Relawan membawa bantuan paket nutrisi isolasi mandiri yang akan didistribusikan untuk pasien Covid-19 di Kantor Dompet Dhuafa, Ciputat, Tangerang Selatan, Banten, Rabu (4/8/2021). Melalui zakat, kita ikhtiarkan harapan hidup mustahik terus menyala. | Prayogi/Republika.

Opini

Merawat Harapan Mustahik

Melalui zakat, kita ikhtiarkan harapan hidup mustahik terus menyala.

ASEP SAPA'AT, GM Human Capital and General Affair Dompet Dhuafa 

Mengatasi kemiskinan bukan perkara mudah. Pertama, kemiskinan tak berdiri sendiri. Kedua, mental mengemis yang merusak mental juang berdikari.

Dalam bahasa Chambers (1983), kemiskinan merupakan suatu kompleksitas dan hubungan sebab akibat yang saling berkaitan antara ketidakberdayaan, kerapuhan, kelemahan fisik, dan keterasingan, baik secara geografis maupun sosiologis.

Zakat punya spirit sebagai modal mengubah kondisi hidup mustahik. Pertanyaan kritisnya, apa hal penting yang harus digugah pada diri mustahik agar dapat bertransformasi menjadi muzaki? Masihkah ada  harapan pada diri kaum mustahik?

Tak ada harapan maka tak ada masa depan. Hal ini terkonfirmasi dari hasil penelitian yang melibatkan 21 ribu orang di enam negara tentang bantuan khusus bernama graduation program. Ini merupakan program bantuan untuk mengentaskan masyarakat dari kemiskinan.

 
Pertanyaan kritisnya, apa hal penting yang harus digugah pada diri mustahik agar dapat bertransformasi menjadi muzaki? Masihkah ada  harapan pada diri kaum mustahik?
 
 

Tujuannya, mengembalikan harapan orang dalam waktu panjang. Penelitian ini ditulis Nicholas Kristof dalam artikel bertajuk "The Power of Hope", dimuat di the New York Times. Inti graduation program memberikan hewan ternak kepada dua kelompok orang.

Pada kelompok pertama, mereka diberikan hewan ternak sebagai hadiah. Sedangkan pada kelompok kedua, hewan ternak diberikan sebagai aset. Pada kelompok kedua, mereka diajarkan bagaimana memiliki harapan yang besar dalam hidup.

Sementara itu, pada kelompok pertama, mereka tak diajarkan pentingnya harapan dalam hidup. Apa yang terjadi pada dua kelompok orang tersebut? Pada kelompok pertama, mereka tak mampu melihat masa depan yang lebih baik.

Mereka tak memiliki alasan menggunakan hewan ternak sebagai tujuan jangka panjang, selain hanya memakannya sampai habis. Secara signifikan, orang-orang pada kelompok pertama memiliki mental pasrah dan terus mengharap bantuan dari orang lain.

Akhirnya, dalam waktu singkat, hewan ternak habis dikonsumsi dan mereka tetap hidup dalam kubangan kemiskinan.

Berbeda dengan kelompok kedua. Mereka diyakinkan tentang apa saja yang bisa mereka dapatkan pada masa depan, jika mampu mengelola hewan ternak sebagai peluang keluar dari jerat kemiskinan.

 
Pertama, harapan merupakan salah satu kunci mengentaskan kemiskinan pada diri seseorang.
 
 

Mereka diajarkan untuk berjuang merawat hewan ternak agar terus berkembang biak secara baik dalam jangka waktu lama. Hal ini menyuntikkan harapan. Pada akhirnya, orang-orang pada kelompok kedua secara perlahan, tapi pasti keluar dari kemiskinan.

Apa inspirasi yang dapat kita petik dari artikel bertajuk "The Power of Hope" dalam konteks pendayagunaan dan pemberdayaan zakat? Pertama, harapan merupakan salah satu kunci mengentaskan kemiskinan pada diri seseorang.

Penelitian Gallup menunjukkan, tak ada hubungan antara harapan dan kecerdasan, kesehatan, serta pendapatan. Meski seseorang kaya, cerdas, atau bahkan artis terkenal sekalipun, jika tak memiliki harapan, akhir hidupnya bisa tragis karena diakhiri bunuh diri.

Contoh kasus ini menimpa penyanyi kenamaan Whitney Houston, yang mengakhiri hidup pada 2012 dan aktor kawakan Robin Williams yang bunuh diri pada 2014. Kekayaan dan ketenaran hidup tak mampu membuat keduanya memiliki harapan bertahan hidup.

Sebaliknya, ada orang terlahir dari keluarga miskin, tetapi karena kekuatan harapan, kegigihan berjuang, dan doa yang tak pernah putus, hidup mereka berubah menjadi lebih baik.

Kedua, benahi diri mustahik. Pada akhirnya, keberhasilan program bantuan atau program pemberdayaan zakat bergantung pada kegigihan mustahik. Jika mereka malas dan tak punya harapan hidup, terobosan program sehebat apa pun berujung kegagalan.

Berapa pun bantuan digelontorkan, tak pernah jadi modal karena mustahiknya tak  punya etos kerja. Selama apa pun dibantu, jika mustahik tak berbenah diri, selama itu pula zakat kehilangan kekuatannya. Saat mental bisa dibenahi, harkat mustahik terangkat.

 
Pada akhirnya, keberhasilan program bantuan atau program pemberdayaan zakat bergantung pada kegigihan mustahik. Jika mereka malas dan tak punya harapan hidup, terobosan program sehebat apa pun berujung kegagalan.
 
 

Ketiga, desain program pendayagunaan dan pemberdayaan zakat harus mampu mentransformasi mustahik menjadi muzaki.

Zakat hendaknya didayagunakan sehingga dapat mengangkat kelompok fakir miskin keluar dari kemiskinan dan menghilangkan segala faktor yang membuatnya melarat (Qardhawi, 1995). Maka, gunakan filosofi orang bijak, “Jangan berikan orang ikan. Namun, berikan ia kail dan ajarkan bagaimana cara memancing.”

Keempat, the power of zakat bergantung pada amil. Mampukah amil amanah dan mempunyai kemampuan melakukan pemberdayaan? Diterimanya zakat oleh amil, itulah awal pemberdayaan.

Amil yang tak punya harapan, sulit bagi kita memastikan mustahik dapat bertransformasi menjadi muzaki. Sebagai perajut harapan muzaki dan mustahik, amil harus memiliki keterampilan mendesain program yang mampu membangun kemandirian pada diri mustahik.

Mustahik boleh kehilangan sesuatu dalam hidupnya, tetapi pastikan mereka tak kehilangan harapan dalam hidup. Melalui zakat, kita ikhtiarkan harapan hidup mustahik terus menyala. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat