Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly (tengah) bersama Wakil Menteri Hukum dan HAM (Wamenkumham) Edward Omar Sharif Hiariej (kiri) memberikan keterangan usai mengunjungi lokasi kebakaran Lapas Kelas I Tangerang di Kota Tangerang, Banten, Rabu (8/9/2021). | ANTARA FOTO/Fauzan/rwa.

Tajuk

Manajemen Pengamanan Lapas

Jangankan menyoal gedung lapas yang tak mudah terbakar, menambah luas ruang tahanan untuk menampung tambahan napi saja pemerintah masih "mikir-mikir".

Peristiwa tragis terjadi di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas 1 Kota Tangerang, Banten, Rabu (8/9) dini hari. Sebanyak 41 tahanan meninggal dan 72 lainnya terluka. Empat puluh tahanan meninggal di penjara, satu meninggal saat perjalanan ke rumah sakit.

Kebakaran terjadi di Blok Hunian Chandiri 2 (Blok C2). Kamar di Blok C2 ini bermodel paviliun yang berisi 122 tahanan. Seluruh korban merupakan narapidana kasus narkotika. Adapun satu yang meninggal dalam perjalanan ke rumah sakit adalah napi kasus terorisme.

Awal mula kebakaran diketahui petugas jaga. Ia langsung mengontak pemadam kebakaran. Sekitar 13 menit kemudian petugas pemadam kebakaran datang di lokasi. Tak sampai 1,5 jam, kebakaran berhasil dipadamkan.

Namun, pintu kamar tahanan tidak sempat dibuka saat api membakar blok rutan. Ini membuat tahanan tak sempat menyelamatkan diri. Apalagi, api cepat membesar yang menyebabkan korban tak sempat keluar ruang tahanan.

Kamar tahanan yang terkunci memang protap sesuai aturan lapas. Setelah api padam, korban yang berhasil diselamatkan berjumlah 81 orang. Delapan di antaranya luka berat. Mereka kini dalam perawatan di RSUD Kota Tangerang.

 
Bangunan lapas ternyata rentan kebakaran. Padahal, lapas dengan pengamanan terpusat, semestinya sarana dan prasarana dalam pencegahan kebakaran juga terpadu. 
 
 

Sebanyak 73 napi lainnya luka ringan, sembilan di antaranya dirawat di Klinik Lapas Tangerang. Korban yang meninggal di ruang tahanan saat kebakaran memunculkan kemirisan. Api yang cepat berkobar membuat petugas lapas tak mampu menerjang api.

Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly menjelaskan, petugas lapas mencoba untuk memadamkan api dengan alat, tapi tak cukup karena api sudah sangat besar. Akibatnya, tak semua kamar berhasil dipadamkan.

Penyebab kebakaran diduga awal dipicu akibat korsleting listrik. Pihak kepolisian masih mendalami dugaan tersebut. Terlepas dari penyebab kebakaran yang masih diselidiki, menjadi pertanyaan adalah keselamatan lapas.

Bangunan lapas ternyata rentan kebakaran. Padahal, lapas dengan pengamanan terpusat, semestinya sarana dan prasarana dalam pencegahan kebakaran juga terpadu. Manajemen pengamanan lapas tak melulu soal sistem keamanan dari kemungkinan lepasnya napi.

Namun, bagaimana bangunan lapas dibuatkan sistem yang memungkinkan ancaman kebakaran teralienasi. Api tak membesar cepat dari satu ruang ke ruang lain. Maka itu, perlu bahan dasar gedung yang tak mudah terbakar dan memang biayanya tak sedikit.

Jangankan menyoal gedung lapas yang tak mudah terbakar, menambah luas ruang tahanan untuk menampung tambahan napi saja pemerintah masih "mikir-mikir". Kondisi di sejumlah rutan bahkan melebihi kapasitas.

Peningkatan kewaspadaan dalam pemakaian alat elektronik di lapas juga harus menjadi perhatian. Pemeriksaan rutin kondisi kelistrikan menjadi penting. Kontrol berkala dengan keliling blok hunian merupakan langkah dini mencegah hal tak beres di dalam lapas.

 
Jangankan menyoal gedung lapas yang tak mudah terbakar, menambah luas ruang tahanan untuk menampung tambahan napi saja pemerintah masih "mikir-mikir". 
 
 

Tak kalah penting, kesigapan petugas pengamanan memahami penggunaan anak kunci ketika kondisi darurat di blok hunian. Seberapa cepat petugas membuka atau menutup kamar hunian ketika terjadi kondisi di luar kenormalan.

Bukan tak mungkin juga ada pelanggaran dari napi. Terbuka peluang mereka menyimpan benda terlarang yang mudah memicu api atau gangguan pada jaringan kabel dan listrik. Kesengajaan kebakaran bukan hal tak mungkin sengaja dilakukan.

Untuk itu, pengawasan rutin dan sidak di kamar tahanan mesti dilakukan. Dalam konteks ini, konsep baru lapas semestinya menjadi pemikiran bersama. Manajemen pengamanan lapas dengan sistem terintegrasi merupakan bagian dari konsep baru lapas.

Perubahan desain gedung lapas dan pembinaan kepada warga binaan juga bisa menjadi salah satu solusi.

Lebih dari persoalan manajemen lapas, anggaran yang tak cukup, hal terpenting kemudian adalah menangani masalah kemasyarakatan. Perlu kita pikirkan agar ada pendekatan baru dalam penanganan masalah sosial kemasyarakatan. 

Gerakan “Literasi Umat” merupakan ikhtiar untuk memudahkan masyarakat mengakses informasi. Gerakan bersama untuk menebarkan informasi yang sehat ke masyarakat luas. Oleh karena informasi yang sehat akan membentuk masyarakat yang sehat.

Donasi Literasi Umat