika isu amendemen naik, saya pikir harusnya mungkin bayangan saya presiden memberikan pesan yang jelas. 'Persoalan amendemen silakan MPR, tapi kalau soal masa jabatan saya strict' misalnya, itu nggak tampak tuh yang itu," kata Zainal dalam sebuah diskusi daring, Sabtu (11/9).

Menurutnya, Presiden Jokowi seharusnya memberi pesan yang jelas bahwa dirinya tegas menolak penambahan masa jabatan presiden. Pernyataan Presiden Jokowi yang menyebut bahwa amendemen merupakan domain MPR dinilai sudah diketahui masyarakat.

"Harusnya pesan itu ada bahwa 'saya tidak akan mengkhianati konstitusi' misalnya kalau mengutip bahasa Obama (Presiden Amerika Serikat), dan lanjut saja silakan MPR tapi khusus soal masa jabatan mungkin titik sampai sini," ucapnya.

Wakil Ketua MPR, Hidayat Nur Wahid, sepakat dengan yang disampaikan Zainal. Alangkah baiknya presiden menegaskan kembali sikapnya ke publik terkait masa jabatan.

"Kalau Pak Jokowi berkenan menjelaskan lagi, menegaskan lagi, bahkan ada yang menggoreng menambah masa jabatan tiga tahun kan. Menurut saya beliau perlu menegaskan lagi, itu lebih bagus lagi," imbaunya.

Anggota Badan Pengkajian MPR Abdul Rachman Thaha menegaskan bahwa Badan Pengkajian MPR sampai saat ini masih fokus melakukan kajian terhadap rekomendasi MPR periode sebelumnya. Salah satu rekomendasinya menghadirkan pokok-pokok haluan negara (PPHN).

Abdul memastikan sampai saat ini belum ada keputusan apa pun yang diambil Badan Pengkajian MPR, baik memperpanjang masa jabatan presiden maupun pengunduran pemilu. "Yang jelas kami fokus pada satu bahwa kami lagi mengkaji bagian PPHN itu, belum ada lagi yang lain-lain dulu, masih fokus pada PPHN," kata Abdul dalam diskusi yang sama.

Dia mengibaratkan Badan Pengkajian MPR seperti koki yang sedang meramu makanan. Sampai saat ini Badan Pengkajian MPR sedang merumuskan berbagai masukan terkait amendemen apakah melalui undang-undang saja atau di TAP MPR. "Jadi kami masih meramu, masih berjalan prosesnya," ucapnya.

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat